Menuju konten utama

Setelah Ibu Kota Pindah, Kodam Mulawarman Bisa Semakin Bergengsi

Kodam VI/Mulawarman sekarang mungkin akan bernasib seperti Kodam di Jakarta saat ini. Dulu Panglima Kodam di Kalimantan adalah jenderal yang kurang disukai.

Setelah Ibu Kota Pindah, Kodam Mulawarman Bisa Semakin Bergengsi
Markas Komando Daerah Militer (Kodam) VI/Mulawarman di kota Balikpapan, Kalimantan Timur.

tirto.id - Salah satu mantan Pangdam Tanjungpura pernah menyebut Kodam-nya bukanlah Kodam tipe A seperti di Jakarta Raya, melainkan hanya Kodam tipe C. Padahal, ketika ia menjadi Pangdam di zaman Orde Baru itu, Kodam Tanjungpura membawahi seluruh Pulau Kalimantan. “Kodam tipe C tidak terlalu penting dalam perpolitikan Orde Baru," katanya.

Mantan Pangdam tersebut adalah Zaini Azhar Maulani dan apa yang ia ucapkan tertuang dalam memoarnya, Melaksanakan Kewajiban kepada Tuhan dan Tanah Air (2006: 253). Maulani adalah lulusan terbaik Akademi Militer Nasional [AMN] tahun 1961 dan merupakan perwira Banjar kesekian yang jadi orang penting di Kalimantan Timur.

Satu dekade lebih sebelum Maulani mengemban jabatan tersebut, pernah ada Brigadir Jenderal Abdul Wahab Sjahranie. Seturut catatan Burhan Magenda dalam East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy (2010: 100), Sjahranie masih keturunan keluarga aristokrat Banjar di Rantau, Kalimantan Selatan.

Karier Sjahranie dimulai sebagai guru di Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (Seskoad), sebelum akhirnya bertugas di bagian infanteri. Ketika usianya 57, ayah dari gitaris Eet Sjahranie ini menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur dari 1972 hingga 1978. Kemudian, demi menghargai perjuangannya, sejak 22 Februari 1986 namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit penting di ibu kota provinsi Kalimantan Timur: RSUD AW Sjahranie.

Kembali ke Maulani. Sebelum dirinya, jabatan Pangdam Tanjungpura dipegang kawan satu angkatannya (1961), Feisal Tanjung. Sebelum masuk Kostrad, Feisal lama berkarier sebagai perwira baret merah dan namanya termasuk menonjol di Jakarta, Jawa Tengah, serta Papua. Menurut Maulani (hlm. 257), sosok Feisal tidak disenangi perwira seniornya, kendatipun jasanya untuk Orde Baru cukup besar. Salah satunya: menghajar pemberontakan Mbah Suro Nginggil.

“Sebagai seorang perwira yang memiliki prestasi berkibar, ditempatkannya di Kodam kelas C, cukup terang menjelaskan latar belakang alasan tadi,” kata Maulani.

Baik Maulani dan Feisal dianggap sebagai ABRI Hijau. Seperti dicatat Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun: Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016: 153), Feisal kemudian jadi jenderal terpendam di Bandung. Di masa-masa Soeharto makin dekat dengan Islam, barulah kariernya merangkak naik jadi Panglima ABRI.

Kodam yang Tak Populer

Dulu, Kodam di Kalimantan terbagi tiga: Kalimantan Timur-Kodam IX/Mulawarman, Kalimantan Selatan-Kodam X/Lumbung Mangkurat, Kalimantan Barat-Kodam XII/Tanjungpura]. Sekitar tahun 1984, dilakukan reorganisasi hingga menyusukan jumlah 16 Kodam menjadi 10 Kodam. Tiga Kodam di Kalimantan tersebut kemudian disatukan dalam Kodam VI Tanjungpura. Menurut catatan Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi AD (1988: 30), Kodam Mulawarman berdiri pada Juli 1958.

Nama Kodam Mulawarman tentunya diambil dari nama Raja Kutai era Hindu-Budha yang terkenal. Sebelum Sukarno lengser, jabatan Panglima Kodam Mulawarman pernah diemban beberapa nama berikut: Soehario Padmodiwirio alias Hario Kecik, Soemitro (kelak menjabat Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban alias Pangkopkamtib selama 1971-1974), Moeng Parhadimulyo (salah satu komandan baret merah), hingga Ery Supardjan (kelak menjabat jadi Gubernur Kaltim periode 1978-1983).

Menurut Maulani (hlm. 267), markas Kodam IV/Tanjungpura di Balikpapan mulanya merupakan bekas markas Kodam IX/Mulawarman. Markas itu punya motto yang ditakik dari perkataan Pangeran Antasari: Gawai Manuntung Waja Sampai ka Putting. Namun, kelak motto tersebut digunakan oleh seloka Kodam X/Lambung Mangkurat.

Kodam IV/Tanjungpura merayakan ulang tahunnya tiap 20 Juli. Tanggal tersebut didasarkan dari upacara peresmian penggabungan bekas serdadu-serdadu KNIL Belanda ke dalam komando tentara & teritorium VI Kalimantan yang merupakan bagian dari TNI—kala itu bernama Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)—yaitu pada 20 Juli 1950. Salah satu bekas KNIL yang bergabung dalam TNI di Kalimantan adalah para anggota Batalyon Andjing NICA yang ikut menyerbu kota-kota pada agresi militer Belanda II.

Upacara peresmian itu, masih menurut Maulani, tetap dikenang para bekas pejuang gerilyawan sebagai Hari KNIL. Namun demikian, banyak dari mereka yang merasa sakit hati karena tidak masuk TNI pada 1950-an, hingga memunculkan gerombolan pengganggu keamanan seperti kelompok Ibnu Hajar yang akhirnya dikaitkan dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Sebab itu, ditambah juga dengan anggapan berbau KNIL, Kodam VI/Tanjungpura ini kurang populer di mata masyarakat.

Infografik Kodam mulawarman

Infografik Kodam mulawarman. tirto.id/Sabit

Selain Maulani dan Feisal Tanjung, dua jenderal terkenal lain yang pernah jadi Panglima Kodam VI/Tanjungpura adalah Muchdi Purwoprandjono sang politikus Partai Berkarya dan Sang Nyoman Suwisma yang belakangan aktif di MNC TV dan PT Gajah Tunggal.

Di zaman Jenderal George Toisutta jadi Kepala Staf Angkatan Darat, Kodam VI/Tanjungpura di Kalimantan dipecah lagi menjadi dua. Di bagian barat—meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah—ada KODAM XII Tanjungpura. Sementara di bagian timur—meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, serta Kalimantan Utara—terdapat Kodam VI/Mulawarman.

Semula, markas Kodam Tanjungpura berada di Banjarmasin, namun kemudian dipindah ke Balikpapan, sangat dekat dengan Penajam Paser Utara (PPU) yang kini akan dijadikan Ibu kota Negara Republik Indonesia. Di sekitar daerah bakal ibu kota negara tersebut, Pangkalan Udara (Lanud) Dhomber dan Pangkalan Laut (Lanal) terdekat berada di kota Balikpapan, lokasi yang juga jadi tempat markas Kodam VI/Mulawarman berada.

Tidak menutup kemungkinan dua pangkalan non-Angkatan Darat itu akan diperbesar jika PPU sudah jadi ibu kota. Dengan begitu, Balikpapan, yang sejak 1950 sudah jadi kota tangsi, terus berkembang lagi sebagai kota penuh barak.

Namun, yang utama, Kodam di Kalimantan Timur yang dahulu dianggap sebagai Kodam tipe C seperti zaman Maulani sudah tinggal cerita saja. Pangdam di Kalimantan Timur juga akan jadi jabatan militer cemerlang dan bergengsi.

Baca juga artikel terkait PEMINDAHAN IBU KOTA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Eddward S Kennedy