Menuju konten utama

Siasat Menteri Jonan Hadapi Harga Migas yang Terus Anjlok

Menteri ESDM, Ignatius Jonan menyatakan prinsip efisiensi dan mewujudkan keunggulan kompetitif perlu dipegang dalam pengelolaan sumber daya alam ketika harga-harga komoditas, terutama migas, cenderung terus menurun di pasar dunia. 

Siasat Menteri Jonan Hadapi Harga Migas yang Terus Anjlok
Menteri ESDM Ignasius Jonan melihat keseluruhan kapal Floating Production Unit (FPU) Jangkrik seusai upacara penamaan di Saipem Karimun Yard, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, Selasa (21/3/2017). Kapal FPU Jangkrik merupakan fasilitas migas berbentuk kapal dirancang untuk pengolahan gas dengan kapasitas hingga 450 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) yang akan beroperasi di Blok Muara Bakau di cekungan Kutai, lepas pantai Selat Makassar, sekitar 70 km dari garis pantai Kalimantan Timur dan akan segera berproduksi pada pertengahan tahun 2017. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan tidak risau dengan terus menurunnya harga minyak dan gas di pasar dunia. Sebabnya, hasil sumber daya alam memang sudah waktunya tidak dijadikan sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Di situasi seperti ini, menurut Jonan, yang paling penting justru mendorong pemerataan pembangunan dan peningkatan daya beli masyarakat Indonesia.

Meski begitu, Jonan menyatakan tidak bermaksud mengesampingkan pentingya pengelolaan sumber daya alam untuk memacu perekonomian nasional.

“Tentu tidak bisa dipungkiri, kalau (negara) memiliki sumber daya alam maka harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Hanya saja, harus memenuhi kaidah-kaidah,” kata Jonan dalam acara “Economic Challenges” di Energy Building SCBD, Jakarta, pada Jumat (24/3/2017).

Jonan juga menjelaskan, di situasi menurunnya harga migas, kemungkinan impor komidtas ini terbuka bila memang lebih menguntungkan ketimbang memanfaatkan hasil produksi dalam negeri.

“Kalau gas untuk industri yang diproduksi dalam negeri malah lebih mahal daripada yang impor, kenapa tidak kalau harus impor? Atau katakanlah gas dari satu daerah dikirimkan ke daerah lain, masih sama-sama di Indonesia, biayanya lebih mahal dibandingkan impor, ya mending diizinkan impor,” ujar Jonan.

Dia menegaskan efisiensi dan keunggulan kompetitif adalah prinsip kunci yang perlu dipegang di pengelolaan sumber daya alam nasional untuk menghadapi dinamika pasar global sekarang.

“Jadi jangan karena produksi gas dalam negeri ada segini, terus dipakai semua at any cost. Enggak bisa pada akhirnya industri yang menggunakan gas, tapi masyarakat harus membayar (biaya) efisiensinya,” kata Jonan.

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani memaparkan selama beberapa tahun terakhir kontribusi sektor migas bagi APBN cenderung lebih rendah dari subsidi.

“Bisa habis kita. Oleh karena itu penerimaan migas harus diseimbangkan. Defisit harus di bawah 3 persen dari PDB (produk domestik bruto),” kata Askolani.

Dia mengingatkan pemerintah perlu cermat di pengelolaan sumber daya alam. “Apa cadangan minyak mau digunakan atau disimpan? Kalau mau impor, kenapa di dalam negeri dieksploitasi? Seharusnya seperti Amerika Serikat dan Cina, memilih simpan energi, dan memutuskan impor.”

Menurut Askolani, turunnya harga minyak tidak hanya berdampak ke Indonesia, tetapi juga negara-negara lain, termasuk Arab Saudi yang kaya komoditas ini. “Arab Saudi sudah mengurangi subsidi dan berdampak pada inflasi.”

Sementara itu, Direktur Utama Medco Hilmi Panigoro mengaku sepakat dengan Jonan soal prinsip efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya energi.

“Yang penting bagaimana agar harga migas saat ini bisa memberikan nilai tambah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi negara. Selanjutnya, tugas Kementerian (ESDM) untuk menciptakan iklim yang mendukung perusahaan-perusahaan migas agar dapat melakukan produksi dengan baik,” ujar Hilmi.

Baca juga artikel terkait HARGA MINYAK TURUN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom