Menuju konten utama

Solidaritas Pangan Rakyat saat Negara Tak Tanggung Kebutuhan Dasar

Aksi solidaritas rakyat berbagi pangan bagi mereka yang terdampak pandemi COVID-19 makin menguat di saat pemerintah tak tanggung kebutuhan dasar usai physical distancing hingga PSBB.

Solidaritas Pangan Rakyat saat Negara Tak Tanggung Kebutuhan Dasar
Wartawan Lintas Media membagikan sembako untuk pekerja informal dan warga yang terdampak COVID-19. tirto.id/Riyan Setiawan.

tirto.id - "Kami ke Pasar Beringharjo, kami menemui buruh-buruh gendong. Mereka mulai gelisah karena pembeli mulai berkurang, sehingga mereka tidak mempunyai pemasukan. Mereka tidak bisa makan,” kata seorang pekerja sosial, Ita Fatja Nadia.

“Kami melihat orang mulai memborong makanan tapi orang tidak memikirkan komunitas kecil, orang miskin," lanjutnya.

Keresahan Ita itu menggambarkan para pekerja informal yang terkena dampak akibat kebijakan pemerintah yang memberlakukan physical distancing.

Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini telah menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan kekarantinaan kesehatan. Bahkan akan menerapkan darurat sipil di tengah masa pandemi ini, juga membuat rakyat tidak mendapatkan hak kebutuhan dasarnya.

Padahal Presiden Jokowi seharusnya menerapkan kebijakan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pasal 52 UU tersebut, Pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan yang sesuai dengan Karantina Rumah.

Saat pemerintah tak memenuhi kebutuhan dasar rakyat di tengah pandemi ini, lahirlah gerakan solidaritas yang digagas oleh Ita.

Mantan Direktur Kalyanamitra bersama kedua putrinya itu pun berinisiatif untuk memberikan bantuan kepada mereka yang tak berdaya di tengah pandemi COVID-19 ini.

Dia pun melakukan pemetaan, para pekerja informal yang dinilai paling terdampak oleh pandemi hingga sulit mencari makan didatangi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membuat dapur umum di rumahnya, di kawasan Ngadiwinatan, Ngampilan, Kota Yogyakarta.

Pada 17 Maret 2020, dapur umum swadaya yang dibikin Ita menghasilkan 50 bungkus nasi. Sehari dua hari berjalan, ia dan kedua anaknya semakin kewalahan. Lalu ia mengontak jaringan pekerja sosial lainnya yang ia kenal di Yogya, salah satunya adalah Sosial Movement Institute (SMI).

Bersama SMI yang mayoritas adalah aktivis mahasiswa, gerakan itu semakin lebar. Donasi mulai berdatangan, para pembuat nasi angkringan yang dagangannya tak laku kemudian dibeli untuk dibagikan.

Solidaritas semakin luas, sejumlah organisasi kemudian ikut bergabung seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, dan sejumlah organisasi serta lembaga lainnya.

Aksi sosial beberapa organisasi itu lantas dinamai gerakan Solidaritas Pangan Jogja (SPJ). Koordinator SPJ Raihan Ibraim Annas menuturkan awalnya hanya tiga dapur umum yang didirikan.

"Tapi sekarang sudah enam dapur umum yang terletak di Gamping, Seyegan, Prawirotaman, Mergangsan, Piyungan dan Wonocatur," ucapnya.

Yang berawal dari segelintir relawan, jumlah anggota pun kini mencapai 50 orang. Donasi yang terkumpul, kata Raihan, hingga saat ini mencapai Rp50 juta. Dari donasi tersebut setiap dapur umum dapat menghasilkan rata-rata 100 bungkus makanan tiap hari.

Makanan itu didistribusikan ke pekerja informal di Yogyakarta yang hanya mengandalkan pendapatan dari bekerja harian: tukang becak, sopir ojek online, pemulung, pedagang pasar yang kini sulit mendapatkan pemasukan setelah orang-orang makin membatasi diri ke luar rumah demi menghindari pandemi corona.

Selama menjalani kegiatan sosialnya, para relawan dan komunitas yang terlibat solidaritas ini diminta tetap mematuhi protokol pencegahan penyebaran COVID-19.

“Kami terlebih dahulu memasok alat pelindung diri dulu sebelum memulai gerakan ini. Kami pastikan masker, sarung tangan, hand sanitizer, sabun cuci tangan kita pastikan ada semua dulu baru mulai jalan,” kata dia.

Pewarta Ikut Gerakan Solidaritas Pangan

Kebijakan physical distancing juga diberlakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Namun, Anies belum sampai menetapkan status PSBB seperti Jokowi. Meski kini ia tengah mengusahakan dengan menyurati Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan agar DKI Jakarta berstatus PSBB.

Anies Baswedan yang melakukan kebijakan physical distancing untuk membatasi interaksi sosial antar warga agar mencegah penyebaran COVID-19 atau pandemi virus corona. Dalam kebijakan ini, Anies mengimbau agar tempat hiburan, sekolah, hingga perusahaan, dan sejumlah tempat lainnya tidak beroperasi dahulu selama masa pandemi ini.

Sayangnya, dengan kebijakan Anies itu membuat warga DKI mulai kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar mereka, seperti bahan pangan. Kebijakan ini juga berdampak kepada pekerja informal seperti ojek online, pekerja paruh waktu, dan lainnya. Lantaran mata pencaharian mereka mulai hilang akibat COVID-19 dan kebijakan physical distancing.

Tak tinggal diam, sejumlah jurnalis yang mengatasnamakan diri Wartawan Lintas Media (WLM) menggalang dana sejak Kamis (26/3/2020) untuk memberikan kebutuhan pangan kepada yang warga yang terkena dampak kebijakan akibat COVID-19, terutama untuk mereka yang membutuhkan.

Hingga 1 April 2020 kemarin, donasi yang terkumpul sebesar Rp 144.260.000. Dana tersebut kemudian dibelikan sembako, masker, hand sanitizer, madu, vitamin, dan uang cash yang mereka bagikan dalam satu paket.

Salah satu anggota WLM Ghina Ghaliya mengatakan, bantuan tersebut mereka peruntukan kepada pedagang kecil, pemijat tuna netra, supir transportasi umum, buruh harian, cleaning service alih daya, satpam, dan tunawisma.

Wartawan Jakarta Post ini mengaku alasan pihaknya melakukan gerakan solidaritas ini karena mendengar kondisi masyarakat di lapangan bahwa imbauan work for home (WFH) memengaruhi pendapatan mereka.

"Sebagai wartawan kami perlu cek juga kondisi sekarang. Jadi sebenarnya sekalian turun aja sih. Jadi sekalian lihat gimana kondisi riil di lapangan," kata dia kepada Tirto, Kamis (2/4/2020).

Mereka mulai membagikan bantuan tersebut pada Sabtu (28/3/2020) kemarin di kawasan Jakarta Selatan; Jakarta Pusat; dan Jakarta Barat. Disalurkan kepada 50 orang yang berhak: loper koran, pedagang aksesoris, kuli harian, pemulung, dan tunawisma.

"Kami keliling pakai mobil pribadi dan taksi, supaya bisa sekalian kasih rezeki ke sopirnya yang lagi sepi penumpang," tuturnya.

Sampai saat ini, kata Ghina, pihaknya masih membuka donasi bagi masyarakat yang ingin menyumbangkan dananya untuk kegiatan kemanusiaan ini. Kemungkinan akan terus digelar hingga masa pandemi ini selesai dan pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya secara merata.

Ke depan, Wartawan Lintas Media juga akan membagikan 56 paket sembako ke 36 KK di kolong jembatan Rawamangun, Jakarta Timur, 20 tunanetra di Jakarta Selatan melalui ojek online berdasarkan data yang mereka miliki. Selain itu, WLM juga akan mendonasikan 67 paket makanan siap santap ke supir taksi; bajaj; becak, pemulung, tunawisma di sepanjang jalanan ibu kota.

"Kenapa lewat ojol? Supaya abang ojol juga ikut terima rezekinya," tuturnya.

Ke depannya juga, kata dia, masih ada 80 tunanetra yang akan menerima donasi di daerah lainnya di Jakarta.

"Harapannya kaum miskin di kota bisa survive di situasi sekarang tanpa harus banyak habiskan waktu di luar, bisa kerja dengan aman dengan sembako yang kami berikan," terangnya.

Aksi solidaritas ini tak hanya datang dari kelompok, tetapi juga terdapat salah satu keluarga sederhana namun menyisihkan sejumlah rezekinya untuk warga di lingkungan sekitar yang membutuhkan.

Heksa Pamungkas, salah satu anggota dari keluarga itu memberikan sembako berupa beras, minyak, gula dan terigu yang dikemas dalam sebuah paket. Total yang disumbangkan sebanyak 20 paket sembako.

Sejumlah paket itu ia sumbangkan kepada warga sekitar yang kurang mampu dan pekerjaan informal: buruh cuci, ojek online, pedagang, ibu rumah tangga, dan lainnya di lingkungan RT 01, RW 06, Kelurahan Jelambar Baru, Jakarta Barat.

Alasan Heksa lebih memilih membagikan ke warga sekitar sederhana saja. Sebab mereka lah yang memang terlihat secara nyata membutuhkan uluran tangan dari sesama. Terutama mereka yang kehilangan mata pencaharian akibat COVID-19 dan kebijakan physical distancing pemerintah.

"Prinsipnya, berbagi saja di tengah kesulitan. Enggak muluk-muluk, hanya ingin meringankan beban tetangga sekitar yang terdampak pandemi COVID-19 secara sosial dan perekonomian," ujarnya kepada Tirto, Kamis (3/4/2020).

=====

Informasi seputar COVID-19 bisa Anda baca pada tautan berikut:

1. Ciri-Ciri Corona & Gejala COVID-19, Apa Beda dari Flu & Pneumonia?

2. Gejala Coronavirus Selain Demam dan Batuk: Tak Mampu Mencium Bau

3. Pentingnya Jaga Jarak di Tengah Pandemi COVID-19

4. 8 Cara Mencegah Penularan Virus Corona pada Lansia

5. Cara Deteksi Dini Risiko Covid-19 Secara Online

6. Update Corona Indonesia: Daftar Laboratorium Pemeriksaan COVID-19

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri