Menuju konten utama

Sri Mulyani: APBN 2023 jadi Instrumen Menjawab Risiko Global

Sri Mulyani mengatakan, APBN 2023 menjadi instrumen menjawab tantangan dari yang sebelumnya disebabkan oleh pandemi COVID-19 menjadi risiko global.

Sri Mulyani: APBN 2023 jadi Instrumen Menjawab Risiko Global
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 menjadi instrumen menjawab tantangan dari yang sebelumnya disebabkan oleh pandemi COVID-19 menjadi risiko global. Risiko global yang dimaksud yakni terjadinya lonjakan inflasi akibat kenaikan harga barang seperti pangan dan energi akibat disrupsi pasokan.

“Ini menyebabkan disrupsinya menjadi sangat eksesif sehingga terjadilah inflasi yang melonjak pada barang-barang atau permintaan mulai meningkat dengan proses pemulihan ekonomi,” ungkapnya dikutip Jumat (26/8/2022).

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah terus mewaspadai dampak yang datang dari lingkungan global. Terlebih IMF telah menurunkan proyeksi ekonomi dunia dengan kombinasi yang sangat tidak baik yaitu pertumbuhan ekonominya di revisi ke bawah dan inflasi di revisi ke atas.

Pada 2023, proyeksi negara maju yaitu 6,6 persen dengan pertumbuhan ekonomi 1,4 persen, sedangkan pada negara berkembang proyeksi inflasi diperkirakan 9,5 persen dengan pertumbuhan ekonomi 3,9 persen.

“Inilah kondisi yang harus kita waspadai memasuki 2023, dimana kita harus mendesain APBN 2023 dengan hati-hati," katanya.

Dia mengatakan, meskipun Indonesia telah mencapai precovid level dengan pertumbuhan momentum masih menguat, dengan pertumbuhan ekonomi sangat impresif di 5,44 persen dan inflasi masih dijaga di level di bawah 5 persen, namun pemerintah tidak terlena.

Oleh karena itu, mengingat APBN 2023 akan tetap menjadi instrumen yang menentukan, maka tema APBN 2023 yaitu optimis dan tetap waspada. Optimis karena di satu sisi pemulihan ekonomi kuartal I dan II 2022 di atas 5 persen, inflasi masih relatif terjaga, dan pemulihan di berbagai sektor cukup merata.

Namun kewaspadaan menjadi sangat tinggi karena syok yang muncul akibat disrupsi global ini sangat besar dan penyebabnya karena kondisi geopolitik yang tidak selesai dalam waktu dekat.

“Kita nggak pernah tahu perang itu akan berakhir dan dalam bentuk apa kiranya. Ini yang menyebabkan ketidakpastian yang sangat tinggi. Oleh karena itu policy dan instrumen policy kita seperti APBN harus tetap menjaga secara waspada,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait APBN 2023 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang