Menuju konten utama

Sidang Praperadilan Eddy Rumpoko: KPK Minta Sidang Ditunda

Persidangan Eddy ditunda lantaran KPK tidak memenuhi panggilan pengadilan negeri Jakarta Selatan dan meminta penundaan sidang.

Sidang Praperadilan Eddy Rumpoko: KPK Minta Sidang Ditunda
Wali Kota (nonaktif) Batu Eddy Rumpoko tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (16/10/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Sidang praperadilan dengan pemohon Walikota Batu non-aktif Edy Rumpoko ditunda, Senin (6/11/2017). Persidangan Eddy ditunda lantaran KPK tidak memenuhi panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan meminta penundaan sidang.

Persidangan dimulai sekitar 10.30 WIB di ruang HM Ali Said. Persidangan yang dipimpin hakim R Iim Nurohim itu tidak berlangsung lama. Saat majelis hakim menanyakan kehadiran pemohon, pihak pemohon menunjukkan keterangan bahwa Eddy Rumpoko diwakili oleh kuasa hukumnya, Agus Dwi Warsono.

Namun, saat KPK selaku termohon diminta menunjukkan kehadiran, perwakilan KPK mendatangi majelis hakim. Perwakilan tersebut menyerahkan surat permohonan penundaan sidang. Atas permintaan tersebut, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang.

"Karena termohon tidak hadir, maka majelis hakim akan memanggil termohon dan juru sita pengadilan Jakarta Selatan untuk hadir pada 13 November 2017," kata hakim R Iim Nurohim di pengadilan negeri Jakarta Selatan, Ampera, Jakarta Selatan, Senin (6/11/2017).

Setelah mendengar penetapan penundaan persidangan, perwakilan KPK langsung meninggalkan ruang sidang. Pria yang enggan menyebut namanya itu langsung bergegas ke luar gedung pengadilan negeri Jakarta Selatan.

Di sisi lain, kuasa hukum Eddy Rumpoko Agus Dwi Warsono menegaskan, dirinya dan klien siap menjalani persidangan. Mereka meyakini bisa memenangkan persidangan karena menilai penetapan tersangka tidak sesuai aturan yang berlaku.

"Praperadilan ini diajukan karena OTT yang dijalankan oleh KPK itu kan tidak atas dasar hukum karena banyak fakta yang nanti akan kita ungkap di persidangan terkait dengan alat bukti tidak ada," tegas Agus usai persidangan di pengadilan negeri Jakarta Selatan, Ampera, Jakarta Selatan, Senin (6/11/2017).

Agus mengatakan, ada sejumlah keberatan yang akan disampaikan dalam praperadilan Eddy. Pertama, penangkapan atas dasar OTT tidak berdasarkan atas dua bukti permulaan yang cukup. Mereka mengacu kepada berita acara penyitaan yang disita itu adalah mobil Alphard yang seolah-olah itu adalah hadiah dari Philipus atas nama PT Duta Selaras. Mereka mengklaim, Eddy sudah tidak ada hubungan dengan PT Duta Selaras yang dipimpin Philipus itu.

"PT Duta Selaras tidak ada hubungan dengan Pak Eddy karena terhitung sejak 2012, Pak Eddy sudah menjual seluruh sahamnya," kata Agus.

Agus menegaskan, hal itu bisa dicek di LHKPN Eddy. Laporan harta kekayaan pejabat negara itu sudah dilaporkan dihabisbukukan dengan laporan per 1 Juli 2015. Padahal, dalam pemeriksaan, Mobil Alphard untuk Edy kabarnya dibeli oleh Philipus tahun 2016.

"Sekarang ini yang jadi pertanyaan bahkan PT Duta Selaras melalui Dirut melaporkan ada penggunaan dokumen palsu atau pembelian kendaraan mobil Alphard," kata Agus.

Kedua, mereka menduga ada ketidakprofesionalan di dalam konteks penyelidikan. Mereka meyakini, OTT hanya sebagai alat bagi KPK untuk memenuhi alat bukti. OTT itu pun akhirnya menjadi alasan penahanan, sehingga penetapan tersangka itu dinilai tidak berdasarkan hukum. Mereka menilai, ketidakpahaman itu yang menjadi pemicu kesalahan OTT terhadap Eddy.

"Ini kita akan ungkap semua di persidangan. Ada ketidakprofesionalan. Kami menduga ada ketidakprofesionalan komisioner KPK dalam menetapkan Pak Eddy. Intinya itu," kata Agus.

Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Walikota Batu Eddy Rumpoko sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan furnitur dengan nilai proyek Rp 5,2 miliar. KPK menetapkan Eddy lantaran terjaring operasi tangkap tangan KPK beberapa waktu lalu.

Dalam operasi itu, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkot Batu Eddi Setiawan dan pengusaha bernama Filipus Djap.

Tim KPK mengamankan uang sekitar Rp 300 juta. Uang Rp 200 juta diterima oleh Eddy Rumpoko. Adapun Rp 100 juta diberikan kepada Eddi Setiawan dari Filipus. Selain itu, mereka juga mengamankan mobil Alphard. Diduga, Eddy Rumpoko dijanjikan uang Rp 500 juta oleh seorang pengusaha bernama Filipus Djap terkait proyek senilai Rp 5,2 miliar setelah dipotong pajak tersebut. Eddy pun sudah menerima Rp 300 juta sebelum tertangkap tangan di rumah dinas di Kota Batu, Jawa Timur.

Sebagai terduga penyuap, Filipus diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, sebagai terduga penerima, Eddy Rumpoko dan Eddi Setiawan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT WALIKOTA BATU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri