Menuju konten utama

Soal Perppu KPK, Staf KSP: Jokowi Masih Meninjau Berbagai Argumen

Ifdhal Kasim mengatakan Presiden Jokowi sampai saat ini masih menimbang berbagai masukan, baik dari tokoh masyarakat dan elite-elite partai politik pengusungnya.

Soal Perppu KPK, Staf KSP: Jokowi Masih Meninjau Berbagai Argumen
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pendahuluan saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (3/10/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.

tirto.id - Presiden Joko Widodo sampai saat ini belum memutuskan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ifdhal Kasim menyebut belum ada kesimpulan yang diambil Jokowi terkait desakan publik soal Perppu KPK.

Menurut Ifdhal Presiden Jokowi sampai saat ini masih menimbang pelbagai masukan, seperti dari tokoh masyarakat dan elite-elite partai politik pengusungnya.

"Presiden sedang meninjau argumen yang ada sehingga nanti beliau akan memutuskan apakah mengeluarkan perppu atau tidak. Belum ada satu konklusi," kata Ifdhal dalam diskusi bertema 'Perppu KPK Diantara Tekanan Publik dan Jepitan Partai Politik' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2019).

Jokowi memang sempat bertemu dengan 41 tokoh masyarakat yang meliputi agamawan, budayawan, hingga pakar hukum pada Kamis (26/9/2019). Mereka menyarankan agar Jokowi menerbitkan Perppu KPK dan meyakinkan Presiden Jokowi memiliki landasan legal untuk mengeluarkan Perppu.

Sementara itu, Jokowi juga mengundang pimpinan partai koalisi pendukungnya yang ada di parlemen pada 30 September 2019. Seluruh parpol koalisi sepakat bahwa Jokowi tak perlu mengeluarkan Perppu KPK.

Padahal, kata Ifdhal, Presiden Jokowi saat itu hanya ingin mengetahui apakah memang ada kelemahan dalam UU KPK yang telah direvisi itu.

"Tapi ternyata dalam pertemuan itu partai lebih mendorong untuk tidak mengeluarkan perpu karena menganggap ini baru dikeluarkan. Dan kita tahu proses pembuatan UU itu dua-duanya (DPR dan pemerintah) terlibat," kata Ifdhal.

Setelah mendapatkan tekanan dari masyarakat, Presiden Jokowi akhirnya mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perppu (KPK) hasil revisi. Namun, upaya Jokowi ini tak didukung partai-partai pendukungya.

Senin (30/9/2019) para ketua umum partai koalisi dan sekjen ramai-ramai ke Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Banyak hal mereka bahas, tapi fokus utamanya adalah meminta Presiden Jokowi menjadikan Perppu sebagai pilihan terakhir.

"Kami tidak beri masukan secara spesifik. Hanya tentu partai politik menyampaikan bahwa opsi perppu harus menjadi opsi paling terakhir, karena ada opsi lainnya yang mesti dieksplor juga," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Opsi lainnya itu adalah legislative review dan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Legilative review yakni pemerintah dan DPR akan kembali membahas UU KPK hasil revisi dengan DPR dan mengganti pasal sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Menurut Arsul, Jokowi harus berpikir matang-matang dan tak terburu dalam mengambil keputusan apakah memang perlu menerbitkan Perppu atau tidak.

"Untuk selesaikan soal ini jangan sim salabim minta Perppu minggu ini maka perppu keluar juga minggu ini. Kan harus dikaji juga secara keseluruhan apa benar yang ada di revisi melemahkan atau itu persepsi-persepsi. Ya mari kita debatkan di ruang publik," tutur Arsul.

Penolakan mengeluarkan Perppu juga datang dari PDIP, partainya Jokowi. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDIP Yasonna H Laoly tetap meminta Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK.

"Sebaiknya jangan [terbitkan Perppu], tapi kan kewenangan menetapkan Perppu ada pada bapak presiden," ujar Yasonna di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz