Menuju konten utama

Sinyal Jokowi soal Reshuffle Kabinet, Siapa yang Jadi Sorotan?

Meski belum jelas kapan akan melakukan reshuffle, tapi sejumlah partai pemerintah dan non-pemerintah mulai berbunyi.

Sinyal Jokowi soal Reshuffle Kabinet, Siapa yang Jadi Sorotan?
Presiden Joko Widodo (kiri) berjalan bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) sebelum memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/12/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa.

tirto.id - Presiden Joko Widodo berencana untuk me-reshuffle kabinetnya. Eks Wali Kota Solo itu mengungkapkan ia mempertimbangkan untuk merombak kabinetnya saat ditanya soal hasil survei Charta Politika bahwa mayoritas responden mereka menginginkan ada reshuffle kabinet.

Namun, Jokowi masih enggan menjawab kapan maupun siapa nama menteri yang akan diganti. Saat sesi tanya jawab dengan wartawan di Pasar Pujasera, Subang, Selasa (27/12/2022) sebagaimana ditayangan YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi sempat ditanya soal reshuffle. Jokowi pun sempat menunjukkan mukanya kepada wartawan.

“Hem? Hem?" kata Jokowi sambil senyum. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun sempat membisiki eks Wali Kota Solo itu bahwa wartawan bertanya soal reshuffle.

Reshuffle," bisik Ridwan Kamil kepada Jokowi. Jokowi lantas menjawab, "Dengar, dengar," jawab Jokowi sambil tertawa tanpa menjelaskan soal waktu maupun kandidat yang akan di-reshuffle.

Meski belum jelas kapan akan melakukan reshuffle, namun sejumlah partai pemerintah dan non-pemerintah mulai berbunyi.

Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat misal meminta agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo untuk dievaluasi. Meski pernyataan Djarot juga menyasar pada menteri lain, tapi kritik Djarot terkesan spesial kepada Partai Nasdem, yang kini mendukung Anies Baswedan dalam Pemilu 2024.

Sontak, politikus Partai Nasdem, Irma Suryani Chaniago langsung berkomentar. Ia meminta Djarot untuk berkaca karena menteri yang dievaluasi adalah menteri yang bekerja dengan baik. Irma pun meminta Djarot untuk berbicara berbasis data.

PAN juga ikut berbicara soal reshuffle. Ketua Fraksi PAN di DPR RI, Saleh Daulay menegaskan, reshuffle adalah wewenang penuh Jokowi sebagai presiden. Secara konstitusional, presiden berhak mengevaluasi kinerja menteri dan pembantunya. Ia pun menilai Jokowi bisa me-reshuffle kapan pun di luar kepentingan kinerja.

“Dalam kasus tertentu, presiden bisa saja melakukan pergantian kapan saja. Bisa saja alasannya politik, bukan kinerja. Sekali lagi itu adalah hak dan kekuasaan presiden," kata Daulay dalam keterangan, Selasa (27/12/2022).

Daulay mengatakan, PAN menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi. Ia juga sebut, partai di lingkaran pemerintah tidak menyiapkan nama khusus. Kalau pun diminta, Daulay mengatakan, nama yang disodorkan sesuai kebutuhan presiden.

“Kami fokus saja membantu presiden melaksanakan tugas yang diamanatkan. Kalau nanti ada reshuffle, kami sifatnya pasif. Kalau ada permintaan dari kader kami, barulah kami mencari yang sesuai. Kami memiliki kader yang cukup banyak dari berbagai latar belakang. Karenanya, kami hanya bisa menunggu keputusan politik presiden. Tidak perlu mendesak dan mendorong-dorong presiden. Biarkan berjalan apa adanya," kata Daulay.

SIDANG KABINET PARIPURNA

Presiden Joko Widodo (kiri) berjalan bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) sebelum memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/12/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa.

Rencana Jokowi untuk reshuffle kabinet juga mendapat sorotan dari partai di luar pemerintahan. Juru Bicara DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra meminta Jokowi untuk berhati-hati dalam merombak kabinet.

Ia memahami Jokowi punya hak prerogatif untuk mengganti menteri. Jokowi juga punya penilaian menteri mana yang mesti diganti dan tidak. Akan tetapi, kata dia, Demokrat mengingatkan bahwa reshuffle membawa pengaruh pada harapan publik.

“Beliau sebaiknya sangat berhati-hati jika memang benar akan melakukan reshuffle. Ada harapan besar rakyat di dalamnya jika benar Presiden Jokowi mau melakukan reshuffle. Harapan agar reshuffle ini jika benar-benar terjadi bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan langkah politis semata, yang tak berdampak apa-apa bagi nasib rakyat banyak yang kesusahan sejak pandemi," kata Herzaky kepada Tirto, Selasa (27/12/2022).

Herzaky mengingatkan waktu kerja Jokowi tinggal dua tahun. Publik tentu berharap agar pemerintahan Jokowi bisa membaik dan fokus memulihkan kondisi Indonesia akibat pandemi.

Perombakan Kabinet untuk Siapa?

Pemerhati politik dari Universitas Jember, M. Iqbal menduga, reshuffle yang dilakukan Jokowi dalam kurun waktu pemerintahan 1 tahun 10 bulan ini bukan pada upaya membentuk kabinet profesional. Ia menilai, reshuffle kali ini lebih mengarah pada kondisi politik yang insecure atau panik jika daya dukung kekuatan koalisi parpol Istana semakin kendor dan cenderung tidak solid.

“Lebih khusus pula pada kepastian pada siapa calon presiden yang digadang-gadang dapat melanjutkan dan mengamankan semua program ‘Jokowinomics dan Jokowipolitics’ dari hasil pilpres 2024," kata Iqbal kepada Tirto.

“Fakta memperlihatkan dukungan arus bawah pada bakal capres dari ‘kubu oposisi’ Istana yang makin deras dinilai oleh Istana sebagai ‘ancaman insecure’ tersebut. Maka, Istana memerlukan tambahan daya dukung berupa tawaran pada kelompok atau figur baru yang potensial untuk membendung atau melemahkan arus oposisi itu,” tutur Iqbal.

Iqbal menilai, pilihan strategis reshuffle kali ini, pada Januari 2023 adalah dengan mengganti menteri-menteri yang berlatar belakang kader Partai Golkar. Ia melihat, Partai Golkar sudah mulai berbeda kepentingan ekonomi bisnis karena konflik oligarki dan program strategis nasional.

“Pilihan lain, boleh jadi reshuffle kabinet kali ini justru malah menambah lebih banyak posisi wakil menteri untuk kubu koalisi dan hanya mengganti satu dua menteri saja sebagai wujud ‘gertakan politik’ kepada Partai Nasdem," kata Iqbal.

Di sisi lain, reshuffle juga berpotensi terjadi demi mengakomodir PKS yang berada di luar pemerintahan. Akan tetapi, Iqbal pesimistis PKS akan menerima tawaran Jokowi untuk masuk kabinet.

“Tawaran posisi menteri kepada PKS mungkin sudah ada dan kian gencar. Tapi saya kira, sangat tidak mudah bagi PKS untuk menerimanya, mengingat efek sentimen sangat negatif bisa menggerus dukungan arus bawah pada PKS," kata Iqbal.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Power, Ikhwan Arif menilai, Jokowi akan menghadapi tantangan dalam pelaksanaan reshuffle kali ini. Ia memprediksi, Jokowi akan menghadapi posisi dilematis.

Menurut dia, Jokowi melakukan reshuffle berdasarkan faktor kinerja dan bukan akibat faktor power sharing. Reshuffle berdasarkan power sharing sangat mungkin terjadi karena Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024.

“Kondisinya sekarang partai politik pendukung pemerintah Jokowi dihadapkan pada isu ketidakharmonisan dalam mendukung kerja-kerja pemerintah Jokowi. Kekuatan partai politik pendukung Jokowi seolah-olah terbelah dua, yang satu melanjutkan titahnya Jokowi, yang lainnya membentuk kerja sama politik dengan partai yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah," kata Ikhwan.

Ia menilai, pembelahan terjadi karena posisi Partai Nasdem yang mendukung Anies Baswedan, yang notabene dicap sebagai antitesis Jokowi sebagai bakal capres di Pemilu 2024. Nasdem pun berusaha menggaet partai non-pemerintahan seperti PKS dan Demokrat untuk menggalang dukungan.

Di sisi lain, kata Ikhwan, partai yang masih di gerbong Jokowi akan memanfaatkan momentum Nasdem untuk meningkatkan kuota menteri mereka dengan mendorong Nasdem keluar dan diisi kader mereka.

“Perombakan kabinet ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bisa saja posisi menteri diisi oleh partai politik atau di luar partai politik untuk menjaga stabilitas politik di pemerintahan” ujar Ikhwan.

Ia menilai, Jokowi sebaiknya tidak menggunakan parameter survei jika ingin melakukan reshuffle. Ia justru menyebut ada hal yang membingungkan karena kinerja pemerintah baik.

“Presiden seharusnya tidak hanya bergantung pada parameter temuan lembaga survei, karena temuan beberapa lembaga survei menyatakan kinerja presiden cukup baik, sebaliknya jika memang hasil survei menyatakan kinerja pemerintah jelek, itu diperlu dipertanyakan dan harus ada menteri yang dievaluasi ulang kinerjanya,” kata Ikhwan.

JOKOWI DAN KETUM PARPOL DI ISTANA PRESIDEN

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri (ketiga kiri) dan tujuh Ketum Parpol bejalan bersama di Istana Kepresidenan, Rabu (15/5/2022). (Youtube/Sekretariat Presiden)

Ikhwan pun menilai, PDIP akan mempunyai pengaruh kepada Presiden Jokowi dalam reshuffle kabinet. Hal itu tidak terlepas dari bagaimana peran PDIP sebagai pengusung utama Jokowi.

“Wajar saja PDIP ikut bersuara apalagi momentumnya sangat dekat dengan Pemilu 2024, tidak hanya PDIP bagi setiap partai politik pengusung pemerintah juga ikut mempertahankan otoritas politiknya terkait wacana resuffle kabinet ini. Nasdem memang berada pada posisi seperti duri di dalam daging bagi partai lain pengusung pemerintah Jokowi," kata Ikhwan.

Ikhwan menilai, Jokowi dalam posisi dilematis dalam upaya reshuffle. Kali ini, desakan bukan akibat kinerja maupun temuan survei, tetapi juga ada tekanan politik setelah aksi Nasdem tersebut.

“Presiden bisa saja menyetujui jika desakan politik semakin besar terutama bagi elite politik pengusung presiden Jokowi," kata Ikhwan.

Di sisi lain, Jokowi bisa saja akan me-reshuffle kabinet dengan menunggu momentum. Ia mencontohkan Jokowi menunggu momentum eks Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang pensiun dari TNI untuk mengisi jabatan tertentu. Hal itu dilakukan demi meredam polarisasi politik jelang Pemilu 2024.

“Untuk mengurangi gejolak politik yang terlalu dalam, Presiden Jokowi memilih calon alternatif di luar partai politik untuk meredam polarisasi politik pasca resuffle kabinet, tujuan merekrut menteri non-parpol untuk mengurangi ketegangan politik dalam menghadapi Pilpres 2024," kata Ikhwan.

“Atau bisa saja salah satu anggota poros perubahan diangkat menjadi menteri untuk memecah poros koalisi perubahan jika koalisi perubahan belum juga mencapai titik konsensus berkoalisi," tutur Ikhwan.

Baca juga artikel terkait RESHUFFLE KABINET atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz