Menuju konten utama

SMRC: Aspek Agama Bukan Pengaruh Utama Pemilih Politik Indonesia

Hasil survei SMRC menunjukkan religiositas seseorang dalam memilih kandidat politik tidak berdampak signifikan.

SMRC: Aspek Agama Bukan Pengaruh Utama Pemilih Politik Indonesia
Sejumlah pengemudi jasa becak motor membawa sejumlah bendera partai melintas saat pendaftaran kandidat kepala daerah di Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (22/9). ANTARA FOTO/Rahmad/foc/16.

tirto.id - Pendiri lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani menyebut bahwa pengaruh religiositas seseorang dalam memilih kandidat politik baik dalam Pilkada, Pilpres hingga Pemilu tidak berdampak signifikan.

"Pengaruh religiositas dalam politik Indonesia memang ada, tapi terbatas," kata Saiful dalam rilis Bedah Politik di kanal Youtube SMRC TV, Senin (25/4/2022).

Saiful menilai bila aspek religiositas memiliki dampak signifikan seharusnya panggung-panggung politik lebih banyak diisi oleh partai berbasis keagamaan dibanding nasionalis.

"Kalau pengaruhnya besar, maka partai-partai seperti PKS akan membesar. Tapi sejauh ini, sejak Pemilu 1955, kekuatan politik identitas Islam semakin kecil. Dulu pada Pemilu pertama, 1955, gabungan partai-partai Islam di parlemen sekitar 46 persen. Sementara sekarang partai yang kelihatan kuat Islamnya hanya PKS dan PPP. Kalau dijumlahkan tidak lebih dari 15 persen," jelasnya.

Dalam surveinya, partai berbasis keagamaan hanya bisa unggul di beberapa lokasi tertentu saja. Seperti rumah ibadah atau lingkungan dengan mayoritas agama tertentu yaitu Islam.

"Sementara intensitas beribadah di rumah ibadah memiliki hubungan signifikan dengan perilaku politik warga, tapi terbatas pada PKS dan PDIP. Salat lima waktu juga demikian, berpengaruh tapi terbatas," terangnya.

Oleh karenanya, Saiful menyimpulkan bahwa kecenderungan orientasi politik masyarakat Indonesia saat ini lebih ke nasionalis namun tetap dengan dasar agama di dalamnya.

"Mengapa yang mendapatkan suara terbesar dalam setiap Pemilu adalah partai-partai nasionalis, yang orientasi keagamaannya moderat, walaupun religius," ujarnya.

Saiful mengungkapkan bahwa eskalasi politik identitas akan terlihat apabila dilakukan perbandingan antara dua partai dengan dua ideologi yang kontras seperti religius dan nasionalis.

"Sebetulnya yang paling kuat hubungannya dengan pilihan politik adalah identitas beragama. Walaupun pengaruhnya kuat, tapi terbatas. Kalau yang bersaing antara PKS dan PDIP, maka faktor identitas agama ini akan muncul. Tapi kalau, misalnya, yang bersaing adalah PDIP dengan Nasdem, faktor ini menjadi kurang penting," ungkapnya.

Dalam melakukan riset, untuk mengukur tingkat religiositas warga, SMRC menggunakan sejumlah indikator. Antara lain: intensitas beribadah di rumah ibadah, perasaan ketaatan pada perintah agama, frekuensi untuk mempertimbangkan agama dalam setiap pengambilan keputusan, intensitas menjalankan ritual keagamaan, dan identifikasi diri.

"Dalam tiga tipologi keagamaan yang dibuat oleh Clifford Geertz: santri, abangan, dan priyayi," jelasnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri