Menuju konten utama

Skenario Merpati Airline Lunasi Utang sebelum Terbang Lagi

Merpati berharap suntikan dana sebesar Rp6,4 triliun dapat mengembalikan geliat bisnis maskapai, sekaligus mengembalikan utang mereka ke kreditur.

Skenario Merpati Airline Lunasi Utang sebelum Terbang Lagi
Pesawat penumpang dari maskapai Merpati Nusantara Airlines. FOTO/Wikipedia.

tirto.id - Keinginan manajemen Merpati Airlines kembali terbang pada 2019 semakin terbuka usai Pengadilan Negeri Niaga Surabaya mengabulkan proposal perdamaiannya, Rabu (14/11/2018). Namun, PT Merpati Nusantara Airline harus melunasi utang-utangnya terlebih dahulu.

Rencana maskapai pelat merah terbang kembali pada 2019 ini pertama kali diumumkan langsung Direktur Utama Merpati Airlines Capt. Asep Ekanugraha, pada Ahad (11/11). Rencana ini sebagai tindak lanjut dari penandatanganan perjanjian transaksi penyertaan modal bersyarat dengan PT Intra Asia Corpora selaku investor pada 29 Agustus 2018.

Namun, sejumlah pertanyaan muncul mengiringi rencana kebangkitan kembali Merpati Airline ini. Sejak 1 Februari 2014, Merpati berhenti beroperasi karena terlilit masalah keuangan. Kondisi ini bikin Merpati tak mampu memenuhi hak para karyawannya.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), misalnya, pendapatan perusahaan sejak 2009 hingga akhir September 2013 lebih kecil dari biaya operasionalnya. Kondisi semacam itu yang lantas membuat maskapai terlilit utang kepada sejumlah kreditur.

Beberapa kreditur tersebut, ialah: PT Pertamina (Persero), PT Bank Mandiri Tbk, PT Perusahaan Pengelola Aset, hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sampai dengan Juli 2018, beban utang yang harus ditanggung Merpati mencapai Rp10,7 triliun. Sedangkan nilai asetnya hanya sebesar Rp1,2 triliun dan ekuitasnya tercatat minus Rp9 triliun.

Dengan jumlah utang sebesar itu, Merpati berharap suntikan dana dari PT Intra Asia Corpora sebesar Rp6,4 triliun dalam kurun waktu dua tahun, dapat mengembalikan geliat bisnis maskapai, serta mengembalikan utang kepada kreditur.

Harapan itu semakin terbuka usai perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Merpati yang digelar Pengadilan Negeri Niaga Surabaya menghasilkan putusan homologasi. Dengan demikian, hakim mengesahkan persetujuan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.

Kuasa hukum Merpati Airlines Rizky Dwinanto menegaskan penyelesaian utang bakal menjadi prioritas setelah putusan homologasi dikeluarkan. Kendati tidak merinci cara untuk melunasinya, Rizky memastikan kliennya akan mengembalikan utangnya kepada kreditur.

“Terkait utang-utang akan diselesaikan sesuai dengan proposal perdamaian. Ada skema yang akan dijalankan. Sudah siap,” kata Rizky kepada reporter Tirto, Rabu siang.

Menurut Rizky, pertimbangan dari munculnya putusan homologasi tersebut karena majelis hakim melihat kesungguhan Merpati agar bisa bangkit lagi. Salah satunya tercermin dari adanya jaminan pelaksana yang berfokus pada kreditur serta memfasilitasinya dengan proposal perdamaian.

Berdasarkan rapat dengan kreditur yang berlangsung pada 31 Oktober 2018, Merpati sempat menemui kendala mengingat Kemenkeu, selaku pemegang jaminan dengan tagihan terbesar, menolak perjanjian damai.

Menanggapi hal itu, Rizky menegaskan Merpati akan berdiskusi lebih lanjut dengan Kemenkeu. Ia pun menekankan putusan pengadilan ini bukan berarti penolakan dari Kemenkeu tidak berpengaruh.

“Kemenkeu sebagai kreditur kami tentu tidak bisa kami kesampingkan. Kami akan melakukan bagaimana caranya agar ini tidak lantas menimbulkan efek,” kata Rizky.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan lembaganya menolak perjanjian damai. Ia menyatakan Kemenkeu bakal mendukung kebangkitan kembali Merpati apabila investor yang menyuntikkan dana benar-benar kredibel dan maskapai mampu memiliki nilai ekonomis, serta kegiatan yang menunjang pemulihan keuangannya.

“Pada prinsipnya kami ingin seluruh kekayaan Indonesia, yang dimiliki negara maupun juga tagihan, dalam hal ini. Idealnya kami berharap perusahaan ini bisa direvitalisasi secara kredibel,” kata Sri Mulyani, di kantornya, Jakarta, Senin (12/11).

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengingatkan pentingnya rekam jejak investor guna memberikan nilai tambah pada bisnis Merpati yang sedang mati suri. Ia pun mendorong agar PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) selaku agen restrukturisasi Merpati dapat melakukan due diligence terhadap skenario apapun yang ditawarkan untuk merevitalisasi bisnis maskapai pelat merah itu.

Respons Kemenhub

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku belum menerima pengajuan pengoperasian kembali maskapai Merpati. Namun demikian, ia mendukung pengoperasian kembali maskapai yang sebelumnya beroperasi paling banyak untuk wilayah timur itu.

“Belum ada aplikasi yang langsung ke kami,” kata Budi Karya di sela rapat koordinasi Kemenhub, di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (13/11/2018).

Budi Karya menuturkan, manajemen Merpati harus memenuhi sejumlah persyaratan, seperti ketersediaan armada, adanya awak serta pilot dan kondisi keuangan perusahaan yang sehat. Selain itu, kata Budi, aspek keselamatan dan keamanan merupakan hal yang terpenting, sehingga harus dipenuhi.

“Ya, memang kami berharap merpati recover, tapi syarat-syarat umum penerbangan harus diikuti, artinya harus punya armada, punya awak, pilot harus dipenuhi,” kata dia.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz