Menuju konten utama

Soal Isu Peretas Rusia, Ahli KPU: Situng Diretas 15 Menit Pulih

Ahli KPU menilai keamanan situs web KPU sudah cukup memadahi. Dari segi keamanan dan juga kenyamanan akses menurutnya juga telah berimbang.

Soal Isu Peretas Rusia, Ahli KPU: Situng Diretas 15 Menit Pulih
Hakim Mahkamah Konstitusi menunjukan sebagian bukti pihak pemohon yang belum bisa diverifikasi saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pd.

tirto.id - Ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Prof Dr Marsudi Wahyu Kisworo dalam lanjutan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 mengungkapkan bahwa jika ada yang meretas website KPU maka

Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang ada di website akan pulih dalam 15 menit.

"Situs web ini merupakan data situng yang sesunggungnya. kalau situs web ini diretas atau dirusak silahkan saja. Kalau kemarin ada kan katanya ada hacker Rusia, ada anak SMP ngrusak silahkan saja," katanya, Kamis (20/6/2019).

Menurut ahli IT yang mendesain sistem informasi KPU ini jika situs web KPU diretas, maka hasil situng pemilu yang ada di dalam web akan pulih dalam waktu cepat.

"Nanti 15 menit di-recovery juga balik lagi seperti semua, jadi tidak ada gunanya kita meretas situng yang ada di website itu," kata dia.

Oleh karena itu menurutnya keamanan situs web KPU sudah cukup memadahi. Dari segi keamanan dan juga kenyamanan akses menurutnya juga telah berimbang.

Marsudi menilai situng KPU yang sering dipermasalahkan memang bukan untuk penghitungan suara, tapi sekadar transparansi penyelenggara pemilu.

"Situng tidak dirancang untuk sistem penghitungan suara [...] tapi situng digunakan untuk transparansi," katanya.

Menurutnya memang banyak terjadi kesalahan di situng KPU. Yang pertama adalah input data tempat pemungutan suara yang bermasalah.

"Tapi tidak ada pengaruh pada perolehan suara," kata Marsudi.

Jumlah kesalahan model ini jenisnya paling banyak. Sedangkan yang kedua adalah kesalahan memasukan data perolehan suara.

"Misal jumlah perolehan 01 dan 02. Jumlah suara 01 A, jumlah suara 02 B, harusnya hasilnya C, tapi ditulis D," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri