Menuju konten utama

Sindikasi Kecam Manajemen Holywings Lepas Tangan pada Pekerjanya

Menyebut keenam pekerjanya sebagai 'oknum' dinilai menjadi bukti bahwa Holywings cuci tangan dan menolak bertanggung jawab.

Sindikasi Kecam Manajemen Holywings Lepas Tangan pada Pekerjanya
Pedagang melintasi outlet Holywing di Kelapa Gading, Jakarta, Senin (27/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) mengecam sikap manajemen Holywings yang terkesan lepas tangan dalam kasus promosi miras yang bermuatan SARA.

Menyebut keenam pekerjanya sebagai 'oknum' adalah bukti bahwa Holywings cuci tangan dan menolak bertanggung jawab.

Pernyataan tersebut menanggapi manajemen Holywings yang mengatakan tidak mengetahui promosi bermuatan SARA yang dilakukan oleh enam pekerjannya dan berujung dipolisikan.

"Para pekerja tersebut melakukan tindakannya untuk promosi program perusahaan, bukan untuk kepentingan pribadi. Maka seharusnya pihak perusahaan yang bertanggung jawab, bukan malah lepas tangan," kata Ketua SINDIKASI Jabodetabek, Amru Sebayang melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/6/2022).

Menurutnya, dalam struktur organisasi perusahaan, apalagi untuk aktivitas kreatif, umumnya berlaku alur kerja sangat ketat dan melalui pengawasan berlapis-lapis, mulai dari proses brainstorming, planning, eksekusi, hingga evaluasi.

"Sehingga, aktivitas kreatif promosi semestinya diketahui oleh pihak manajemen perusahaan. Hal ini sama sekali tidak disinggung oleh Holywings dalam pernyataan mereka," ucapnya.

Kemudian, kata Amru, pihak perusahaan seharusnya tidak boleh membujuk, menyuruh, atau memaksa para pekerjanya untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sesuai Undang-undang Cipta Kerja pasal 154 A ayat 2, pekerja yang diminta melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, boleh mengajukan permintaan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan besaran pesangon sesuai ketentuan UU.

Lalu perihal tanggung jawab perusahaan, sesuai dengan PP Nomor 35 Tahun 2021 pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja atau buruh yang menjadi tanggungannya ketika dijerat pasal pidana.

Ketentuan mengenai besaran dari bantuan yang dimaksud tertera dalam peraturan tersebut. Sementara itu, bantuan tersebut diberikan untuk paling lama enam bulan sejak hari pertama pekerja atau buruh ditahan pihak berwajib.

"Selain itu, Holywings seharusnya memberikan bantuan hukum kepada para pekerja untuk melepaskan mereka dari segala tuntutan," tuturnya.

Dirinya juga meminta agar Holywings harus bertanggung jawab pasca-dicabutnya izin usaha terhadap nasib pekerja apabila perusahaan tutup dengan memberikan pesangon yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.

"Sudah saatnya para pekerja kreatif untuk bergabung dalam serikat pekerja. Kasus ini adalah bukti bahwa kelas pekerja adalah pihak paling rentan di sebuah industri, khususnya industri kreatif," pungkasnya.

Polisi telah menetapkan enam tersangka terkait promosi minuman keras (miras) gratis bagi orang bernama 'Muhammad' dan 'Maria' yang dilakukan Holywings Indonesia.

Keenam tersangka tersebut berinisial EJD (27) sebagai Direktur Kreatif, DAD (27) sebagai Desain Grafis, NDP (36) sebagai Kepala Tim Promosi, EA (22) sebagai Admin Tim Promo, AAB (25) Sosial Media Officer, dan AAM (25) sebagai admin tim promo.

Pada perkara ini Holywings Indonesia, para tersangka diduga melanggar Pasal 14 ayat 1 dan 2 UU RI Tahun 1946 dan Pasal 156 A KUHP dan Pasal 28 ayat 2 UU RI Tahun 2016 atas perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.

Baca juga artikel terkait KASUS PROMO MIRAS HOLYWINGS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri