Menuju konten utama

Soal Slamet Ma'arif, BPN: Jika Tebang Pilih, Pemerintah Bunuh Diri

Mardani Ali Sera meminta aparat penegak hukum bertindak profesional dalam menangani kasus Slamet Ma'arif.  

Soal Slamet Ma'arif, BPN: Jika Tebang Pilih, Pemerintah Bunuh Diri
Anggota DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera. FOTO/Istimewa

tirto.id - Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mardani Ali Sera menyoroti penetapan Ketua Umum PA 212 Slamet Ma'arif sebagai tersangka kasus pelanggaran aturan kampanye.

Mardani mendesak aparat penegak hukum profesional dalam menangani kasus ini dan tidak tebang pilih mengusut perkara serupa. Dia mengingatkan jangan sampai penegak hukum mengusut kasus ini hanya karena Slamet merupakan pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Kalau ini [Kasus Slamet Ma'arif] tebang pilih, maka buat saya pemerintah bunuh diri, penegakan hukum bunuh diri. Mestinya semua dilakukan dengan penuh azas profesionalitas dan netralitas," kata Mardani di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan, pada Senin (11/2/2019).

Politikus PKS tersebut berharap proses hukum yang membelit Slamet segera dituntaskan oleh Polres Surakarta dan melimpahkannya ke persidangan. Dia juga memastikan BPN akan memberikan bantuan hukum kepada Slamet.

"Tentu kami turut bersedih karena Slamet Ma'arif niatnya baik. Tetapi, yang kedua, koridor hukumnya memang sudah ditetapkan sebagai tersangka, sehingga harus segera diproses di pengadilan dalam koridor hukum," ujar Mardani.

Slamet Maarif ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran jadwal kampanye Pemilu 2019 pada Minggu (10/2/2019). Orasi Slamet dalam acara Tabligh Akbar PA 212 di Surakarta pada 13 Januari lalu dinilai melanggar ketentuan kampanye. Sebab, dalam orasinya, Slamet sempat menyerukan agar peserta tabligh memilih Prabowo-Sandiaga.

Slamet diduga melangar Pasal 280 ayat (1) huruf a, b, d, e, f, g, h, i, j Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal itu melarang kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

Berdasar UU Pemilu, pelanggaran jadwal kampanye bisa dipidana penjara maksimal 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Baca juga artikel terkait PA 212 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom