Menuju konten utama

Sisi Positif Bergosip, Jalin Kerja Sama Hingga Aktualisasi Diri

"Gosip biasanya benar. Jadi, jika itu salah informasi, itu akan lebih baik dicirikan sebagai rumor."

Sisi Positif Bergosip, Jalin Kerja Sama Hingga Aktualisasi Diri
Ilustrasi anak muda yang sedang bercengkrama dan dua orang dari mereka bergosip. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Gosip sering dipandang sebagai hal negatif, karena tindakan diam-diam membicarakan orang lain ini dinilai bisa merenggangkan hubungan dan menimbulkan masalah.

Dalam ilmu sosial, gosip biasanya didefinisikian sebagai tindakan komunikasi yang dilakukan untuk membahas atau menilai sesorang yang tidak hadir dalam pembicaraan.

Tetapi apakah gosip benar-benar senegatif yang kita pikirkan?

Ilmuwan baru-baru ini meneliti tentang hal tersebut dan hasilnya hanya 3-4 persen dari sampel yang mengatakan gosip itu buruk.

Penelitian berjudul Evolution of gossip-based indirect reciprocity on a bipartite network menjelaskan, komunikasi informal seperti gosip sangat penting untuk berbagi informasi. Gosip diperlukan untuk kerja sama sosial.

“Hasil kami menunjukkan bahwa sejumlah besar gosip diperlukan untuk mendukung adanya kerja sama [orang-orang yang melakukannya],” tulis penulis penelitian Francesca Giardini.

Menurut penelitian ini, kerja sama dapat diperoleh secara tidak langsung melalui reputasi. Berkat gosip, reputasi dibangun dan diedarkan, sehingga kita dapat mengidentifikasikan siapa saja yang 'pembelot' atau 'pengkhianat' dan kemudian menepikannya dalam konteks kerja sama.

Selalin itu gosip memiliki berbagai manfaat lain seperti menjadi medium komunikasi sebagaimana dijelaskan dalam penelitian yang berjudul The use of celebrity scandals and sensational news for identity negotiations: analyzing gossip among the queers within Taiwanese families.

“Penelitian ini dilakukan selama tiga tahun di Taipei menggunakan metode etnografi untuk mewawancarai 16 homoseksual dan lesbian serta ibu mereka. Hal ini untuk memperjelas bagaimana skandal selebriti dan berita sensasional berfungsi sebagai alat untuk negosiasi identitas dalam keluarga dengan anak-anak homoseksual mereka,” tulis Hong-Chi Shiau, penulis penelitian.

Hasilnya menjelaskan bahwa orang-orang ternyata selama ini menggunakan gosip selebriti untuk menjelaskan status seks mereka yang sebelumnya teramat sulit.

Dilansir BBC, Jennifer Cole, dosen Psikologi di Manchester Metropolitan University mengatakan bahwa lebih dahulu kita harus membedakan rumor dan gosip. Gosip merupakan bagian terkecil dalam rumor.

“Gosip bukan tentang hal-hal yang terjadi di lingkungan. Ini tentang orang," jelasnya.

Ruang lingkup dari gosip yang kecil berimplikasi untuk kredibilitas.

"Gosip biasanya benar. Jadi, jika itu salah informasi, itu akan lebih baik dicirikan sebagai rumor," kata Sally Farley, seorang profesor psikologi di Universitas Baltimore.

Gosip juga tidak hanya terjadi di lingkungan perempuan, tetapi laki-laki juga melakukan hal yang sama. Mereka bergosip secara berbeda. Gosip bagi laki-laki adalah upaya bertukar informasi, alih-alih menggunjingkan orang lain dan isinya lebih cenderung mempromosikan dirinya sendiri.

Wanita juga cenderung membuat gosip lebih menghibur dengan banyak detail dan nada dramatis. Gosip yang terpercaya biasanya berasal dari orang dekat.

Tetapi Gosip memang perlu dilakukan dengan hati-hati. Sudah banyak bukti bahwa gosip memiliki banyak dampak negatif. Jenny Cole, Dosen Senior dalam Psikologi Sosial Universitas Metropolitan Manchester menyarankan empat prinsip agar gosip meminimalisir dampak negatif gosip.

“Empat prinsip itu menjaga rahasia gosip: buat ia berguna, tidak berbohong, jalin relasi dengan pendengarmu, dan hindari anonimitas,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait GOSIP atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Febriansyah
Penulis: Febriansyah
Editor: Yulaika Ramadhani

Artikel Terkait