Menuju konten utama

Soal Obat COVID-19, Kementan sampai BIN-Unair Overclaim dan Menipu?

YLKI menyebut banyak produsen 'obat COVID-19' mengklaim berlebihan dan menipu konsumen. Salah satunya adalah kalung eucalyptus Kementan.

Soal Obat COVID-19, Kementan sampai BIN-Unair Overclaim dan Menipu?
Petugas kesehatan menunjukan vaksin saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz

tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut banyak pembuat obat mengklaim berlebihan produknya dapat menyembuhkan Corona. “Badan POM hanya mengeluarkan izin sebagai imunitas, tapi mereka overclaim penyembuh segala macam,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi, Kamis (3/9/2020).

Selain klaim berlebih, ia juga menyebut itu sama saja “menipu konsumen.”

Dua contoh yang ia sebut adalah kalung bernama 'Anti Virus Corona Eucalyptus', dibuat oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian, dan serum anti COVID-19 dari Hadi Pranoto.

“Itu klaim tidak masuk akal dan tidak terbukti secara uji klinis. Kami minta pemerintah bertindak tegas,” ucap Tulus.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan kalung ini dapat mematikan Corona dengan kontak. Kontak 15 menit bisa membunuh 42 persen Corona. “Kalau setengah jam, dia bisa 80 persen,” klaim Syahrul di Kementerian PUPR, Jumat (3/7/2020) lalu.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Suwijiyo Pramono tidak memungkiri kalau eucalyptus, kandungan yang terdapat dalam kalung, bermanfaat bagi pasien COVID-19, yaitu melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak. Namun ia menegaskan eucalyptus hanya bersifat tambahan dari obat standar yang diberikan kepada pasien dalam proses penyembuhan, bukan sebagai obat utama.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Fadjry Djufry mengatakan “tidak ingin berpolemik” saat diminta tanggapan soal pernyataan YLKI. “Ini penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sedang proses uji klinis. Tunggu saja hasilnya,” katanya kepada reporter Tirto, Jumat (4/9/2020).

Sedangkan serum anti COVID 19 diklaim oleh Hadi Pranoto. Namanya ramai setelah diwawancarai Erdian Aji Prihartanto alias Anji. Hadi mengklaim telah menemukan “antibodi COVID-19.” Obat ini disebut-sebut mampu “mencegah dan menyembuhkan” Corona hanya dalam hitungan hari.

Banyak pernyataan Hadi--yang dipanggil 'profesor' oleh Anji--yang janggal, bahkan terkesan penipuan. Atau dalam istilah anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP, Nabil Haroen, lewat keterangan tertulis, Rabu (5/8/2020), “penyesatan informasi publik.” Misalnya, di BPOM merek ini disebut sebagai produk obat tradisional, sama sekali tak menyinggung Corona.

Dalam kesempatan yang sama Tulus juga mengingatkan “jangan ada upaya untuk mendegradasi protokol uji klinis” dalam setiap upaya pembuatan vaksin. “Karena itu menjadi keamanan keselamatan kita sebagai pasien atau calon pasien.”

Ia tidak memberi contoh upaya mendegradasi ini, namun kasus kandidat obat COVID-19 yang dibuat Universitas Airlangga (Unair) dan didukung TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN) dapat dijadikan rujukan.

Beberapa ahli menyebut riset tiga institusi ini nihil akuntabilitas. Pengajar di Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat UGM Riris Andono Ahmad mengatakan apa yang tak tampak dalam pengembangan obat tiga institusi itu adalah bagaimana rumitnya uji klinis dilakukan.

Sebaliknya, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa menegaskan kandidat obat COVID-19 yang ia buat dengan dua institusi lain “semua sudah memenuhi dengan science yang sudah didukung.”

Sementara Juru Bicara BIN Wawan Purwanto menyanggah ada pembohongan dalam perkara ini. “Sebelum lolos uji maka masih digunakan untuk kalangan sendiri dan tidak diperjualbelikan, jadi tidak ada unsur menipu konsumen. Kecuali itu diperjualbelikan sebelum lolos uji,” katanya.

Dampak

Dunia medis internasional telah menyepakati tahapan pembuatan vaksin, dari mulai uji klinis sampai uji etik yang diselenggarakan Komisi Etik Penelitian. Semua tahapan ini, kata Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede Surya Darmawan, harus dilaksanakan dengan benar untuk mendapatkan obat yang aman dan efektif.

Hasil uji juga dipublikasikan di jurnal dengan pengulasan ketat.

“Obat itu setelah unsur aktif diketahui secara teoretis dan material, maka harus diuji keamanannya. Kalau sudah aman, dilanjutkan ke aspek efektivitas,” katanya, Jumat. Obat-obat yang disebut di atas belum sampai atau sama sekali tidak mengindahkan prosedur ini.

Sementara epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan klaim sebuah produk bisa mengatasi virus COVID-19 memang bisa disebut penipuan. Dampak penipuan itu bisa fatal. Orang-orang akan semakin abai terhadap protokol kesehatan seperti pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan, padahal cara itulah yang sekarang paling efektif mencegah penularan.

Ia juga mengingatkan penemuan vaksin tidak menjamin pandemi hilang dalam waktu singkat. “Yang sekarang sering dipromosikan seakan vaksin bisa menyelesaikan pandemi secara ajaib. Itu bukan sihir, tapi jangka panjang,” jelas Pandu kepada reporter Tirto, Jumat.

Maka sebelum vaksin ditemukan, “protokol kesehatan masih harus diberlakukan.”

Baca juga artikel terkait OBAT CORONA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika & Vincent Fabian Thomas
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino