Menuju konten utama
Misbar

"Sierra Burgess Is a Loser" dan Semua Dosanya

Ketimbang mempromosikan Shannon Purser sebagai ikon isu body positivity, film ini justru jadi promosi gratis Noah Centineo sebagai ‘Pangeran Sempurna’.

Shannon Purser, kiri, dan Noah Centineo menghadiri LA Premiere dari "Sierra Burgess is a Loser" di ArcLight Hollywood pada Kamis, 30 Agustus 2018, di Los Angeles. Foto oleh Richard Shotwell / Invision / AP

tirto.id - Sierra adalah remaja yang percaya diri, suka bikin puisi, dan pintar.

Ibunya (Lea Thompson), selalu mencuci otak Sierra dengan kalimat-kalimat motivasi sebelum sarapan. Sementara ayahnya (Alan Ruck) yang memang seorang penulis, selalu mengetes hafalan khasanah sastra putrinya. Ia sering melempar sebuah kutipan puitis, yang asal-usulnya langsung ditebak Sierra.

Didikan ini bikin Sierra punya karakter tegas. Ia terlihat tak santai dianggap pecundang di sekolahnya, bahkan sama sekali tak ambil pusing dengan sistem kasta anak gaul vs boca cupu ala sekolah-sekolah Amerika. Sierra betul-betul tak kelihatan seperti anak cupu yang biasanya jadi tokoh utama film-film serupa. Well, mungkin tidak secara tampilan. Sebab tubuhnya memang terhitung bongsor untuk bisa masuk kategori anak-anak populer. Namun, cara Sierra bicara, berjalan, dan menghadapi para tukang risak sangat amat percaya diri. Di awal film, susah untuk melihatnya sebagai pecundang.

Sekitar di menit ketiga, kita diperkenalkan tokoh Veronica (Kristine Froseth) dan dua dayang-dayangnya. Mereka dirakit sebagai mean girls khas film remaja Hollywood yang tentu saja sepertinya akan jadi antagonis utama. Veronica bertubuh mungil dan cantik jelita, benar-benar kebalikan dari Sierra yang jadi musuh bebuyutannya. Sampai di sana, Sierra Burgess Is a Loser masih kelihatan seperti romcom biasa.

Yang bikin istimewa, Sierra diperankan Shannon Purser, aktor baru yang terkenal lewat peran kecilnya sebagai Barb dalam serial Stranger Things di Netflix. Nama Purser meledak karena tokoh kutu buku yang diperankannya dikultuskan oleh internet.

Konon, para pecundang di dunia nyata merasa nyambung dengan Barb si pecundang bernasib nahas dalam semesta Stranger Things. Sehingga beramai-ramai merayakannya lewat banjir bandang meme, teori-teori konspirasi, dan cerita-cerita fan-fiction.

Sebagai orang yang memerankan Barb, Purser kecipratan popularitas dadakan. Ia memanfaatkannya bukan cuma sebagai batu loncatan untuk main film lagi, tapi juga pijakan untuk berkegiatan sebagai aktivis. Ia cukup vokal tentang isu kesehatan mental pada remaja dan body positivity, sejenis aktivisme yang mengajak orang merayakan keragaman bentuk tubuh, tak peduli gemuk, langsing, atau ceking.

Tak heran, ketika Netflix mengumumkan Purser sebagai bintang utama Sierra Burgess Is a Loser, film komedi romantis ini langsung jadi buah bibir penggemar meski belum rilis.

Sierra Burgess Is a Loser disambut sebagai sebuah kemajuan, karena berani tidak memilih aktor langsing, berpinggang kecil, dengan wajah standar sampul majalah seperti kebanyakan film remaja lainnya, alih-alih menjadikan Purser sebagai peran utama. Sierra Burgess Is a Loser jelas bukan film pertama yang begitu. Tahun ini ada I Feel Pretty-nya Amy Schumer, atau yang lebih legendaris adalah karakter Tracy Turnblad di Hairspray. Namun, isu ini jadi salah satu teknik jualan Netflix.

Purser kemudian dipasangkan dengan Noah Centineo, aktor baru andalan Netflix yang meledak karena perannya sebagai Peter Kavinsky dalam To All the Boys I’ve Loved Before (2018). Centineo yang jangkung, bertampang latin, atletis, dan punya senyum kenes, memerankan Jamey—sang love interest alias si ‘Pangeran Tampan’.

Kombinasi Purser-Centineo jelas jadi teknik jualan lain Netflix untuk bikin film ini makin laku.

Infografik Misbar sierra burgess

Sayang, dua formula apik itu dirusak naskah berantakan. Alih-alih membuat Sierra jadi protagonis sekaligus ikon body positivity buat para penonton Netflix, plot yang dirakit justru bikin tokoh ini tak cuma terasa konyol, tapi juga jahat—superantagonis.

Pertama, batang utama film ini adalah tentang cerita Sierra mengerjai Jamey dengan identitas palsu (catfishing). Awalnya, semua memang salah Veronica, yang iseng memberi nomor Sierra pada sang protagonis pria. Namun, secara sadar, Sierra akhirnya terlarut dalam skenario membohongi Jamey dengan memakai identitas palsu. Dalam sebuah perjanjian konyol ala romcom, Sierra akhirnya bersama-sama Veronica terus membodohi Jamey hingga mereka terjebak ke dosa-dosa selanjutnya.

Dosa Sierra belum tamat di situ. Demi melancarkan usaha catfish-nya, ia sempat berpura-pura tuli, yang akhirnya bikin berang aktivis pembela orang disabilitas. Nyle DiMarco, juara America’s Next Top Model, seorang tuna runggu yang juga aktivis, termasuk yang paling keras memprotes bagian itu.

“Sangat, amat, amat mudah untuk bikin lelucon tentang orang-orang terpinggirkan. Tapi itu cuma bikin kalian jadi penulis yang malas,” ungkap DiMarco lewat cuitannya. Ia juga memprotes kelakar-kelakar tentang transgender dan homoseksual di film tersebut.

“Sejujurnya, kalian harusnya SAMA SEKALI tidak bikin lelucon-lelucon itu, karena hidup kami jadi taruhannya,” tambah DiMarco di cuitan berikutnya.

Dosa lain Sierra, ia juga sempat melakukan revenge porn pada Veronica. Karena sebuah kesalahpahaman konyol khas remaja, maksudnya khas film-film romcom, Sierra (yang sudah berkawan dengan Veronica) menyebarkan gambar pribadi sahabatnya itu di media sosial. Parahnya, Sierra adalah satu-satunya orang yang tahu bahwa dalam foto tak senonoh itu Veronica adalah korban.

Akhirnya, semua ketololan Sierra (yang coba dibungkus film sebagai sebuah kekhilafan belaka) ditutup dengan premis konyol: bahwa semua kenakalan Sierra disebabkan oleh tubuhnya yang gemuk. Dalam sebuah adegan yang didramatisir, Sierra merepet pada orangtuanya tentang betapa kejamnya dunia buat orang-orang bertubuh gemuk. Ia pun merajuk di kamar dan menciptakan sebuah lagu.

Lagu itulah yang kemudian dipoles naskah sebagai jalan bagi Sierra mendapat maaf dari semua orang yang telah dizaliminya. Terutama Jamey. Namun, bila diperhatikan dengan saksama, Sierra sama sekali tak minta maaf secara serius pada korban-korbannya. Ia justru punya adegan minta maaf yang melankolis dan reflektif pada Dan (RJ Cyler), sahabatnya yang merajuk karena ditinggal tak diajak ke party.

Semua plot receh itu mungkin takkan jadi masalah besar jika Sierra Burgess Is a Loser bukan film yang ingin menginspirasi orang-orang tentang isu body positivity. Masalahnya, sang protagonis utama tak bisa lagi dianggap panutan, karena semua keputusan dan motivasinya keliru, dan justru jadi kontradiktif dengan pesan yang ingin disampaikan. Andai Netflix menggaji penulis yang lebih rajin, ujung film ini juga mungkin tak bikin dahi kita mengernyit: Jamey—si Noah Centineo—bilang “Kamu adalah tipeku” pada perempuan yang sudah menipunya berbulan-bulan.

Sierra betul-betul beruntung. Rasanya, tak mungkin ada manusia sesempurna Jamey di dunia nyata. Film ini memang gagal bercerita tentang tokoh bertubuh bongsor yang bisa jadi panutan, tapi jelas berhasil bikin citra Noah Centineo sebagai idola-baru-remaja-yang-sempurna makin kokoh.

Baca juga artikel terkait FILM FIKSI atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Film
Penulis: Aulia Adam
Editor: Windu Jusuf