Menuju konten utama

Soal Fatwa Haram PUBG, PSI: Ini Reaktif dan Terlalu Berlebihan

PSI menilai fatwa haram untuk permainan PUBG yang dikeluarkan MPU Aceh sebagai tindakan yang reaktif dan berlebihan.

Soal Fatwa Haram PUBG, PSI: Ini Reaktif dan Terlalu Berlebihan
Sejumlah peserta mengikuti perlombaan game Player Unknown’s Battle Grounds (PUBG) di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (22/6/2019). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas.

tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai fatwa haram untuk permainan Player Unknown's Battlegrounds (PUBG) yang dikeluarkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh sebagai tindakan yang reaktif dan berlebihan.

Hal itu disampaikan juru bicara PSI bidang Teknologi Informasi, Sigit Widodo, di Jakarta, Senin (24/6/2019).

Menurut Sigit, argumentasi MPU Aceh bahwa PUBG dapat mengubah perilaku dan mengganggu kesehatan penggunanya harus dibuktikan terlebih dahulu secara ilmiah.

“Apakah MPU Aceh sudah melakukan penelitian psikologis terhadap pengguna-pengguna PUBG? Kalau sudah, berapa sampel pengguna yang diambil sehingga mereka berani mengambil kesimpulan seperti itu?” ujarnya.

Sigit mengingatkan, PUBG termasuk game yang paling banyak dimainkan saat ini.

“Penggunanya ratusan juta dengan pemain aktif sekitar 100 juta orang. Kalau ada perilaku menyimpang yang ditunjukkan beberapa orang pengguna game ini, secara statistik jelas angkanya tidak signifikan. Saya pikir MPU Aceh terlalu cepat mengambil kesimpulan,” kata Sigit.

PSI memahami beberapa jenis game memang berbahaya jika dimainkan oleh anak-anak di bawah umur.

“Namun, fatwa haram juga tidak akan efektif mencegahnya. Kami lebih mendukung inisiatif Kominfo untuk membuat klasifikasi permainan interaktif elektronik,” ujar Sigit.

Kementerian Kominfo RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik.

Di akhir 2016, Kominfo juga merilis situs Indonesia Game Rating System (IGRS).

“Sayangnya hingga saat ini IGRS belum cukup efektif untuk mencegah anak-anak di bawah umur memainkan permainan-permainan dewasa,” ujar Sigit.

IGRS berfungsi seperti klasifikasi usia penonton film yang sudah diterapkan selama puluhan tahun di Indonesia.

“Ini sama seperti anak SD dilarang menonton film 17 tahun ke atas. Anak-anak SD tentu tidak selayaknya memainkan game yang mengandung kekerasan fisik atau yang mengandung konten seksual,” jelas Sigit.

Karena itu, PSI berharap Kominfo dapat lebih mengoptimalkan IGRS untuk mengurangi pengaruh negatif permainan elektronik pada penggunanya.

“Ini langkah yang lebih tepat ketimbang menggunakan fatwa haram. Ini bisa menjadi preseden yang buruk untuk industri game di Indonesia.

Sigit mengingatkan, pemerintah saat ini tengah berupaya mendorong industri kreatif di tanah air. Dengan 171 juta pengguna internet, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk industri permainan elektronik.

“Kita dapat menjadi negara primadona untuk industri game online. Fatwa haram terhadap permainan-permainan elektronik akan mengganggu perkembangan industri kreatif kita,” pungkas Sigit.

Baca juga artikel terkait FATWA HARAM MUI atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Maya Saputri
Editor: Agung DH