Menuju konten utama

Sidang Praperadilan Romi, Ahli Pidana: KPK Berwenang Tangani Kasus

Mahmud beranggapan, KPK tetap bisa menangani perkara yang melibatkan Romahurmuziy. 

Sidang Praperadilan Romi, Ahli Pidana: KPK Berwenang Tangani Kasus
Persidangan praperadilan tersangka jual-beli jabatan Kementerian Agama Romahurmuziy kembali digelar, Kamis 9/5/2019. tirto.id/Taher

tirto.id - Ahli pidana Mahmud Mulyadi dihadirkan oleh biro hukum KPK sebagai ahli dalam sidang praperadilan Romahurmuziy terkait kasus dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama.

Mahmud mengatakan, KPK tetap memiliki kewenangan menangani perkara korupsi meski tidak semua poin-poin dalam Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002 memenuhi unsur. Pasalnya, kata dia, poin-poin dalam pasal itu bersifat alternatif

“Sehingga logika hukumnya tetap alternatif, [apabila] salah satu terkategori (terpenuhi) maka dia bisa masuk wilayah kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,” kata Mahmud di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Sebelumnya, tim kuasa hukum Romahurmuziy, Maqdir Ismail meminta agar penetapan tersangka, surat penyitaan, hingga penahanan kliennya tidak sah.

Tim kuasa hukum beranggapan, KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara Romi. Sebab, uang hasil operasi tangkap tangan dari Muafaq (salah satu tersangka yang juga pemberi dalam kasus jual beli jabatan Kemenag) hanya Rp50 juta.

Hal tersebut dianggap bukan wewenang KPK, karena pasal 11 UU KPK menyatakan, KPK berwenang memproses perkara korupsi jika melibatkan penegak hukum, penyelenggara negara dan kaitan korupsi yang melibatkan penegak hukum atau penyelenggara negara, mendapat perhatian atau meresahkan masyarakat, dan menyangkut kerugian negara minimal Rp1 miliar.

Selain itu, perbuatan Romi dianggap tidak menimbulkan kerugian negara dan tidak ada hubungan penyalahgunaan kekuasaan.

Namun, Mahmud beranggapan, KPK tetap bisa menangani perkara bila tindak pidana itu sudah menjadi perhatian publik. Ia juga mencontohkan langkah Mahkamah Konstitusi yang pernah memutus sengketa karena menjadi perhatian masyarakat.

“Sehingga bila terjadi tindak pidana itu juga dalam bentuk partisipasi masyarakat. Dalam konteks itu juga putusan MK itu tentunya ada perhatian masyarakat, maka menurut saya KPK berwenang untuk melakukan penyelidikan tindak pidana,” sebutnya.

Selain itu, kata Mahmud, kerugian negara yang dimaksud juga tidak harus sama dalam jumlah yang tertera dalam undang-undang (Rp1 miliar). Sebab, poin-poin itu hanya alternatif. Apabila salah satu terpenuhi, maka KPK memiliki kewenangan menangani suatu perkara korupsi.

“Pasal 11 itu sebenarnya dia antara A dan B, C prinsipnya alternatif. ‘Koma’ yang ada di berbagai pasal khususnya di hukum pidana itu ‘koma’ dibaca atau jadi prinsipnya alternatif, tapi memang kadang ada dan atau itu bisa kumulasi atau alternatif,” ungkap dia.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP JUAL BELI JABATAN KEMENAG atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto