Menuju konten utama

Singapura: Bukan Sekadar Tetangga, tetapi Sumber Modal RI

Dengan sekitar 2/3 wilayah Indonesia, Singapura menunjukkan dirinya mampu menjadi "agen vital" bagi perekonomian Ibu Pertiwi.

Singapura: Bukan Sekadar Tetangga, tetapi Sumber Modal RI
Jokowi sampai di Singapura, Kamis (16/3/2023). foto/Laily Rachev

tirto.id - Sebelum disia-siakan begitu saja dan terpaksa merdeka pada 9 Agustus 1965, Singapura hanyalah pulau kecil yang dulu bernama Tumasik. Pulau ini sempat menjadi kekuasaan dua kerajaan asal Nusantara, yakni Sriwijaya dan Majapahit.

Keberadaannya benar-benar dilupakan hingga East Indian Company (EIC) dari Inggris datang pada 28 Januari 1819. Mulai dari sinilah Tumasik kelak berganti nama menjadi Singapura.

Kini, Singapura telah menjelma menjadi satu di antara negara maju dengan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di Asia. Walau usia kedaulatan belum genap 58 tahun, penghasilan rata-rata warganya sudah mencapai lebih dari US$4.000 atau sekitar Rp70 juta per bulan. Mereka juga menempati posisi penting dalam rantai pasokan global, peran yang terbilang strategis bagi negara seluas 700-an km persegi.

Dengan potensi yang dimilikinya, Singapura adalah surga investasi bagi negara-negara maju. Amerika Serikat (AS) contohnya, mereka menganggap berbagai unsur pendukung kesuksesan investasi ada di sini. Seperti indeks persepsi korupsi yang rendah – rangking 4 dari 180 negara, indeks inovasi global dan PDB yang tinggi, serta aneka kemudahan investasi.

Pada 2021, total investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) yang masuk ke singapura mencapai SGD2.479,0 miliar atau setara Rp28,2 triliun (asumsi kurs Rp11.400/SGD) Jumlahnya meningkat 15,5% secara tahunan (year on year/yoy).

Tidak hanya menampung modal asing, Singapura juga menjaga ritme perekonomiannya dengan menginvestasikan uang di sejumlah negara. Satu di antara tujuan favoritnya adalah tetangga sendiri, Indonesia. Indonesia menempati urutan keenam dalam daftar 10 besar tujuan utama Singapura.

Singapura Rajin Investasi Sejak Orde Baru

Baru-baru ini, rombongan Presiden RI Joko Widodo berkunjung ke Singapura untuk bertemu Perdana Menteri Lee Hsien Loong dalam agenda Leaders Retreat.

Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan keduanya di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, pada 2022 lalu. Ada beragam misi dibawa Indonesia, di antaranya merayu Singapura agar berinvestasi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Optimistis Jokowi – sapaan poluler Joko Widodo – menggaet Singapura dalam proyek tersebut bukan tanpa alasan. Hubungan bisnis kedua negara tersebut terjalin hangat sejak lama dalam balutan Bilateral Investment Treaty (BIT).

BIT atau perjanjian investasi bilateral adalah perjanjian yang menetapkan syarat dan ketentuan untuk investasi swasta oleh warga negara dan perusahaan dari satu negara bagian di negara bagian lain. Jenis investasi ini juga dikenal sebagai penanaman modal asing langsung.

Sebenarnya, investasi Singapura di Indonesia sudah dimulai sejak Orde Baru. Negara berpenduduk sekitar 5,4 juta jiwa – data 2021 – ini konsisten menjadi yang paling banyak berinvestasi di Indonesia sejak 2014 setelah menggeser posisi Jepang di urutan pertama. Sebelum itu, Singapura juga pernah menjadi yang paling atas, seperti pada 2012, 2011, 2010 dan 2008.

Pada 2022, Ibu Pertiwi menerima aliran modal asing hingga USD45,6 miliar, dimana hampir 30% berasal dari Negeri Singa. BPKM mencatat, sepanjang tahun 2022, dengan jumlah proyek 7.690, total investasi yang masuk dari Singapura ke Indonesia menyentuh USD13,3 miliar atau setara Rp201,87 triliun (asumsi kurs Rp15.200/USD). (https://nswi.bkpm.go.id/data_statistik)

Kini, investasi Singapura mencakup segala lini sektor di Indonesia, namun investasi paling besar terdapat di sektor sekunder dengan total pendanaan tahun lalu mencapai SGD6,92 miliar atau setara Rp105,16 triliun. Industri yang paling menarik bagi Negeri Singa untuk menggelontorkan dananya adalah industri logam dasar (Rp62,91 triliun), industri makanan (Rp18,21 triliun), dan industri percetakan kertas (Rp8,42 triliun).

Sementara itu, untuk sektor primer, mencapai US$2,5 miliar atau Rp39,5 triliun dari 585 proyek, dimana industri yang paling banyak dikucurkan modal adalah industri pertambangan, dan tanaman pangan, perkebunan, serta pertenakan.

Kemudian, pada sektor tersier, investasi Singapura menjangkau berbagai lini. Seperti bidang kelistrikan, gas air, konstruksi, perdagangan, reparasi, hotel, restoran, transportasi, gudang, telekomunikasi, perumahan, Kawasan industri, perkantoran dan bermacam jasa lainnya. Total nilai investasi mereka di sektor ini mencapai US$3,7 miliar atau Rp57,5 triliun dari 5.459 proyek.

Lebih lanjut, berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura, ada berapa alasan yang mendorong mereka getol berinvestasi di Indonesia. Perekobomian negara kita dianggap sebagai satu di antara yang terkuat di Asia Tenggara.

Dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 275 juta jiwa, Indonesia adalah pasar konsumen yang potensial. Pertumbuhan ekonominya relatif stabil di angkat 5% meski sempat anjlok akibat pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Akan tetapi, kondisi ini diramalkan segera pulih dalam waktu cepat.

Mayoritas penduduk Indonesia berusia muda, dengan persentase 40% penduduk berusia di bawah 24 tahun dan 85% di bawah usia 55 tahun. Konsumen perkotaan berjumlah sekitar 57% dari total penduduk Indonesia dan diperkirakan akan mencapai 71% (209 juta konsumen) pada 2030. Mereka terkonsentrasi di 12 kota besar, seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya.

Faktor inilah yang membuat Indonesia sebagai satu di antara lokasi investasi paling menarik bagi Singapura. Sentimen positif ini digaungkan oleh perusahaan Singapura. Nyaris setengah dari total 1.075 perusahaan yang disurvei oleh Singapore Business Federation (SBF) menempatkan Indonesia sebagai tujuan utama mereka ke luar negeri.

Mitra Dagang Penting

Selain sumber investasi, Singapura juga merupakan pangsa ekspor penting bagi Indonesia. Mereka adalah mitra dagang utama di samping Tiongkok, AS, Jepang, Korea Selatan, India, Malaysia dan lainnya.

Badan Pusat Statistik mencatat Singapura memberi andil USD9,7 miliar atau berkontribusi 3,53% dari total ekspor nonmigas Indonesia sepanjang 2022 lalu.

Begitupun dari sisi impor. Singapura menjadi negara pengimpor nonmigas terbanyak ketujuh dengan nilai mencapai USD$9,0 miliar atau berkontribusi sebesar 4,58% pada 2022.

Walau nilainya tidak signifikan, Indonesia tetap mengalami surplus necara perdagangan dengan Singapura.

Kemitraan dagang antara Indonesia dan Singapura berlanjut pada tahun ini. Pada Februari 2023, nilai ekspor Indonesia ke negara tersebut mencapai USD0,81 miliar atau berperan 4,02% dari total ekspor nonmigas pada bulan lalu.

Sedangkan nilai impor nonmigas mereka tercatat USD0,60 miliar atau berkontribusi 4,41%. Impor dari Singapura mengalami peningkatan USD30 juta secara month-to-month (mtm).

Dari uraian di atas kita dapat ambil kesimpulan bahwa meskipun memiliki luas sekitar dua pertiga wilayah Indonesia, Negeri Singa mampu memposisikan dirinya sebagai investor dan mitra dagang vital bagi perekonomian Tanah Air.

Baca juga artikel terkait SINGAPURA atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas