Menuju konten utama

Sri Mulyani: Inflasi di Berbagai Negara Melonjak Sangat Tinggi

Inflasi tinggi akibat pemulihan pasca pandemi, semakin melonjak karena tensi geopolitik Rusia-Ukraina.

Sri Mulyani: Inflasi di Berbagai Negara Melonjak Sangat Tinggi
Ilustrasi Inflasi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus sebesar Rp73,6 triliun pada semester I-2022, atau 0,39 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Capaian ini memperpanjang torehan surplus selama enam bulan terakhir sejak awal Januari.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan kinerja APBN yang terus mencatatkan surplus tidak membuat pihaknya sombong. Karena ekonomi global masih diselimuti ketidakpastian.

"Kemarin kami di Kemenkeu sampaikan bahwa APBN sampai Juni surplus. Kami tidak jumawa. Kami tahu situasi global masih akan cair dan dinamis," kata Sri Mulyani dalam acara Dies Natalis Politeknik Keuangan Negara STAN, Jumat (29/7/2022).

Dia menjelaskan setelah ekonomi dunia tertekan akibat pandemi COVID-19, pemulihan tidak bisa berjalan mulus ketika terjadi perang antara Rusia dan Ukraina yang berdampak signifikan pada perekonomian global. Inflasi yang tinggi diakibatkan karena pemulihan pasca pandemi, semakin melonjak karena tensi geopolitik Rusia-Ukraina. Kedua, negara tersebut memiliki peran sebagai produsen energi dan pangan dunia, termasuk pupuk.

"Dunia tidak baik-baik saja, inflasi di berbagai negara melonjak sangat tinggi," ungkapnya.

Kondisi lonjakan inflasi terjadi di berbagai negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara kawasan Eropa tentu sangat memiliki pengaruh terhadap Indonesia. Lantaran, inflasi yang tinggi akan direspons oleh bank-bank sentral dengan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga yang agresif, sehingga membuat terjadinya arus modal keluar (capital outflow) dari negara emerging market, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, perekonomian AS dan China juga melemah, padahal keduanya merupakan mitra dagang utama RI. Pelemahan ekonomi kedua negara itu tentu akan berdampak pada permintaan produk RI sehingga dapat menurunkan kinerja ekspor Indonesia.

"Berbagai kemungkinan terjadi, dengan kenaikan suku bunga maka outflow terjadi di seluruh negara berkembang dan emerging market, termasuk Indonesia, dan itu bisa pengaruhi nilai tukar rupiah, suku bunga, bahkan inflasi di Indonesia," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait INFLASI 2022 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin