Menuju konten utama

Situs JDIH Setneg Masih Sulit Diakses Usai UU Ciptaker Diunggah

Masyarakat bisa mendapatkan salinan resmi UU Ciptaker di situs JDIH Sekretariat Negara, tetapi saat ini sulit diakses.

Situs JDIH Setneg Masih Sulit Diakses Usai UU Ciptaker Diunggah
Kendaraan melintas di dekat mural Omnibus Law di Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Jumat (30/10/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/pras.

tirto.id - Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo, Senin (2/11/2020) malam. Pemerintah pun sudah mengunggah dokumen undang-undang yang diberi nomor 11 Tahun 2020 itu di situs Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Sekretariat Negara dengan alamat jdih.setneg.go.id sejak Senin (2/11/2020) malam. Namun laman tersebut kini sulit diakses.

Dalam pantauan reporter Tirto, Selasa (3/11/2020) hingga pukul 11.43 WIB, situs jdih.setneg.go.id masih sulit untuk diakses. Tulisan peringatan "This Site Can't be Reached" yang muncul saat mencoba untuk membuka situs ini.

Padahal laman tersebut sempat terakses pada pukul 00.14 WIB di hari yang sama. Diduga tingginya masyarakat yang ingin mengunduh salinan UU Cipta Kerja membuat situs JDIH Setneg sulit untuk dibuka.

Hingga saat ini, pihak Sekretariat Negara belum merespon perihal tak bisa diaksesnya laman jdih.setneg.go.id. Menteri Sekretariat Negara Pratikno maupun Sekretaris Sekretariat Negara Setya Utama belum merespon pesan singkat terkait kesulitan akses tersebut.

Undang-Undang omnibus law Cipta Kerja (UU Ciptaker) resmi disahkan dalam lembar negara dengan nomor UU 11 tahun 2020. UU Ciptaker resmi berlaku setelah ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 2 November 2020.

Saat dilihat, setidaknya ada 1.187 halaman dengan 769 halaman berisi tentang isi pasal dan tandatangan Presiden Jokowi. Sisanya merupakan penjelasan dari isi pasal-pasal yang diubah dalam UU Ciptaker.

Beberapa pasal kontroversial pun terlihat seperti pada draf sebelumnya. Sebagai contoh, UU Ciptaker tetap menghapus pasal 89 UU Ketenagakerjaan yang mengatur soal upah minimum provinsi dan kabupaten kota. Pemerintah mengubah ketentuan upah minimum dengan pasal 88B UU Ciptaker bagian ketenagakerjaan, yakni ketentuan upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil, serta pasal 88C yang menyatakan gubernur mengatur upah minimum provinsi serta upah minimum kabupaten kota dengan syarat tertentu.

Kemudian, UU Ciptaker yang disahkan menegaskan penghapusan pasal 167 ayat 5 dan pasal 184 dalam UU Ketenagakerjaan tentang kewajiban pengusaha yang tidak tidak mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun.

Kemudian UU Ciptaker resmi mengatur tentang pejerja waktu tidak menentu. Hal tersebut diatur dalam pasal 59 UU Ciptaker klaster Ketenagakerjaan. Pasal ini tidak berubah seperti pada draf sebelumnya.

Selain itu, UU Ciptaker juga menghapus pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Poin ini sebelumnya sempat menjadi kontroversi karena diatur dalam pasal 40 angka 7 UU Ciptaker saat diserahkan kepada Istana, tetapi diminta dihapus oleh Sekretariat Negara.

Meski diklaim sudah dirapihkan sebelum ditandatangani Presiden Jokowi, publik kembali menemukan sejumlah kesalahan pengetikan dalam UU Ciptaker. M. Isnur, Ketua Advokasi YLBHI mencatat ada sejumlah kesalahan pengetikan dalam UU Ciptaker.

Sebagai contoh, Pasal 6 (halaman 6) UU Ciptaker merujuk Pasal 5 ayat 1 huruf a. Padahal di Pasal 5 tidak ada ayat itu. Kesalahan kedua ada pada Pasal 53 (halaman 757). Ayat (5) pasal itu harusnya merujuk ayat (4), tapi ditulisnya ayat (3).

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto