Menuju konten utama

Sri Mulyani Beberkan Penyebab Defisit BPJS Kesehatan Rp9,1 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sejumlah penyebab defisit BPJS Kesehatan yang mencatat posisi gagal bayar tahun 2018 mencapai Rp9,1 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (16/5/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Defisit BPJS Kesehatan yang membebani pemerintah dari tahun ke tahun tak kunjung terobati. Hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat posisi gagal bayar di tahun 2018 mencapai Rp9,1 triliun.

Angka itu lebih rendah dari perkiraan defisit --yang ditaksir mencapai Rp19,41 triliun-- setelah ditalangi oleh bantuan pemerintah senilai Rp10,29 triliun.

Belum kelar masalah tersebut, defisit kembali mengintai pada 2019. Sepanjang Januari hingga April, defisit BPJS Kesehatan tercatat sudah menyentuh angka Rp3,7 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sejumlah temuan penting yang harus segera diperbaiki BPJS Kesehatan terkait dengan potensi gagal bayar tersebut.

Di antaranya masalah jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), NIK ganda, hingga peserta yang telah meninggal masih tercatat.

"Itu menurut saya perlu diperbaiki, sehingga kredibilitas dari program BPJS akan semakin meningkat," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI Kemarin.

BPJS Kesehatan, menurutnya, juga harus memenuhi janjinya dalam mendorong tingkat kepatuhan membayar segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) menjadi 60 persen pada tahun ini.

"Juga ada mengenai masalah tagihan kemarin dari BPJS menyampaikan di dalam pembukuannya, mereka hanya mempertimbangkan tagihannya yang bersifat sebulan yang disebut current sedangkan di atas sebulan dia dianggap tidak charge," jelasnya.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Hotbonar Sinaga, mengatakan bahwa upaya untuk menekan defisit itu bisa dilakukan dengan menghitung kembali iuran kepesertaan.

Namun, di luar itu, pemerintah dapat mencari sumber pendapatan non-organik seperti menjual data ke industri rumah sakit, kesehatan atau asuransi. Bahkan, potensinya mencapai Rp1–2 triliun.

Data lengkap yang dimiliki BPJS Kesehatan memiliki data yang sangat terkait penyakit dan kondisi kesehatan masyarakat tersebut sangat dibutuhkan, namun, selama ini ada kekhawatiran soal keamanan data kepesertaan.

"Sebenarnya kan data umum, bukan catatan medis. Data itu bisa dipakai sama rumah sakit, industri obat-obatan dan lain-lain," ucapnya.

Baca juga artikel terkait DEFISIT BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri