Menuju konten utama

Sikapi RUU Ciptaker, KSPI: Pemerintah & Pengusaha Tak Punya Otak

Rencana pembebasan kuota outsourcing membuat KSPI geram, sehingga mengecam pemerintah dan pengusaha yang membuat dan mengusulkan RUU Cipta Kerja.

Sikapi RUU Ciptaker, KSPI: Pemerintah & Pengusaha Tak Punya Otak
Sejumlah buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (30/1/2020). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/pd.

tirto.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, tak diajak berunding oleh pemerintah Indonesia dalam penyusunan draf Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Ia mengatakan, seharusnya pembahasan tersebut melibatkan serikat pekerja sebelum diberikan kepada DPR RI untuk dibahas.

"Tidak pernah diundang. Kalau pun diundang tidak pernah ada draftnya jadi kita enggak tau isi rancangannya," kata dia di Ballroom Mega Proklamasi Hotel, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2020).

Ia mengaku kecewa dengan banyak kejanggalan aturan di RUU Cipta Kerja. Mulai dari adanya aturan mengenai perlindungan buruh yang dihapus sampai kebijakan rekrutmen tenaga kerja hingga pembebasan jumlah pekerja outsourcing.

Iqbal menilai tidak ada job security atau kepastian kerja dalam RUU tersebut. Salah satunya karena RUU ini membuat praktik kerja outsourcing bisa dilakukan dengan kuota tak terbatas, sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Ia merasa aneh, pemerintah malah memberikan ruang secara resmi pada agen penyalur outsourcing.

"Enggak ada otaknya itu, pemerintah dan pengusaha, kamu boleh kutip itu,” terang dia.

Dengan banyaknya kejanggalan tersebut, KSPI menolak sejumlah pasal dalam aturan ini. KSPI pun menolak dan mengklaim tidak pernah terlibat dalam tim pembahas Omnibus Law yang ditetapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Ia menjelaskan, memang masih ada ketentuan upah dalam draf RUU, namun jika dirangkum dalam satu kesatuan, upah minimum diganti menjadi ketentuan upah minimun provinsi (UMP).

"Kan bayarannya jadi sangat kecil sekali (UMP)," terang dia.

Selain itu, nilai pesangon juga akan dikurangi dan tidak ada sanksi pidana bagi perusahaan yang terlambat membayar upah karyawan.

"Jadi nanti kalau ada perusahaan yang bayar gaji karyawan 2 bulan sekali enggak bakal kena hukuman," jelas dia.

Baca juga artikel terkait RUU CILAKA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Hukum
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali