Menuju konten utama

Soal Pelanggaran HAM di Papua, Mahfud MD: Vanuatu Mengada-ada

Mahfud menegaskan Vanuatu bukan bagian dari Papua dan tidak mewakili keberadaan rakyat Papua.

Soal Pelanggaran HAM di Papua, Mahfud MD: Vanuatu Mengada-ada
Menkopolhukam Mahfud M. D. memberikan pidato saat peluncuran Islamic Law Firm di Jakarta, Jumat (25/10/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD tidak menerima atas pernyataan Perdana Menteri Republik Vanuatu, Bob Loughman, dalam Sidang Umum PBB ke-75.

Mahfud menilai pernyataan Loughman tentang Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua mengada-ada. Ia berkata Vanuatu bukan bagian dari Papua dan tidak mewakili keberadaan rakyat Papua.

"Itu hanya provokasi dari negara lain untuk mengambil keuntungan dari Papua lalu memfitnah di Indonesia ada pelanggaran HAM, itu juga kami tidak bisa [terima],” kata Mahfud dalam konferensi pers daring, Kamis (1/10/2020).

Mahfud mengklaim pemerintah Indonesia menjunjung HAM. Ia mengatakan undang-undang tentang HAM di Indonesia bertambah 11 pasal karena merespons kebutuhan pemenuhan hak asasi.

Bukti lainnya, lanjut Mahfud, Komnas HAM yang sebelumnya dibentuk berdasarkan keputusan presiden lalu berasaskan undang-undang.

“Kami tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari tuduhan pelanggaran HAM, tapi kami tidak konyol mau dituduh macam-macam," ujar Mahfud.

"Kalau ada tuduhan, [kami] proses dan kami sudah biasa melakukan pengadilan HAM, sudah berapa kali,” imbuhnya. Akan tetapi, Mahfud tak merinci pengadilan HAM yang dimaksud.

Dalam Sidang Umum PBB ke-75, Diplomat Indonesia Sylvani Austin Pasaribu mengkritik pernyataan PM Vanuatu Bob Loughman. Sylvani berkata Vanuatu tak perlu ikut campur masalah dalam negeri Indonesia.

Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritik cara pemerintahan Jokowi merespons tudingan Vanuatu.

Usman berkata Indonesia telah meratifikasi berbagai perjanjian internasional HAM. Apabila dibaca baik-baik, artinya, negara ini mengakui masalah HAM bukan lagi urusan domestik melainkan universal.

“Pemerintah Indonesia justru mesti membuka diri dengan menunjukkan upaya-upaya menegakkan HAM di Papua. Misalnya, menyajikan penjelasan disertai bukti meyakinkan tentang data penyelesaian kasus di Papua, termasuk janji Indonesia dalam sidang Dewan HAM PBB sebelumnya untuk menyelesaikan Kasus Wamena dan Wasior,” ucap Usman dalam keterangan tertulis pada Kamis (1/10/2020).

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan