Menuju konten utama

Sodomi Politis yang Menjegal Karier Anwar Ibrahim

Anwar Ibrahim belum lelah jadi oposisi bagi pemerintahan Malaysia. Harganya: persekusi hukum terkait tindak homoseksual sejak dua dekade silam.

Sodomi Politis yang Menjegal Karier Anwar Ibrahim
Anwar Ibrahim. The Malaysian Insider/Najjua Zulkefli

tirto.id - Kabar gembira menyapa bekas Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang kini masih mendekam di balik jeruji Penjara Sungai Buloh, Selangor. Pada tanggal 8 Juni mendatang ia akan menghirup udara bebas, demikian pernyataan direktur penjara Zulkifli Omar kepada awak media, Minggu (7/7/2018).

"Sejak tanggal pembebasannya jatuh pada 10 Juni yakni di hari Minggu dan 9 Juni akan adalah hari Sabtu, maka ia akan dibebaskan pada tanggal 8 Juni, yang merupakan hari Jum'at," kata Zulkifli sebagaimana dikutip Channel News Asia.

Anwar menjalani hukuman lima tahun untuk kasus sodomi sejak Februari 2015, namun sang politikus yang berusia 70 tahun itu mendapatkan pengurangan sepertiga waktu dari hukuman awal berdasarkan pertimbangan otoritas hukum Malaysia. 1000 hari lebih sang oposan rezim Perdana Menteri Najib Razak tinggal di balik bui. Publik di dalam dan luar negeri masih ingat situasi ini bukan yang pertama kali menimpa Anwar. Ibarat makan, Anwar bisa dikatakan sudah kenyang dirisak berbagai kasus.

Datuk Seri Anwar Ibrahim lahir di Bukit Mertajam dua tahun usai kemerdekaan Indonesia dan Semenanjung Malaya masih di bawah kekuasaan Inggris. Di akhir 1960-an hingga awal 1970-an Anwar termasuk generasi muda Malaysia yang aktif di dalam organ pergerakan. Orientasi politiknya condong ke arah Nasionalis-Muslim. Pernah ditangkap karena aksi protes keras melawan kemiskinan dan kelaparan di pedesaan. Era 1970-an ekonomi Malaysia memang masih loyo akibat turunnya harga karet.

Baca juga: Soeharto-Mahathir: Kemesraan Antara Indonesia-Malaysia

Karier politiknya terbangun dimulai dengan masuk ke partai penguasa United Malays National Organization (UMNO). Kharismanya segera menarik perhatian sang pendiri organisasi, Mahathir Mohamad. Posisi penting pertama Anwar adalah Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga pada tahun 1983, lalu beralih ke Kementerian Pertanian pada 1984 dan pada 1986 diangkat menjadi Menteri Pendidikan.

Pada tahun 1991 Anwar bertanggung jawab untuk posisi Menteri Keuangan. Malaysia menikmati pertumbuhan ekonomi yang baik dalam tahun-tahun ke depannya. Sejak 1993 ia juga diberi amanah sebagai wakil Mahathir Mohamad setelah Mahathir sukses merebut posisi Perdana Menteri.

Keduanya membangun hubungan yang mesra. Mahathir ingin Anwar meneruskan estafet kepemimpinan. Sebagai pamanasan, misalnya, Anwar ditunjuk menjadi PM pengganti selama Mahathir liburan selama dua bulan, demikian dalam arsip CNN.

Badai dalam hubungan Anwar-Mahathir datang saat Malaysia dan negara-negara tetangga terpapar krisis ekonomi di akhir tahun 1990-an. Kebijakan ekonomi di dua kepala politisi itu berbeda secara cukup radikal. Anwar lambat laun berubah status, dari anak menjadi musuh yang dianggap menyimpan bahaya untuk karier politik Mahathir. Anwar kala itu sudah punya nama yang cukup mentereng di dalam negeri sehingga punya kekuatan politik untuk menyaingi Mahathir.

Baca juga: Rencana Malaysia "Mempribumikan" India Muslim

Di masa yang pelik bagi masa depan ekonomi Malaysia dan korban krisis lain, tiba-tiba beredar sebuah buku yang berisi tuduhan vulgar terkait homoseksualitas dan korupsi kepada Anwar. Judulnya "50 Dalil Mengapa Anwar Ibrahim Tidak Bisa Menjadi Perdana Menteri". Ditulis oleh Khalid Jafri, mantan editor koran corong pemerintah Utusan Malaysia dan pemimpin redaksi dari sebuah majalah gagal, Harian Nasional.

Anwar memperoleh perintah dari pengadilan untuk mencegah penyebaran buku dan mengajukan tuntutan hukum kepada Khalid atas dasar penerbitan informasi palsu yang berbahaya. Polisi menanggapinya dengan mengadakan penyelidikan atas kebenaran dari isi buku. Sebuah skandal yang disebut koran Sydney Morning Herald sebagai "konspirasi politik yang terang-terangan" dan memancing reaksi serupa dari komunitas internasional.

Pada 20 September 1998 Anwar ditangkap atas tuduhan korupsi karena mengintervensi investigasi kepolisian atas kasus dugaan perilaku tak senonoh yang dituduhkan terhadapnya. Selama penangkapan ia juga sempat dipukuli hingga matanya lebam. Kasus ini berakhir dengan minta maaf dari pelaku, seorang petinggi kepolisian, dan pembayaran uang damai setelah pelaku dipenjara selama dua bulan.

Anwar dipecat dari kabinet Mahathir pada awal September 1998 dan tak lama kemudian ditendang dari UMNO. Setelah serangkaian persidangan, pada tanggal 14 April 1999 Anwar divonis enam tahun penjara karena korupsi dan pada 8 Agustus 2000 divonis sembilan tahun penjara karena sodomi.

Baca juga: Gara-gara Malaysia, Indonesia Keluar dari PBB

Lembaga-lembaga pegiat HAM internasional ramai-ramai mengkritik putusan tersebut. Amnesty International dan Human Rights Watch menyatakan keraguannya atas penegakan prinsip keadilan di persidangan.

Wakil Presiden Amerika Serikat Al Gore juga turut berkomentar miring atas vonis atas Anwar. Sementara Anwar menilai vonisnya dipengaruhi motif tersembunyi karena ia sebelumnya amat kritis dengan kronisme akut di tubuh pemerintahan Mahathir, Mahathir menilai kecaman pihak-pihak internasional sebagai sebuah intervensi asing.

Anwar memang cukup frontal terhadap Mahathir yang dinilai bertanggung jawab atas menyebarnya kultur nepotisme dan kronisme di tubuh Partai UMNO dan koalisi pemerintahan secara keseluruhan. Keduanya Anwar nilai sebagai sumber utama dari korupsi dan penyalahgunaan dana yang dikelola negara. Mahathir juga makin memusuhi Anwar karena Anwar pengkritik keras kebijakan proteksionisme yang dijalankan selama Mahathir berkuasa.

Putusan kasus sodomi Anwar dibatalkan sebagian oleh pengadilan pada tahun 2004, demikian catat BBC News, sehingga Anwar dibebaskan karena telah menjalani hukuman penjara untuk vonis kasus korupsi. Ia dilarang untuk terjun ke duna politik. Oleh karena itu Anwar aktif di dunia pendidikan dengan mengajar di sejumlah kampus ternama, salah satunya St. Anthony's College, Oxford, Inggris.

Dua tahun berselang ia berencana untuk kembali bertarung di pemilihan tahun 2008 setelah larangannya dicabut. Setelah memenangi pemilihan sela di Kota Permatang Pauh, Anwar kembali ke Parlemen dan memimpin barisan oposisi dengan lebih gagah kepada pemerintahan PM Abdullah Ahmad Badawi (yang saat itu tinggal satu tahun lagi sebelum digantikan oleh Najib Razak).

Baca juga: Isu Pribumi Amankan PM Malaysia dari Banjir Tuduhan Korupsi

Sayangnya, baru beberapa bulan membentuk dan membesarkan koalisi politik Pakatan Rakyat, Anwar kembali ditangkap atas tuduhan sodomi. Saat itu Hakim Ketua memutuskan bahwa bukti DNA yang digunakan dalam kasus tersebut kurang kuat, sehingga pada pada Januari 2012 tuduhan kepada Anwar digugurkan. Namun keputusan ini hanya bertahan dua tahun. Pada 4 Maret 2014 pengadilan banding memutuskan untuk mengembalikan putusan bersalahnya Anwar.

Infografik Badai Hampir Berlalu

Keputusan itu makin menegaskan kecaman lembaga-lembaga internasional bahwa Anwar adalah korban konspirasi politik, demikian laporan VOA. Apalagi pada satu itu Anwar sedang bersiap untuk bertarung dalam pemilihan sela pada tanggal 23 Maret 2014 di mana ia diprediksikan akan menang.

Pada 10 Februari 2015 Pengadilan Federal Malaysia menegakkan keputusan Pengadilan Banding dengan memutus hukuman penjara lima tahun untuk Anwar. Ia dikirim langsung ke Penjara Sungai Buloh, Selangor.

The Working Group on Arbitrary Detention, badan PBB yang terdiri dari para pakar HAM menyatakan penahanan tersebut bersifat ilegal dan mendesak agar Anwar segera dibebaskan, demikian lapor Guardian. Melalui laman resminya, Amnesty International bersikap serupa sembari menegaskan bahwa kriminalisasi aktivitas seks konsensual antara dua orang dewasa, termasuk sesama jenis, berlawanan dengan HAM internasional.

Mahathir Mohammad, sang rival utama, bahkan menyatakan dukungannya kepada Anwar. Dalam laporan Guardian awal Juli 2017, keputusan Mahathir dinilai lebih didasarkan kepada pertimbangan politik karena tahun ini Mahathir akan bertarung di bawah bendera oposisi Pakatan Harapan. UMNO sudah ia tinggalkan sejak pertengahan 2016.

"Keputusan pengadilan (vonis Anwar) jelas dipengaruhi oleh pemerintah (Najib), "kata Mahathir.

Baca juga: Upaya Mahathir Merangkul Sang "Malin Kundang"

Mahathir pun mengakui bahwa membuat Anwar sebagai musuh di akhir kekuasaannya dulu adalah sebuah kesalahan. Ia merasa memegang kekuasaan terlalu lama, sehingga transfer kepemimpinan kepada Anwar tidak berjalan mulus. Kini Malaysia justru dipimpin oleh Najib yang tersandung kasus korupsi senilai hampir 1 miliar dolar AS dan terjadi di dalam 1MDB, lembaga yang digadang-gadang akan dapat meningkatkan perekonomian Malaysia.

"Najib adalah kabar buruk bagi Malaysia. Bagi PM yang dituduh mencuri sejumlah besar uang, saya pikir itu adalah sesuatu yang tidak kita harapkan dari PM lainnya. Tentu tidak di Malaysia," lanjutnya.

Mahathir mengakui bahwa Najib menjadikan Malaysia makin otoriter sebab melestarikan penggunaan Undang-Undang Keamanan Internal era kolonial untuk memenjarakan lawan politik yang keras terhadap rezim. UU tersebut juga dipakai untuk mengetatkan hukum terkait demonstrasi dan pengaturan pers. Implementasi oleh Najib, kata Mahathir, lebih opresif dibanding eranya.

Musuh Mahathir dan Anwar saat ini sama: Najib Razak. Situasinya semakin menarik karena pemilu akan dilaksanakan pada bulan Agustus atau dua bulan sesudah Anwar bebas dari penjara. Dengan demikian ada kemungkinan keduanya akan mesra kembali.

Baca juga artikel terkait MALAYSIA atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Politik
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf