Menuju konten utama

Slamet Abdul Sjukur Mengubah Wajah Musik Kontemporer Indonesia

Slamet Abdul Sjukur adalah perintis musik kontemporer dan pernah berproses bersama grup yang dipimpin Pierre Schaeffer.

Slamet Abdul Sjukur Mengubah Wajah Musik Kontemporer Indonesia
Slamet Abdul Sjukur. foto/anatarnews

tirto.id - Slamet Abdul Sjukur memang telah tiada, tapi, seperti gajah yang meninggalkan gading, ia menuliskan rekam jejak yang tidak biasa dalam dunia musik kontemporer Indonesia. Ia bahkan mendapat penghargaan tertinggi dari pemerintah Perancis untuk musik dan sastra karena konsisten memajukkan musik di Indonesia.

Saking cinta terhadap musik, Slamet pernah berkata kepada anaknya, kalau seandainya Indonesia memiliki kebebasan beragama, ia akan mengisi kolom agama di KTP dengan musik. Sebab, menurut Slamet, musik bisa mengasah kepekaan manusia dalam bersosial.

“Musik itu kepekaan rasa, generasi yang dekat dengan musik akan menjadi orang yang tepo seliro,” kata Slamet seperti dikutip Kemendikbud.

Sikap yang tidak biasa itu membuatnya dipecat dari kursi dekan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) karena pemikirannya tentang musik belum bisa diterima oleh pemerintahan Orde Baru. Di sisi lain, ia juga berani menentang arus dengan menghapus dasar teori musik.

Menginjak usia ke 27 tahun, Slamet berangkat ke Paris untuk menekuni musik dengan bermodal beasiswa dari Kedutaan Besar Perancis di Jakarta. Selama di Paris, ia bergabung dengan kelompok Groupe de Recherches Musicales (GRM), yang dipimpin penemu musik-elektroakustik Pierre Schaeffer.

Dalam karya-karyanya, ia memakai desir angin, gesekan daun, gemericik air, bunyi gesekan sapu di jalanan, bunyi ketiak yang ditutup dengan telapak tangan, dan perbincangan orang-orang di sekitarnya dalam mengeksplorasi musiknya.

Selain itu, ia juga pernah membuat paduan suara dari orang-orang bersuara sengau dan mengumpulkan 200 anak pemulung sampah untuk bernyanyi sambil bermain instrumen bambu.

Thom Holmes dalam buku Electronic and Experimental Music: Technology, Music, and Culture (edisi ke V), juga menyebutkan bahwa Slamet Abdul Sjukur merupakan musisi Indonesia pertama yang mengenalkan musik elektronik.

"Sjukur adalah musisi Indonesia pertama yang mencebur dalam musik elektronik, bahkan sebelum synthesizer dikenalkan di Indonesia," tulis Holmes.

Pendapat Holmes ini merujuk pada karya Slamet berjudul Latigrak pada tahun 1963, komposisi musik balet yang dipadukan dengan gamelan. Karya ini dipentaskan di Paris, kota tempat Sjukur berproses bersama GRM (Groupe de Recherche Musicale) yang didirikan oleh musisi eksperimental Pierre Schaeffer. Sjukur baru menulis komposisi elektronik keduanya pada 1984, berjudul Astral.

Komposisi musik elektronik Latigrak ini juga digarap di studio milik kelompok yang didirikan Schaeffer di Paris.

Dalam artikel Bob Gluck yang pertama kali terbit di The Electronic Music Foundation Institute pada 2006 silam juga menyebut, setelah Sjukur, era musik elektronik di Indonesia masuk pada gelombang kedua yang berlangsung di dekade 1970-an.

Saat itu, cukup banyak musisi Indonesia yang membuat album musik elektronik. Salah satu faktor pendorongnya adalah alat musik elektronik semisal synth yang semakin mudah untuk diakses.

Itulah sekelumit kisah tentang Slamet Abdul Sjukur di bidang musik yang karena ketekunannya juga mendapat Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan dari Pemerintah Indonesia.

Baca juga artikel terkait MUSIK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Musik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH