Menuju konten utama

Soal Pembebasan Ba'asyir, Yusril: Saya Tunggu Perintah Presiden

Presiden Jokowi mengatakan, mekanisme pembebasan bersyarat adalah Abu Bakar Ba'asyir harus mau menandatangani janji setia kepada NKRI dan Pancasila.

Soal Pembebasan Ba'asyir, Yusril: Saya Tunggu Perintah Presiden
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras.

tirto.id - Advokat Yusril Ihza Mahendra mengaku sudah mengerjakan seluruh arahan Presiden Joko Widodo terkait pembebasan terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Namun, Yusril tidak mempermasalahkan apabila pembebasan tersebut harus ditunda.

Sebab, kata Yusril, apa yang dilakukannya selama ini merupakan perintah dari Presiden Jokowi. Untuk itu, ia mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah terkait pembebasan itu.

"Kalau ada sekarang ada perubahan di internal pemerintah, kewenangan pemerintah, saya tidak menyalahkan Pak Presiden [Jokowi], karena beliau sudah memerintahkan kepada saya," ucap Yusril di kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (23/1/2019).

"Ada perubahan di internal pemerintah, saya memahami itu, dan [keputusan itu] kembali ke pemerintah," lanjut dia.

Sejauh ini, kata Yusril, dirinya belum berkomunikasi dengan Abu Bakar Ba'asyir. Namun, ia sudah berkomunikasi dengan Menkopolhukam dan Kepada Staf Presiden Moeldoko.

"Jadi setelah ada pertemuan dengan Pak Wiranto, Pak Moeldoko, saya juga belum bertemu lagi dengan Pak Presiden, arahan dari beliau berikutnya saya belum dapat mengatakan apa-apa," tegasnya.

Yusril mengaku akan kembali mengkaji masalah ini apabila sudah mendapat arahan dari Presiden Jokowi.

"Saya ditugasi oleh presiden, sampai sini tugas saya sudah selesai. Kalau ada hal baru yang minta saya analisis atau saya kerjakan, ya saya kerjakan," lanjut dia.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyatakan, institusinya tidak bisa serta-merta membebaskan terpidana teroris Abu Bakar Ba'asyir, apabila tidak mau menandatangani perjanjian setia kepada Pancasila dan NKRI.

Menurut Yasonna, Kemenkumham perlu mempertimbangkan hal tersebut karena bisa berdampak kepada narapidana terorisme lainnya.

"Itu kan masalahnya kan fundamental, kalau nanti misalnya kita berikan kesempatan itu masih ada berapa ratus lagi teroris sekarang di dalam [tahanan]? [ada] 507 teroris di dalam, ya kan. Jadi itu yang menjadi kajian kita," kata Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

"Tidak mudah ini barang. Makanya dan ini kan menyangkut prinsip yang sangat fundamental buat bangsa, makanya kita sampai sekarang tidak [atau] belum memutuskan itu [pembebasan Ba'asyir]," lanjut Yasonna.

Senada dengan Menkumham, Presiden Jokowi juga mengatakan, mekanisme pembebasan bersyarat adalah Abu Bakar Ba'asyir harus mau menandatangani janji setia kepada NKRI dan Pancasila.

“Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan bersyarat. Syaratnya itu harus dipenuhi,” ujar Presiden Jokowi dikutip dari situsweb Sekretariat Kabinet RI, Selasa (22/1/2019).

Alasan pembebasan bersyarat, kata Jokowi, yakni kemanusiaan. Menurut dia, Abu Bakar Ba’asyir sudah tua dan kesehatannya terganggu.

Sampai saat ini pembebasan bersyarat masih dikaji pemerintah, karena Abu Bakar Ba’asyir tak mau mengakui Pancasila sebagai ideologi negara.

Menurut Jokowi, mekanisme pembebasan bersyarat harus dipenuhi, karena sangat mendasar dalam sistem hukum di Indonesia.

Baca juga artikel terkait PEMBEBASAN ABU BAKAR BAASYIR atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto