Menuju konten utama

Setelah Lamaran Atta-Aurel yang Membajak Frekuensi Publik

Proses pernikahan Atta dan Aurel yang ditayangkan televisi swasta dikritik. Sejauh mana prosesnya?

Setelah Lamaran Atta-Aurel yang Membajak Frekuensi Publik
Ilustrasi penyiaran. Getty Images/Istockphoto

tirto.id - Pembajakan frekuensi publik belum selesai setelah lamaran Atta Halilintar terhadap Aurel Hermansyah disiarkan langsung oleh stasiun televisi swasta RCTI, Sabtu (13/3/2021) lalu. Akad nikah mereka yang dijadwalkan berlangsung pada 3 April 2021 juga akan disiarkan dalam program Go Spot dan Barista. Prosesi siraman dan pengajian pun ditayangkan beberapa program hiburan.

Sebelum hari H lamaran, Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), terdiri dari beberapa organisasi masyarakat dan individu yang fokus pada isu penyiaran untuk kepentingan publik, telah melayangkan protes. Mereka mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menghentikan acara tersebut. Tapi toh tersiar juga.

Pada hari itu juga Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo mengaku telah bertanya ke RCTI. “Untuk meminta penjelasan terkait tayangan itu,” ujar dia kepada reporter Tirto, Selasa (16/3/2021). Hingga kini pengusutan masih dilakukan oleh KPI. Belum diketahui apakah akan ada sanksi bagi RCTI atau tidak. “Saya belum bisa menyampaikan.” Mulyo melanjutkan.

Terlepas dari apakah akan ada sanksi bagi RCTI, dia meminta publik memilah kemudian bersikap atas program-program tak bermanfaat. Menurutnya karena masyarakat masih mau menonton itulah lembaga penyiaran menayangkan tayangan yang tak faedah itu. Dengan kata lain, karena ada permintaan.

Manajer Penelitian Remotivi Muhamad Heychael menegaskan kembali apa yang keliru dari penayangan acara privat di stasiun televisi tersebut: bahwa frekuensi publik tak seharusnya dipakai untuk kepentingan privat. “Kepentingan publik bukan jumlah orang suka atau tidak. Kepentingan publik itu alasannya adalah berfungsi untuk hidup bersama,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa.

Pernikahan individu, katanya, tentu tidak berdampak langsung kepada publik. Ia tak ada manfaatnya sama sekali untuk masyarakat. Satu-satunya alasan penayangan acara tersebut adalah ekonomi, yaitu mendulang untung.

Memang menurutnya tak ada pasal dalam UU Penyiaran yang dilanggar. Hanya saja penayangan acara tersebut seolah melecehkan prinsip dari peraturan tersebut. Oleh karena itu menurutnya, KPI tak usah ragu menindak kasus ini dan kasus-kasus serupa.

“Regulasi ada yang prinsip dan non-prinsip. Ini yang dilanggar [RCTI] adalah prinsip. Masak [KPI] tidak berani memutuskan bahwa ini melanggar prinsip UU Penyiaran?” tutur Heychael.

Stasiun televisi yang berdiri 21 Agustus 1987 tersebut bisa saja dijatuhi sanksi administratif, penghentian sementara, atau denda.

Pembelaan RCTI

Tujuh tahun silam KPI telah menegur RCTI karena menyiarkan pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina selama kurang lebih tujuh jam. KPI menilai siaran tersebut bukan untuk kepentingan publik sebagai pemilik utuh frekuensi.

Saat itu KPI menyimpulkan durasi waktu siar tidak wajar. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepentingan publik.

KPI memutuskan penayangan tersebut melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1) serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 11 ayat (1). Mereka memberikan sanksi berupa teguran tertulis.

Tapi RCTI mengulangi perbuatannya.

Syafril Nasution, Group Corporate Secretary Director MNC Group, perusahaan induk RCTI, menyatakan siaran Atta-Aurel tak keliru. Tayangan tersebut disebutnya bermanfaat, yaitu mempublikasikan kebudayaan. “Proses lamaran pun bagian dari budaya. RCTI ingin menampilkan keragaman budaya pernikahan Indonesia,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Selasa.

Siaran ini juga dinilai sangat membantu masyarakat dan keluarga besar yang ingin menyaksikan prosesi lamaran karena keterbatasan gerak yang muncul selama pandemi. “Pertemuan fisik dibatasi dan tamu yang datang ke lokasi juga terbatas.”

Syafril pun mengklaim “publik pasti ingin tahu aktivitas mereka.” Dengan kata lain siaran prosesi pernikahan semata-mata menjawab animo masyarakat yang tinggi.

Pada akhirnya dia mengatakan “tidak ada pelanggaran yang dilakukan dalam menayangkan prosesi pernikahan Aurel dan Atta.”

Baca juga artikel terkait FREKUENSI PUBLIK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino