Menuju konten utama

Sri Lanka Terancam Resesi, Menkeu: RI Miliki Ketahanan yang Baik

Pemerintah optimistis Indonesia memiliki ketahanan yang lebih baik sehingga tidak akan mengalami kebangkrutan seperti Sri Lanka.

Sri Lanka Terancam Resesi, Menkeu: RI Miliki Ketahanan yang Baik
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Nusa Dua Bali. tirto.id/Dwi Aditya Putra

tirto.id - Survei terbaru Bloomberg menyebutkan Sri Lanka berada di tengah krisis ekonomi terburuk yang pernah ada. Negara itu memiliki kemungkinan 85 persen jatuh ke dalam resesi di tahun depan atau naik dari 33 persen peluang dalam survei sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan Indonesia tidak akan mengalami kebangkrutan seperti Sri Lanka. Dia optimistis tanah air memiliki ketahanan yang lebih baik sehingga mampu mencegah situasi yang dialami oleh Sri Lanka.

Dia mengakui saat ini dunia sedang mengalami tekanan yang sama akibat pandemi COVID-19, ditambah situasi geopolitik yang bergejolak. Selain itu, kenaikan harga-harga juga menyebabkan lonjakan inflasi sehingga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi.

"Seluruh dunia menghadapi konsekuensi geopolitik dalam bentuk kenaikan bahan-bahan makanan, kenaikan harga energi yang mendorong lebih tinggi lagi inflasi setelah meningkat akibat pandemi," kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Sofitel Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022)

Bendahara Negara itu mengatakan saat ini inflasi di negara-negara maju sudah mengalami kenaikan dan berdampak untuk memaksa mengambil kebijakan antisipatif. Tetapi tidak semua negara memiliki ketahanan untuk bisa bertahan dari berbagai hantaman akibat pandemi dan situasi global.

"Beberapa negara kalau kondisi awalnya tidak kuat apalagi sesudah dua tahun dihadapkan pada pandemi ketidak kuatan itu dilihat dari berbagai faktor," ujarnya.

Dia merinci faktor utama yaitu dari sisi neraca pembayaran. Apakah thread account, capital account, cadangan devisanya memadai dari negara tersebut dampaknya kepada nilai tukar.

Hal lain yang juga menjadi perbedaan yaitu ketahanan perekonomian dari negara-negara yang berbeda-beda. Dengan tingginya harga pangan dan energi serta pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih akibat dari dampak pandemi COVID-19 dua tahun terakhir.

"Jadi kalau mereka mengalami kontraksi dalam akibat pandemi dan belum pulih ditambah dengan kemudian inflasi yang tinggi yang sekarang ini terjadi, ini akan semakin menimbulkan kompleksitas suatu negara. Kemudian mereka juga akan melihat dari sisi monetary policy-nya," ujarnya.

Selain itu, kondisi utang pemerintah maupun swasta di Indonesia dinilai masih aman. Di samping itu, kondisi fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga masih sehat dengan level defisit yang masih terkendali sesuai dengan target pemerintah.

"Mereka akan melihat dari sisi APBN-nya, apakah APBN-nya cukup kuat defisitnya terkendali dan juga dari sisi jumlah utang terhadap GDP dan debt service dari utang itu jadi tidak hanya level tapi juga khususnya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SRI LANKA BANGKRUT atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin