Menuju konten utama

SKK Migas Ungkap Sebab Lifting 2019 Terendah dalam 5 Tahun Terakhir

Realisasi lifting migas tahun 2019 anjlok dan mencapai tingkat terendah dalam 5 tahun terakhir.

SKK Migas Ungkap Sebab Lifting 2019 Terendah dalam 5 Tahun Terakhir
Sumur 19 Sukawati pad A di Desa Campurejo, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Jawa Timur, Selasa (17/7/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Realisasi produksi siap jual atau lifting minyak dan gas (migas) tahun 2019 anjlok dan mencapai tingkat terendah dalam 5 tahun terakhir.

Sepanjang 2019, realisasi lifting migas keseluruhan hanya menyentuh 1.806 juta barel ekivalen minyak per hari atau million barrel oil eqivalent per day (mboped)—jauh di bawah target ABPN 2019 sebanyak 2.025 mboepd.

Capaian ini juga lebih rendah dari tahun sebelumnya yang sempat menyentuh posisi terendah kedua dalam 5 tahun terakhir di angka 1.917 mboped.

Meski demikian, pada tahun 2020 Kementerian ESDM memasang target lebih tinggi yaitu di angka 1.946 mboepd.

“Realisasi lifting migas 2019, 90,5 persen dari target APBN,” ucap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Dwi Soejipto di kantornya, Kamis (9/1/2020).

Rendahnya capaian litfing selama 2019 ini kompak disebabkan baik oleh minyak bumi dan gas bumi.

Capaian lifting minyak hanya menyentuh 746 mbopd atau hanya 96,3 persen dari Target APBN 2019 senilai 775 mbopd. Nilai ini juga menjadi yang terendah dalam 5 tahun terakhir usai sempat anjlok di tahun 2015 dengan capaian 779 mbopd.

Sementara itu, capaian lifting gas bumi hanya menyentuh 1.060 mboped atau 6.434 Juta Standar Kaki Kubik per Hari atau Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Menurut data SKK Migas capaiannya hanya 84,8 persen dari target APBN 2019 senilai 7.000 mmscfd.

Sama halnya dengan minyak bumi, capaian tahun 2019 menjadi yang terendah juga dalam 5 tahun terakhir setelah capaian terendah di 2018 di angka 1.139 MBOPED.

Dwi menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya capaian ini. Dari sisi minyak bumi, ia menyebutkan produksi minyak 2019 terdampak sejumlah peristiwa kebocoran seperti lapangan YY di blok Offshore North West Java (ONWJ) milik Pertamina di laut Karawang.

Sederet peristiwa kebocoran pipa juga ikut berpengaruh seperti kebocoran pipa yang dialami PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Riau.

Masalah lainnya mencangkup kelistrikan di Blok Offshore Southeast Sumatra (OSES) milik Pertamina Hulu Energi, kebakaran hutan di Riau yang mengganggu produksi PT CPI, munculnya gas beracun H2S di Husky-CNOOC Madura (HCML) sampai kendala lifting di blok Mahakam.

Sementara kekurangan lifting gas, kata Dwi, terjadi akibat persoalan harga gas yang sangat rendah di 2019. Lifting gas, kata Dwi, juga terdampak oleh insiden kebocoran gas di YY-ONWJ.

“Mahakam juga ONWJ. Untuk lifting minyak penyebab terjadi kekurangan lifting utamanya di situ,” ucap Dwi.

Baca juga artikel terkait SKK MIGAS atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana