Menuju konten utama

Sinergi Ritel Modern dan Warung Tradisional Dinilai Bentuk Invasi

Asosiasi UMKM dan Ikatan Pedagang Pasar Tradisional sama-sama menilai langkah Kemendag soal sinergi ritel moderan dengan warung tradisional sebagai langkah yang keliru.

Sinergi Ritel Modern dan Warung Tradisional Dinilai Bentuk Invasi
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan pendapat dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/10/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menilai, sinergi antara ritel modern dengan warung tradisional yang difasilitasi oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui kredit usaha rakyat di perbankan sebagai langkah yang keliru. Program ini dianggap tidak lebih hanya upaya “invasi” pengusaha besar dalam usaha UMKM.

Ketua Asosiasi UMKM, Ikhsan Ingratubun mengatakan, warung tradisional merupakan ruang dagang bagi industri rumahan dan akses kalangan menengah bawah untuk memenuhi kebutuhannya. Berbeda dengan ritel modern, seperti Alfamart, Indomaret yang menampung produk dari pengusaha waralaba besar serta konsumennya rata-rata adalah kelas menengah ke atas.

“Sinergi ini yang ada pengusah-pengusaha ritel modern masuk kepada warung-warung tradisional, justru itu malah konsep yang tidak benar. Itu ngawur. Kalau ritel modern masuk ke warung tradisional akan mematikan, ruang gerak UMKM malah semakin kecil,” kata Ikhsan saat dihubungi Tirto melalui telepon, Minggu (19/11/2017).

Ikhsan mencontohkan produk kacang kemasan rumahan di warung tradisional yang terancam ruang distribusinya karena sudah digeser oleh produk bermerek besar, seperti Kacang Garuda, Dua Kelinci dan sebagainya.

“Jadi, maknai ini sebagai usaha perambahan invasi dari pengusaha besar atau ritel modern kepada warung tradisional,” kata dia beralasan.

Dalam konteks ini, Ikhsan sangat menyesalkan sikap pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan yang tidak dapat menyikapi persaingan usaha antara ritel modern dan tradisional dengan solusi yang berkeadilan.

“Kalau kita berpihak pada ritel masuk ke usaha mikro atau warung tradisional, ya sama saja bohong. Negara tidak berpihak pada usaha mikro kecil yang berada di level bawah, yang level atas ini sama saja ingin menguasai selamanya, sama dengan kartel,” kata dia.

Seharusnya, kata Ikhsan, langkah tepat yang semestinya dapat dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan moratorium laju perkembangan ritel modern, sehingga dapat memberikan ruang lebih leluasa bagi UMKM untuk berkembang.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Ikatan Pedagang Pasar Tradisional, Abdullah Mansuri. Ia menyatakan, tujuan UMKM berkembang tidak akan pernah tercapai melalui ritel modern, karena keduanya adalah kompetitor sehingga ada kepentingan terselubung di dalamnya.

Abdullah Mansuri menyatakan, faktanya warung tradisional banyak yang mati disebabkan oleh kehadiran ritel modern yang merajalela hingga daerah-daerah. Seharusnya, kata dia, pemerintah dapat memberikan bantuan secara langsung saja kepada warung tradisional atau UMKM.

Pemberian bantuan berupa pembinaan warung tradisional oleh ritel modern, menurut dia, hanya dalih saja. "Maka sudah enggak ada pilihan lain, selain moratorium pendirian ritel modern. Itu yang bisa membangkitkan semangat ritel-ritel tradisional, warung-warung kecil klontong untuk cari untung,” kata Abdullah.

Keraguan Abdullah Mansuri ini diperkuat dengan aturan ritel modern yang harus memberikan ruang berdagang bagi produk UMKM, akan tetapi faktnya tidak disediakan. Kalau pun ada, kata dia, produk lokal UMKM itu diganti merek sehingga dapat menghambat produk UMKM naik kelas.

“Jadi saya bilang omong kosonglah untuk mereka melakukan pembinaan, dan saya enggak percaya janji mereka untuk melakukan bantuan," kata Abdullah.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa sinergi ritel modern dengan warung tradisional dan perbankan adalah wujud nyata kepedulian sekaligus keberpihakan terhadap pemberdayaan warung tradisional dan pelaku UMKM, serta ekonomi berkeadilan.

Enggar menekankan, untuk ritel modern dan perbankan harus saling bahu-membahu, menopang tumbuh dan berkembangnya warung tradisional sebagi bagian dari kebijakan pemerintah mengatasi ketimpangan yang terjadi di sektor ritel.

Berdasarkan data Nielsen Indonesia, pada 2014 terdapat lebih dari 3 juta warung yang harus mendapatkan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan terutama ritel modern yang disinyalir menimbulkan persaingan tidak sehat dengan warung tradisional.

“Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap keberlangsungan usaha tiga juta warung yang tidak mampu bersaing dengan ritel modern. Untuk itu, saya meminta kepada seluruh pelaku usaha ritel modern dalam semua format untuk wajib ikut membantu keberadaan warung tradisional,” kata Enggar, Sabtu (18/11/2017).

Enggar pada Sabtu kemarin memberikan sambutan dalam acara penyerahan bantuan modal dari perbankan kepada warung tradisional, di kantor pusat Alfamart, Kota Tangerang. Ada tujuh perbankan yang memberikan bantuan berupa KUR atau rekening koran, yaitu BNI, BRI, BCA, BRI Syariah, Mandiri, Mandiri Syariah, dan Bank Sinar Mas. Sebelumnya, Indogrosir telah bersinergi pada awal November 2017.

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Abdul Aziz