Menuju konten utama
26 Desember 2004

Solidaritas Yahudi untuk Tsunami Aceh

Pendar menorah.
Menghalau kabut mendung
dan muram duka.

Solidaritas Yahudi untuk Tsunami Aceh
Ilustrasi tsunami Aceh. tirto.id/Gery

tirto.id - Tiga belas tahun lalu, saat dunia baru saja merayakan Natal, tsunami dahsyat menerjang Aceh. Bencana alam ini dipicu gempa 9,1 skala richter di Samudera Hindia. Besarnya gempa menyebabkan gelombang tsunami yang menghantam Aceh, Khaolak-Thailand, Sri Lanka, India, Myanmar, dan pesisir timur Afrika. Bencana ini kemudian didaulat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu bencana terbesar pada abad ke-21.

Tsunami yang menerjang Asia hingga Afrika itu memakan korban hingga 280 ribu jiwa. Aceh menjadi wilayah yang paling besar korbannya. Data UNOCHA (United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) yang dikutip Reza Akbar Felayati dalam esainya di Jurnal Hubungan Internasional (Tahun IX, No. 1, Januari-Juni 2016), "Efektivitas Bantuan Luar Negeri di Aceh selama 2004-2010 setelah Tsunami Samudra Hindia tahun 2004", korban meninggal di Aceh mencapai 130.736 jiwa dan lebih dari 500 ribu penduduk kehilangan tempat tinggal.

Masih menurut jurnal tersebut, total perkiraan dan kerugian dari bencana Aceh mencapai 4,45 miliar dolar AS atau sekitar Rp41,4 triliun. Dunia internasional menjanjikan bantuan untuk rekonstruksi dan pembangunan sebesar 7,2 miliar dolar AS. Sejumlah negara, lembaga internasional, maupun masyarakat sipil menggalang bantuan kemanusiaan bagi Aceh.

Baca juga:

Ada 56 negara turut membantu bencana Aceh. Di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, Rusia, Prancis, Tiongkok, Belanda, Portugal, Denmark, Swedia, Swiss, Republik Ceko, Slovakia, Italia, Finlandia, Malaysia, Oman, Turki, Belgia, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Singapura, India, Banglades, Qatar, Arab Saudi, dan lainnya.

Menurut Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jumlah bantuan negara-negara sahabat untuk tsunami Aceh adalah nominal paling besar yang diterima oleh sebuah negara di abad ke-21. Seperti dikutip demokrat.or.id, besaran kontribusi internasional untuk Indonesia mencapai sekitar 7 miliar dolar AS.

Bencana yang meluluhlantakkan Aceh ini juga telah membuka gerbang yang selama ini terkunci bagi tentara negara asing. Pemerintah dengan tegas mengizinkan kehadiran kontingen militer negara-negara sahabat untuk mengevakuasi korban yang selamat. Bantuan tentara asing itu amat menguntungkan Indonesia karena perlengkapan penyelamatan korban bencana milik mereka lebih lengkap. Mereka membantu pelaksanaan operasi tanggap darurat selama tiga bulan.

Kapal induk Amerika Serikat USS Abraham Lincoln yang mengirimkan helikopter-helikopter pertama kali untuk menyerahkan bantuan ke Aceh setelah tsunami. Seperti dikutip Merdeka.com, lebih dari 14 ribu personel tentara AS beroperasi di lepas pantai Sumatera. Mereka mengerahkan 57 helikopter dan 14 pesawat untuk menjalani ratusan misi kemanusian.

Singapura mengirimkan tujuh pesawat dan helikopter, Malaysia dua pesawat, Perancis lima pesawat, New Zeland satu pesawat, Jerman dua helikopter, Jepang satu pesawat, Australia empat pesawat. Belum lagi 463 organisasi nasional dan internasional yang membantu rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh.

Bantuan dari Israel

Dua Minggu setelah tsunami, pesawat El Al Israel Airlines mendarat di Bandar Udara Internasional Hang Nadim, Batam. Siang itu, pesawat milik maskapai yang bersemboyan "It's not just an airlines, it's Israel" ini membawa bantuan kemanusiaan kepada korban tsunami.

Pesawat ini diterbangkan langsung dari Tel Aviv, Israel, dan membawa bantuan sebesar 90 ton. Bantuan tersebut berupa obat-obatan, pakaian, air minum, dan alat pemurnian air. Sempat terjadi insiden sebelum bantuan berhasil mendarat. Saat itu, pesawat El Al Israel Airlines tidak diizinkan memasuki wilayah udara Indonesia.

Penolakan ini terkait sikap Indonesia atas konflik antara Israel-Palestina. Indonesia memang mengutuk invasi Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina. Ini yang membuat ketiadaan hubungan diplomatik dengan Israel.

Baca juga:

Ketua Komunitas Yahudi Sulawesi Utara (KYSU) Rabi Yaakov Baruch bercerita, pemerintah Indonesia tidak memberikan izin ruang udaranya untuk dilewati maskapai nasional Israel. Namun setelah benegosiasi, akhirnya pesawat tersebut berhasil memasuki Indonesia melalui ruang udara Singapura di wilayah Batam.

Pihak maskapai tidak memasang logo atau lambang El Al Israel Airlines. Alasan utamanya adalah untuk mengurangi kontroversi bantuan kemanusiaan. Pesawat tersebut hanya berwarna putih sesuai foto yang diberikan staf EL Al Israel Airlines Maureen Elias kepada Yaakov saat mendatangi dirinya di Manado. Menurutnya, bantuan itu didasarkan solidaritas kemanusiaan tanpa melihat latar belakang suku, agama, dan ras.

"Seluruh dunia kaget mendengar gempa di Aceh. Orang Yahudi sama seperti orang lain, punya rasa emosi dan empati," kata Yaakov saat dihubungi Tirto, Sabtu (9/12/2017).

Yaakov menambahkan bahwa bantuan kemanusian diantar langsung ke Batam oleh Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel Ron Prosor. Dalam penyerahan bantuan, ia mengklaim pemerintah Israel menyalurkan melalui Palang Merah Indonesia. Proses penyerahan bantuan itu tidak berlangsung lama. Setelah dua jam bongkar muatan, pesawat langsung lepas landas ke Singapura.

Baca juga: Berkenalan dengan Komunitas Yahudi Indonesia

Selain dari pemerintah, masyarakat Israel turut memberi bantuan kemanusiaan. Bahkan lembaga Yahudi di Amerika Serikat dan komunitas Yahudi di Indonesia turut membantu. Dalam ajaran Yudaisme, ada yang namanya tzedakah, sama halnya dengan sadaqah dalam Islam. Biasanya, dalam melakukan tzedakah, orang Yahudi jarang memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai.

Duta Besar Israel untuk Singapura Itzhak Shoham menyebutkan, bantuan kemanusiaan itu merupakan penerbangan pertama negaranya. Seperti dikutip Tempo Interaktif, ia menjelaskan, pihak berwenang Indonesia menyambut gembira bantuan Israel. Paket bantuan itu bertuliskan "This is Israeli Aid dan This is Donation from Israel to Indonesia".

Infografik Mozaik Dari Yahudi untuk Aceh

Tsunami dan Berakhirnya Konflik

Di saat tsunami menerjang Aceh, wilayah ujung Sumatera itu masih dalam status Daerah Operasi Militer (DOM). Tidaklah mungkin operasi tanggap darurat bisa dilaksanakan secara berhasil jika pertempuran TNI dan GAM terjadi. Seperti dikutip demokrat.or.id, Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan agar GAM ikut membantu saudara-saudaranya yang tengah mengalami musibah luar biasa. Ia menyerukan untuk dapat mengakhiri konflik secara damai.

Baca juga: GAM Lahir demi Kedaulatan atas Kekayaan Alam Aceh

"Dengan terjadinya bencana tsunami ini, saya punya keyakinan bahwa Allah memberikan jalan bagi berakhirnya konflik yang telah banyak merenggut korban jiwa itu [...] Atas pertolongan Allah, tampaknya jalan itu terbuka cukup lebar. Sejarah mencatat bahwa hanya dalam waktu 8 bulan akhirnya konflik Aceh bisa kita selesaikan secara damai dan bermartabat," kata SBY.

Tsunami telah menyatukan kelompok-kelompok yang berseberangan untuk membantu proses operasi tanggap darurat, baik GAM dan pemerintah pusat maupun Israel yang tidak memiliki hubungan diplomatik. “Sesama manusia saling rukun, ada bencana kita bantu bersama. Bantuan itu jangan dilihat dari agama dan rasnya,” kata Yaakov Baruch.

Baca juga artikel terkait TSUNAMI atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Mild report
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Ivan Aulia Ahsan