Menuju konten utama

Siapakah Munarman? Profil Eks Pentolan FPI Ditangkap Densus 88

Siapa Munarman? Ia pernah menjadi pengacara Rizieq Shihab. Kasus yang heboh, ia menyiram air ke muka Thamrin Tomagola.

Siapakah Munarman? Profil Eks Pentolan FPI Ditangkap Densus 88
Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman usai diperiksa di Sub Direktorat Reserse Mobil (Subdit Resmob) Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus penculikan dan penganiayaan pegiat media sosial Ninoy Karundeng, Rabu (9/10/2019). ANTARA/Fianda Rassat

tirto.id - Nama Munarman menghiasi pemberitaan tanah air baru-baru ini. Penyebabnya adalah: mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu ditangkap oleh Densus 88 Antiteror pada sore hari sekitar pukul 15.30 WIB di Perumahan Modern Hills, Tangerang Selatan, Selasa, 27 April 2021.

Dugaan yang ditujukan ke Munarman, kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.

Berdasarkan sebuah video yang viral di media sosial, nama Munarman beredar dalam jaringan teroris di Indonesia. Pengakuan itu disampaikan seorang anggota Front Pembela Islam Makassar, Ahmad Aulia (30), yang berbaiat kepada ISIS. Baiat itu dihadiri oleh Munarman.

Menurut pengakuannya, Ahmad ditangkap pada 6 Januari lalu, kemudian ditahan di Polda Sulawesi Selatan. Polisi menangkapnya karena berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi pada Januari 2015, ada 100 orang lainnya yang turut serta bersumpah kepada pimpinan ISIS itu. Pengukuhan itu dilakukan di Markas FPI di Jalan Sungai Limboto, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.

“Saya berbaiat dihadiri oleh Munarman selaku pengurus FPI Pusat pada saat itu. Ustaz Fauzan, (dan) Ustaz Basri yang memimpin baiat. Setelah baiat, saya pernah mengikuti taklim rutin FPI di Jalan Sungai Limboto sebanyak 3 kali, yang mengisi acara itu Ustaz Agus dan Abdurahman selaku pemimpin Panglima FPI Kota Makassar,” kata Ahmad berdasarkan pengakuannya.

Terkait dengan itu, pihak kepolisian menyatakan. “Masih menunggu kerja (penyelidikan) dari Densus 88. Namun, siapapun yang terlibat dalam tindak pidana pasti akan dimintakan pertanggungjawaban hukumnya,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono ketika dihubungi, Jumat (5/2).

Siapakah Munarman?

Sebagaimana dilansir laman resmi kontras.org yang bersumber pada pemberitaan Kompas.com 6 Juni 2008, sebelum dikenal seperti sekarang ini, Munarman adalah sosok pendekar hukum dan aktivis pembela hak-hak sipil. Apabila melihat rekam jejaknya di YLBHI dan Kontras, ia adalah sosok yang egaliter dan nasionalis.

Ia mengawali kariernya sebagai relawan LBH di Palembang pada tahun 1995. Dua tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Kepala Operasional LBH Palembang. Namanya mulai mencuat saat menjadi koordinator Kontas Aceh pada 1999-2000 hingga dipercaya sebagai Koordinator Badan pekerja Lepas.

Oleh karena jabatan yang pernah ia emban itu, Munarman pun dicalonkan menjadi ketua YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia). Ia pun terpilih sebagai Ketua YLBHI untuk periode 2002-2007.

Selama menjadi orang nomor 1 di YLBHI, Munarman membuat sepak terjang dalam dua tahun kepemimpinannya. Kala itu, ia mengumumkan kalau YLBHI sedang dilanda krisis keuangan. Kalau masalah ini tidak segera ditangani, maka 14 cabang LBH akan kolabs.

Atas hal itu, Dewan pengurus pun terpaksa memotong gaji staf sebanyanya 50 persen dan tidak membayarkan tunjangan hari raya (THR). Sebab, uang kas YLBHI semakin menipis. Di sisi lain, setiap bulan YLBHI membutuhkan dana operasional sekitar Rp1,5 miliar.

Guna mengatasi persoalan tersebut, Munarman pun menginisiasi malam penggalangan dana. Dari sana, terkumpul uang sebesar Rp1 miliar yang disumbang dari berbagai tokoh seperti Taufik Kiemas Rp500 juta, Buyung Nasution Rp400 juta, Hotma Sitompul Rp100 juta.

Namun, segala citra yang sudah dibangun Munarman itu runtuh seketika tatkala ia terlibat dalam penyerangan FPI terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

Menurut keterangan teman-temannya, Munarman mulai berminat pada gerakan Islam saat menjadi anggota Tim Pengacara Abu Bakar Ba'asyir tahun 2002. Setelah itu, ia pun menjadi dekat dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HT). Kemudian, ia mulai mengenal sejumlah tokoh, termasuk Rizieq Shihab. Dia kemudian mendirikan An Nashr Institute.

Pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 16 September 1968 ini kemudian menjadi Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI). Ia juga pernah menjadi Panglima Komando Laskar Islam, hingga menempati posisi terakhir sebagai Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), sebelum akhirnya organisasi itu dilarang pemerintah. Munarman juga pernah menjadi pengacara Riziq Shihab dalam kasus kerumunan di Petamburan.

Kasus Munarman Siram Air ke Muka Thamrin Tomagola

Nama Munarman kembali menjadi perbincangan ketika tampil dalam acara Live di TV One pada tanggal 28 Juni 2013, tepatnya di program "Apa Kabar Indonesia Pagi". Kala itu, mereka membahas soal pembatasan jam malam tempat hiburan di Jakarta dan Munarman menyiram muka Sosiolog UI Thamrin Tomagola dengan segelas teh setelah terjadi silang pendapat antara keduanya. Merespons insiden ini, TV One menyampaikan permintaan maaf melalui akun @akipagi_tvone.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Ezki Tri Rezeki Widianti menyatakan bahwa hal ini merupakan pelajaran dimana siaran langsung lebih berisiko sehingga kriteria pemilihan narasumber harus lebih jelas.

TVONe diminta untuk tidak mengedepankan sensasi dalam memilih nara sumber dan lebih menekankan pada informasi dan pengetahuan apa yang didapat publik dari narasumber yang bersangkutan.

Ia juga menyayangkan pemilihan nara sumber TV One dengan menyatakan bahwa banyak tokoh ormas lain yang lebih santun yang lebih baik yang bisa diwawancara. Tamrin sendiri menolak untuk melaporkan tindakan tersebut ke polisi dengan alasan tidak mau melayani tindak premanisme.

Baca juga artikel terkait MUNARMAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya