Menuju konten utama

Sindrom Kehamilan Simpatik yang Menghinggapi Para Suami

Sindrom kehamilan simpatik adalah manifestasi kehamilan yang tidak disengaja pada pria dengan pasangan yang sedang hamil.

Ilustrasi Couvade Syndrome. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dalam film Junior (1994), Arnold Schwarzenegger memerankan pria yang mengandung seperti perempuan kebanyakan. Jika kejadian di dunia nyata, keanehan seperti ini tentu akan bikin heboh. Namun, bukan berarti seorang pria tak punya persoalan dan relasi dengan kehamilan pasangannya.

Kala istrinya sedang hamil, Hendrikus Rama (32 tahun) termasuk yang ikutan mengidam. Selama empat hari berturut-turut, Hendrik pun menebus rasa penasarannya pada bakso. Sindrom itu terjadi ketika usia kehamilan sang istri memasuki usia kehamilan tujuh sampai delapan bulan.

“Waktu itu pengin bakso selama 4 hari,” ujar Hendrik kepada Tirto.

Apakah pria bisa merasakan gejala yang sama seperti yang dialami pasangan kala hamil?

Pengalaman Hendrik bisa dialami oleh para calon ayah lainnya. Fenomena tersebut dinamakan sindrom couvade atau kehamilan simpatik. Sebutan couvade mulanya muncul dari sebuah kata kerja Perancis Lama, couver, yang berarti menutupi sarang telur untuk membantu mereka menetas menjadi anak ayam.

Arthur Brennan, seorang pengajar senior Psikologi, Metode Penelitian, dan Statistik dari Kingston University dalam artikel di The Conversation menjelaskan couvade sebagai manifestasi kehamilan yang tidak disengaja pada pria saat pasangan yang sedang hamil.

Gejalan ini bukan gangguan fisik atau mental yang diakui secara medis. Dalam tulisannya, Brennan menceritakan pengalaman Harry Ashby, seorang satpam berusia 29 tahun yang dikeluarkan dari pekerjaan karena mual di pagi hari, mengidam, serta perut dan payudara yang membesar ketika pacarnya sedang hamil.

Brennan mengatakan orang yang mengalami kehamilan simpatik tak hanya melaporkan gejala fisik seperti sakit perut dan kembung, sakit punggung, pseudocyesis (kehamilan palsu), lesu, mual di pagi hari, sakit gigi, dan mengidam makanan. Namun, mereka juga mengalami gejala psikologis seperti depresi antenatal dan perubahan suasana hati, bangun terlampau pagi, cemas, konsentrasi menurun, kebingungan, hingga kehilangan memori.

Brennan menduga fenomena itu muncul akibat resolusi pikiran bawah sadar yang muncul pada pasangan ketika si perempuan sedang hamil, tapi bisa juga menandakan identifikasi empatik dengan pasangan.

Couvade dan Perubahan Hormonal Pria

Dalam buku berjudul Men and Maternity (2004), Rosemary Mander menjelaskan sindrom couvade ini muncul dari serangkaian gejala dan perilaku seorang pria yang berubah secara spontan atau akibat kebiasaan.

Saat ini, beragam penelitian tentang sindrom kehamilan simpatik bermunculan. Salah satu yang diulas Mander dalam bukunya adalah studi berjudul “Expectant fathers’ attitudes towards pregnancy” yang dilakukan oleh S. Grace Thomas dan Dominic Upton (2013, PDF). Dalam penelitian tersebut, Thomas dan Upton menyebar kuesioner terhadap 141 ayah, dengan rentang umur 16 sampai 51 tahun, dan rata-rata usia responden 29,5 tahun.

Pada penelitian itu, Thomas dan Upton mencatat 114 responden merupakan pekerja, dan sisanya tidak bekerja. Para responden pun dibagi menjadi tiga golongan sosial, yaitu golongan atas (28 orang), golongan menengah (41 orang), golongan bawah (49 orang), dan 23 orang sisanya tidak membeberkan secara detail pekerjaan mereka.

Thomas dan Upton juga mengklasifikasikan tentang perencanaan kehamilan. Sebanyak 89 orang responden mengalami kehamilan yang direncanakan, dan 51 orang menyatakan tidak merencanakan kehamilan. tak satu pun pria menyatakan ketidakbahagiaan terkait kehamilan istrinya. Namun, tujuh orang tercatat merasa tidak yakin dengan kehamilan istrinya.

Berdasarkan hasil riset itu, ternyata hanya 44,7 persen pria yang tidak mengalami sindrom couvade. Sisanya pernah mengalaminya. Dari responden yang pernah mengalami, sebanyak 29 pria mengalami satu gejala, 20 pria mengalami dua gejala, sembilan pria mengalami tiga gejala, 11 pria mengalami empat gejala, tiga pria mengalami lima gejala, dan enam pria mengalami enam gejala.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa sindrom couvade hadir bersamaan dengan kecemasan para pria. Meskipun tidak tinggi, tapi sindrom itu menunjukkan bahwa kebutuhan psikososial ayah tidak terpenuhi.

Katherine E. Wynne-Edwards, seorang profesor biology Queen’s University di Kingston, Ontario mencoba menjelaskan perkara tersebut melalui sebuah artikel di Scientific American. Menurut Wynne-Edwards, kenaikan berat badan pada suami mungkin disebabkan faktor lebih banyak belanja dan memasak ketika istri hamil lantaran peningkatan asupan makanan yang dibutuhkan perempuan hamil. Bukan tak mungkin kenaikan berat badan itu akan mendatangkan gangguan pencernaan.

Selain itu, Wynne-Edwards juga mengungkapkan kemungkinan adanya rangsangan proses biologis yang terlibat dalam keterikatan sosial. Melalui artikelnya, ia membeberkan perbedaan hormonal antara suami dari perempuan hamil, pria dalam hubungan berkomitmen, dan pria lajang. Selain itu, perubahan peran menjadi ayah juga menyebabkan perubahan hormon.

Pada pria, prolaktin tertinggi ada pada beberapa minggu sebelum kelahiran, testoteron terendah pada hari-hari setelah kelahiran, tingkat ekstradiol yang meningkat dari sebelum ke sesudah kelahiran, dan kortisol yang memuncak selama persalinan.

Infografik Couvade Syndrome

undefined

Namun, Wynne-Edwards tak bisa menyebutkan penyebab pasti dari gejala sindrom kehamilan simpatik. Sebab di sekitar kehamilan terjadi peristiwa-peristiwa yang bisa memengaruhi konsentrasi hormon, seperti perubahan aktivitas seksual, perubahan dalam prioritas sosial pasangan, waktu cuti, hingga kehadiran mertua yang berpotensi memunculkan tekanan.

Argumen yang dinyatakan oleh Wynne-Edwards senada dengan Arthur Brennan dari Kingston University dan St. George’s, University of London. Menurut Brennan, gejala couvade mungkin disebabkan oleh perubahan hormon prolaktin dan menyebabkan penurunan kadar testoteron.

Masih dari Brennan, perubahan hormonal muncul ketika seseorang mempersiapkan diri untuk menjadi ayah. Brennan menduga, rasa sakit muncul akibat gejala psikosomatik karena kekhawatiran jelang kelahiran anak. Dari laporan yang ia terima, sindrom justru menghilang setelah proses persalinan sang istri.

Melalui artikel The Conversation, Brennan mengatakan bahwa gejala couvade umumnya muncul ketika sang istri hamil di trimester pertama dan terakhir.

Selain karena faktor-faktor yang telah disebutkan, Brennan juga menduga sindrom couvade muncul karena kecemburuan dari sang ayah terhadap anak dalam kandungan. Sebab, anak yang belum lahir dianggap merebut perhatian pasangan.

Baca juga artikel terkait KEHAMILAN atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Widia Primastika
Editor: Suhendra