Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Skema Subsidi Kendaraan Listrik & Orang-Orang di Balik Produsen

Berdasarkan data Tim Riset Tirto, ada beberapa pengusaha dan pejabat publik yang punya keterkaitan dengan ekosistem kendaraan listrik.

Skema Subsidi Kendaraan Listrik & Orang-Orang di Balik Produsen
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (tengah), Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril (kiri) dan Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura dan Bali PLN Haryanto W.S (kanan) berbincang di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging, Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.

tirto.id - Pemerintah akan memberikan bantuan atau subsidi pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk sepeda motor dan mobil. Bantuan tersebut mulai efektif diberikan pada 20 Maret 2023 dan berlaku sampai akhir Desember 2023.

Untuk sepeda motor, pemerintah menyiapkan sedikitnya Rp1,75 triliun. Bujet ini diperuntukan untuk 250.000 ribu unit motor listrik dengan masing-masing bantuan senilai Rp7 juta. Rinciannya: 200.000 unit untuk sepeda motor listrik baru. Sementara 50.000 untuk konversi sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil ke listrik.

Pemerintah juga akan memberikan bantuan pembelian kendaraan listrik sebanyak 35.900 unit untuk roda empat atau mobil dan bus sebanyak 138 unit. Anggaran ini nantinya akan disiapkan dan dihitung lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan selaku bendahara umum negara.

“Bantuan ini langsung ke produsen. Kalau ke konsumen nanti digunakan nggak benar,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (6/3/2023).

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, skema penyaluran bantuan insentif tersebut dimulai dari produsen yang mendaftarkan jenis kendaraan listrik. Produsen wajib memenuhi nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 40 persen sebagaimana disyaratkan dalam sistem.

Sejauh ini sudah ada dua produsen kendaraan roda empat yang memenuhi syarat tersebut, yaitu Hyundai dan Wuling. Sementara untuk kendaraan roda dua, ada Gesits, Volta, dan Selis yang telah memenuhi syarat TKDN 40 persen.

Gesits sendiri dikuasai oleh Idonesia Battery Corporation (IBC), Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Baterai. IBC resmi menjadi pemegang saham pengendali PT WIKA Industri Manufaktur atau Wima (produsen motor listrik Gesits).

Hal ini setelah IBC resmi mengakuisisi saham milik PT Wijaya Karya Industri dan Konstruksi (WIKON) yang merupakan anak usaha dari PT Wijaya Karya (WIKA) pada Desember 2022.

IBC menggenggam kepemilikan Wima sebesar 53,93 persen. Saham WIKON di Wima terdilusi menjadi 46,04 persen. IBC saat ini dikomandoi oleh Toto Nugroho, mantan Presiden Direktur PT Pertagas.

KENDARAAN DINAS DENGAN ENERGI LISTRIK

Pengunjung mengamati sejumlah kendaraan motor dinas Pemerintah Kota Bogor yang menggunakan energi listrik saat dipamerkan di Balaikota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/11/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.

Sementara PT Volta Indonesia Semesta merupakan perusahaan patungan PT NFC Indonesia Tbk. (NFCX, bagian dari MCAS Group) dan SiCepat. Perusahaan yang memproduksi motor listrik bermerek Volta ini dikomandoi oleh Direktur Willty Awan Wijaya, mantan General Manager Tossa Shakti (perusahaan otomotif yang memproduksi sepeda motor kargo roda tiga).

Sedangkan Selis merupakan merek motor listrik besutan PT Juara Bike, anak usaha PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS). Tjoa King Hoa (Komisaris Utama SLIS) menggenggam 3,75 persen saham SLIS. Kepemilikan tidak langsungnya mencapai 56,25 persen lewat PT Selis Investama Indonesia (SII) yang merupakan pengendali perusahaan.

“Produsen tersebut mendaftarkan kepada kami jenis kendaraan yang akan dimasukkan dalam program ini," kata Agus.

Kemudian, lembaga verifikasi akan melakukan verifikasi terhadap VIN atau Vehicle Identification Number, yang disesuaikan dengan TKDN. Selanjutnya dilakukan pendataan, dealer akan berkoordinasi dengan Himbara mengenai proses verifikasi, hingga pembayaran pergantian atau klaim diberikan kepada produsen.

Sedangkan alurnya bagi calon konsumen, pembeli cukup datang ke dealer dan diperiksa Nomor Induk Kendaraan (NIK) untuk dicek apakah berhak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan insentif.

Apabila setelah dicek dalam sistem mereka berhak, pembeli akan langsung mendapatkan potongan harga. Dealer meng-input sesuai prosedur dan mengajukan klaim insentif ke Himbara.

“Himbara kemudian memeriksa kelengkapan. Apabila semua selesai, Himbara lalu membayar penggantian insentif bantuan ke produsen. Ini untuk permudah kami melakukan kontrol," katanya.

Peluang Penyalahgunaan

Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah melihat, ada celah penyalahgunaan ketika skema bantuan pembelian itu diberikan langsung kepada produsen. Salah satunya transaksi penjualan secara fiktif dilakukan oleh para produsen.

"Pasti ada peluang penyalahgunaan," kata Piter kepada reporter Tirto, Rabu (8/3/2023).

Piter meminta pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasan secara ketat dalam pemberian bantuan kendaraan listrik lewat produsen. Hal ini penting agar penjualan tersebut tidak fiktif serta dinikmati para produsen.

"Yang harus diperkuat mekanisme pengawasannya," imbuhnya.

Dalam hal ini, kata Piter, pemerintah bisa mengembangkan aplikasi digital agar terlacak. Misalnya pembelinya siapa, penjualnya siapa, kapan, berapa harga, dan berapa subsidi yang diberikan.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani justru melihat, ada unsur politik dan kepentingan lain di balik pemberian subsidi kendaraan listrik di dalam negeri. Hal ini tidak lepas dari keterlibatan pejabat maupun pengusaha yang telah berkecimpung di industri kendaraan listrik.

"Nah, ini jadi kita bisa melihat di sini mohon maaf ya, preferensi politik juga kan, siapa sih yang punya kepentingan sama motor listrik, ya saya enggak mau ngomong, Anda bisa duga sendiri deh, gitu kan," tuturnya dalam acara seminar Indef.

 ekosistem kendaraan listrik

Kevin Aluwi, CoFounder dan CEO Gojek sekaligus Direktur Electrum, saat sedang menjelaskan motor listrik yang digunakan mitra Gojek kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo disela-sela acara peluncuran kolaborasi pengembangan ekosistem kendaraan listrik antara Electrum, Pertamina, Gogoro, dan Gesits, Jakarta, Selasa (22/2). FOTO/Dok.Rilis

Berdasarkan data Tim Riset Tirto, memang ada beberapa pengusaha serta pejabat publik yang punya keterkaitan dengan ekosistem kendaraan listrik. Pertama, Arsjad Rasjid. Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (KADIN) ini merambah bisnis kendaraan listrik lewat PT Indika Energy Tbk. Perusahaan energi berkode emiten INDY tersebut melalui anak usahanya, PT Ilectra Motor Group (IMG), memproduksi motor listrik bermerek ALVA.

Arsjad Rasjid merupakan Direktur Utama INDY dengan kepemilikan 1,20 juta unit saham atau sekitar 0,023 persen (data per akhir Januari 2023). Arsjad Rasjid sempat menjadi Ketua Steering Committee kegiatan silaturahmi bersama untuk relawan Jokowi yang tergabung dalam Nusantara Bersatu.

Dalam jajaran komisaris INDY, nama Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal periode 2016-2019) tercatat sebagai komisaris independen. Namun Eko tidak menggenggam kepemilikan saham INDY.

Kedua, Moeldoko. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) ini pada 2017 mendirikan PT Mobil Anak Bangsa Indonesia (MABI). Produk yang dihasilkan mulai dari bus listrik hingga motor listrik Electro. Moeldoko tercatat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo).

Ketiga, Bambang Soesatyo. Ketua MPR ini merupakan Ketua Dewan Pengawas Periklindo dan Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI). Pria yang akrab disapa Bamsoet bersama IMI mengembangkan motor listrik BS Electric yang diproduksi oleh PT Bhakti Satia Elektrik. Instagram pribadi Bamsoet serta artikel di situs MPR kerap menggencarkan publikasi branding seputar BS Electric, salah satunya saat Bamsoet menghibahkan 10 motor listrik BS Electric ke Korlantas Polri.

Keempat, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia secara khusus ditunjuk oleh Presiden Jokowi sebagai koordinator penggunaan kendaraan listrik, tertuang dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2022. Di luar mandat itu, Luhut masuk dalam ekosistem kendaraan listrik melalui perusahaan yang didirikannya, PT Toba Sejahtra.

PT Toba Sejahtra per akhir Januari 2023 menggenggam 9,976 persen kepemilikan (sekitar 804,92 juta unit saham) di PT TBS Energi Utama (TOBA). Manajemen Toba Sejahtra sebelumnya menekankan bahwa Toba Sejahtra merupakan pemegang saham pasif di TOBA, tidak memiliki perwakilan dalam kepengurusan atau manajemen TBS.

Di sisi lain, ada nama Pandu Patria Sjahrir, yang diketahui merupakan keponakan dari Luhut. Pandu Sjahrir, yang Wakil Direktur Utama TOBA, menggenggam 0,094 persen (sekitar 7,63 juta unit) saham TOBA.

TOBA bersama dengan Gojek mendirikan perusahaan patungan (joint venture) Electrum (PT Energi Kreasi Bersama), di mana Pandu Sjahrir menjadi direktur utamanya. Electrum berencana membangun manufaktur motor listrik, teknologi pengemasan baterai, infrastruktur penukaran baterai, dan pembiayaan kepemilikan kendaraan listrik. Gesits sendiri merupakan salah satu mitra dari Electrum.

Kelima adalah Keluarga Bakrie. PT VKTR Teknologi Mobilitas, anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR) pada 23 Desember 2022, menggandeng PT Gaya Abadi Sempurna Tbk. (SLIS), induk usaha PT Juara Bike, produsen kendaraan listrik dengan merek Selis. VKTR bersama SLIS akan memproduksi empat tipe sepeda motor listrik, yakni V, K, T dan R.

Adapun Anindya Novyan Bakrie (Anin Bakrie) merupakan Chairman PT VKTR Teknologi Mobilitas. Ketua Dewan Pertimbangan Kadin itu juga menjabat sebagai Direktur Utama BNBR. Sementara itu, sang adik (Anindra Ardiansyah Bakrie atau Ardi Bakrie) duduk di kursi Wakil Direktur Utama BNBR.

Terakhir yaitu Hartono Bersaudara. PT Hartono Istana Teknologi atau Polytron yang didirikan oleh Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono ikut menghadirkan produk motor listrik.

Luhut Binsar Pandjaitan

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Senin (6/3/2023). tirto.id/Dwi Aditya Putra

Reformasi Kebijakan

Terlepas dari hal itu, Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik pemberian insentif ini untuk mendorong adopsi kendaraan listrik dan menumbuhkan industri kendaraan listrik dalam negeri. Sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih berkelanjutan, dan mengurangi laju permintaan BBM.

Namun untuk mendorong adopsi kendaraan listrik yang lebih agresif dan menjamin efektivitas insentif diperlukan sejumlah reformasi kebijakan. Di antaranya pengurangan subsidi BBM dan kebijakan untuk menghentikan secara bertahap (phase-out) kendaraan BBM, mulai dari kendaraan penumpang (passenger car) sebelum 2045, dan motor konvensional.

IESR memandang, meskipun reformasi kebijakan tersebut bukan kebijakan populis, tapi perlu diambil oleh pemerintah dengan pertimbangan yang dalam.

Penggunaan kendaraan listrik juga merupakan strategi untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC), dengan target adopsi kendaraan listrik roda dua dan roda tiga mencapai 13 juta unit dan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2 juta unit pada 2030.

“Diharapkan dengan ini dapat tercapai skala keekonomian produksi kendaraan listrik dan mendorong kompetisi yang bisa berdampak pada penurunan harga kendaraan listrik sehingga mendongkrak adopsi kendaraan listrik lebih banyak lagi,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dalam rilisnya.

Sementara itu, Analis International Institute for Sustainable Development (IISD), Anissa Suharsono menilai, kebijakan insentif dalam bentuk potongan harga untuk pembelian maupun konversi unit adalah skema yang umum dan wajar dilakukan dan sudah banyak diadopsi beberapa negara lain.

Namun, kata dia, dalam merancang skema bantuan untuk mendorong adopsi kendaraan listrik, perlu diperhatikan. Misalnya skema ditujukan untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik, dan bukan penambahan jumlah mobil di jalan.

“Sehingga harus diikuti dengan skema pembatasan jumlah mobil pribadi dan peningkatan kualitas transportasi publik, termasuk mendorong elektrifikasi transportasi publik," katanya dihubungi terpisah.

Pemerintah, kata dia, bisa mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM yang berhasil dihemat melalui skema ini untuk membiayai pengembangan ekosistem kendaraan berbasis listrik. Seperti penyediaan charging infrastructure di lokasi-lokasi strategis.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz