Menuju konten utama

Sri Mulyani: Ekonomi RI Mulai Pulih meski Ada Potensi Risikonya

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan ada potensi risiko yang perlu diwaspadai dari sisi ekonomi, baik dari sisi domestik maupun global.

Sri Mulyani: Ekonomi RI Mulai Pulih meski Ada Potensi Risikonya
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan pers tentang realisasi pelaksanaan APBN 2021 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (3/1/2022). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemulihan ekonomi nasional berlanjut didukung oleh perkembangan pandemi COVID-19 yang terkendali dan mulai pulihnya aktivitas masyarakat hingga Desember 2021.

Perkembangan kasus harian COVID-19 yang rendah pada triwulan IV 2021 mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sehingga mendukung berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi.

Kondisi ini tercermin pada perkembangan indikator dini hingga Desember 2021, antara lain mobilitas masyarakat yang melampaui level prapandemi, keyakinan konsumen yang kuat, penjualan eceran yang meningkat, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang bertahan di zona ekspansif, konsumsi listrik sektor industri dan bisnis yang meningkat, serta kinerja positif penjualan kendaraan bermotor dan semen.

"Laju inflasi tetap rendah dengan IHK 2021 di level 1,87 persen secara tahunan, di bawah kisaran sasaran 3,0 persen ±1 persen. Surplus neraca perdagangan berlanjut di Desember 2021 dan secara akumulatif di tahun 2021 mencapai 35,34 miliar dolar AS. Cadangan devisa berada pada level 144,9 miliar dolar AS, setara 8 bulan impor barang dan jasa," kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (2/2/2022).

Perkembangan tersebut turut ditopang oleh berlanjutnya perbaikan ekonomi global dengan PMI, keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat.

Namun, kata Sri Mulyani, ada potensi risiko yang perlu diwaspadai, baik dari sisi domestik maupun global.

"Potensi risiko dari sisi domestik terutama terkait kenaikan kasus COVID-19. Sementara potensi risiko global antara lain gangguan rantai pasok di tengah kenaikan permintaan yang mendorong peningkatan tekanan inflasi," jelas dia.

Hal tersebut akan terjadi terutama akibat kenaikan harga energi serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global sejalan dengan percepatan kebijakan normalisasi The Fed dalam merespons tekanan inflasi AS yang meningkat pada Desember 2021: 7,0 persen yoy serta peningkatan tensi geopolitik di kawasan Baltik.

Baca juga artikel terkait EKONOMI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri