Menuju konten utama

Soedjono Prawirosoedarso: Guru Kebatinan yang Menjadi Anggota DPR

Raden Soedjono Prawirosoedarso adalah calon perorangan yang sukses mendapat satu kursi di DPR dan Konstituante dalam Pemilu 1955. Ia bukan politikus, ia guru kebatinan.

Soedjono Prawirosoedarso: Guru Kebatinan yang Menjadi Anggota DPR
Profil Soedjono Prawirosoedarso di buku Hasil Rakyat Memilih: Tokoh-tokoh Parlemen; 1956. FOTO/Istimewa

tirto.id - Pemilihan Umum 1955 membuka kesempatan kepada calon perorangan mengajukan diri sebagai anggota parlemen tanpa partai politik. Beberapa calon yang lolos di antaranya L.M. Idrus Effendi dari Sulawesi Selatan; Raja Keprabon dari Cirebon, Jawa Barat; dan Raden Soedjono Prawirosoedarso dari Madiun, Jawa Timur. Mereka biasanya punya banyak pengikut.

Meski tanpa bantuan mesin partai, hasil pemilihan menunjukkan, dalam pemilihan anggota Konstituante, Idrus Effendi mendapat 31.988 suara dan punya satu kursi di Konstituante. Raja Keprabon van Cirebon yang memperoleh 33.660 suara juga dapat satu kursi di Konstituante. Sementara itu, Raden Soedjono Prawirosoedarso meraih 38.356 suara dan berhak menduduki satu kursi di dewan penyusun konstitusi itu.

Dalam perebutan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Prawirosoedarso menempati peringkat ke-28 dengan 53.306 suara (sekitar 0,14 persen) dan punya satu kursi. Angka yang dicapainya itu adalah perolehan tertinggi yang dicapai kandidat perorangan yang tak berpartai.

Guru Kebatinan dengan Puluhan Ribu Pengikut

Prawirosoedarso bukan orang yang hidup sebagai politikus. Dia adalah guru kebatinan dengan puluhan ribu pengikut. Jadi, jauh sebelum parlemen Indonesia memiliki politisi cum tokoh kebatinan bernama Permadi pada awal 2000-an, sudah ada Soedjono Prawirosoedarso di era 1950-an.

Aliran yang ia ajarkan dinamakan "Ilmu Sejati". Hasil penelitian Clifford Geertz, yang ditulis dalam Agama Jawa: Abangan, Santri dan Priyayi dalam Kebudayaan Jawa (2017), menyebut bahwa Ilmu Sejati adalah "Ilmu yang mula-mula diajarkan oleh Nabi Muhammad. Kemudian diteruskan Imam Syafei, seorang yang datang dari Arab dan mengajarkannya kepada Haji Samsudin. Kemudian diteruskan Raden Prawirosoedarso, yang mempopulerkannya di Jawa serta mendirikan sekte itu di Madiun pada 1925” (hlm. 477).

Menurut Kamil Kartapradja dalam Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia (1985), gerakan Ilmu Sejati yang digagas Prawirosoedarso dan berjalan puluhan tahun itu berasal dari sokongan sukarela pengikut-pengikutnya juga sumber-sumber lainnya. Pernah ada buku yang diterbitkan pemerintah atas namanya pada 1980, Himpunan murid dan wirid Ilmu Sejati (hlm. 101). Di tahun tersebut, Prawirosoedarso sudah tiada, tapi ajarannya masih dilestarikan pengikutnya.

Sang Raden memimpin kelompoknya hingga meninggal dunia. Tatkala Pemilu 1955 berlangsung, menurut Kamil Kartapradja, “Jumlah pengikut Raden Prawirosudarso [...] kira-kira ada 100.000 orang.”

Pada 26 Maret 1956, ketika ditanya soal jumlah pengikutnya, Prawirosoedarso menyebut bahwa pengikutnya ada kira-kira 120.000 orang. Jumlah pengikut di atas 100.000 itu jelas bukan hal sulit bagi Prawirosoedarso untuk maju mencalonkan diri. Popularitasnya tak perlu diragukan lagi.

Buku Hasil Rakyat Memilih: Tokoh-tokoh Parlemen (1956: 322-323) menyebut, Prawirosoedarso lahir di Desa Sumberan, Madiun, 15 April 1975. Alamat asli di Desa Sukoarjo, Kecamatan Sadaran, Madiun. Di Jakarta, ia tinggal di Jalan Sabang XXXII.

Infografik Calon perorangan di pemilu 1955

Sekolah Cuma Sampai Kelas 3 SD

Beberapa sumber menyebut, Prawirosoedarso hanyalah lulusan kelas tiga Volkschool (sekolah rakyat) tahun 1890. Bisa sekolah meski cuma kelas tiga sekolah rakyat alias sekolah dasar di zaman itu sangatlah beruntung. Tak banyak jumlah sekolah, dan pastinya hanya segelintir orang Indonesia yang sekolah. Pernah juga dia magang di Kantor Karesidenan Yogyakarta pada 1896 dan mengabdi kepada K.R.M.T. Koesoem. Setelah jadi mantri candu di Yogyakarta, dia minta berhenti dengan hormat pada 1903. Setelahnya, pulang dan bertani di Babadan, Madiun.

Pada 1916, ia pernah belajar agama kepada Haji Samsudin dari desa Betet, Kabupaten Bojonegoro. Lama pelajarannya 3 tahun. Pengakuan Haji Samsudin, ilmu itu didapat dari Tanah Arab, dari seorang pengikut Syafi'i,” tulis Kamil Kartapradja (hlm. 98).

Dia mendalami Ilmu Sejati dan tak sampai satu dekade kemudian ia jadi guru aliran kebatinan itu. “Pada mulanya hanya terbatas di daerah kelahirannya di desa Sukorejo,” tulis Hilman Hadikusuma dalam Antropologi Agama: Pendekatan Budaya Terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Kong Hu Cu, di Indonesia. Bagian I (1993: 138).

Sang Raden juga pernah terlibat dalam aktivisme pergerakan nasional. Dia sempat ikut Sarekat Islam (SI) pada 1920. Tapi itu tidak lama. Waktu SI pecah jadi dua, Prawirosoedarso pun mengundurkan diri dari perkumpulan Islam yang lebih suka terpecah ketimbang bersatu dengan kaum kromo yang kiri dan merah.

Waktu terpilih sebagai anggota DPR merangkap Konstituante, usia Prawirosoedarso sudah menginjak 80. Dia anggota tertua dalam parlemen Indonesia kala itu. Setelah ia meninggal pada 25 Oktober 1961, ketika dirinya berusia 86, ajarannya masih lestari. Pengikutnya tak hanya di Madiun, tapi juga di kabupaten-kabupaten lain di Jawa Timur.

Baca juga artikel terkait SPIRITUALITAS atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan