Menuju konten utama

Sering Unggah Foto Bersama Pasangan Bisa Jadi Tanda Kurang Bahagia

Jenis dan frekuensi unggahan menentukan apakah pasangan sejatinya bahagia atau tidak akan hubungan mereka.

Sering Unggah Foto Bersama Pasangan Bisa Jadi Tanda Kurang Bahagia
Ilustrasi pamer kemesraan di media sosial. FOTO/Istock

tirto.id - Pada 16 November lalu, aktor Gading Marten mengunggah foto dirinya bersama sang istri, Gisella Anastasia, dan buah hati mereka Gempita Nora Marten.

Ketiganya duduk di atas karpet, dekat dengan meja di mana terdapat kue ulang tahun beserta ucapan bertuliskan “Happy Birthday Mama Gempi”. Mereka kompak tersenyum ke arah kamera. Di kolom caption, Gading mengucapkan doa buat Gisella yang tengah berulang tahun. Ia berharap perempuan berusia 28 tahun tersebut panjang umur dan selalu bahagia.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 21 November, Gisella mengunggah foto serupa. Tapi, penyanyi jebolan ajang pencarian bakat itu justru meminta maaf dan meminta doa di kolom caption akun Instagram miliknya.

“... Terima kasih semua pihak di luar sana yang sudah men-support kami selama ini. Mohon kebesaran hatinya untuk tak menyebarkan berita tak betul karena kami ingin terus menjadi partner yang baik untuk mengasihi dan membesarkan Gempita walau jalannya tak sempurna seperti semestinya,” tulisnya.

Pernyataan Gisella rupanya mengejutkan warganet. Dua hari sebelumnya, muncul berita Gisella melayangkan gugatan cerai terhadap sang suami di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 23 November, Gisella menjelaskan pada wartawan lewat layanan video call tentang keputusannya bercerai.

“Permasalahannya sudah ada satu tahun setengah, tapi namanya orang pasti harus berusaha. Saya mengakui untuk satu tahun setengah dan menyerah seperti ini termasuk waktu yang cepat,” jelasnya.

Keputusan Gisella mengagetkan banyak pihak. Pasalnya, selama ini mereka selalu dipandang sebagai pasangan yang harmonis dan jadi kesukaan banyak orang. Tahun lalu, Gisella-Gading bahkan menerima penghargaan keluarga selebritas favorit dari Insert Awards.

Keharmonisan dan kekompakan sebagai keluarga maupun pasangan turut diperlihatkan keduanya di akun media sosial. Mereka kerap berbagai kehangatan di situs web berbagi video Youtube, termasuk unggahan terakhir tanggal 9 November 2018 yang berjudul “Olahraga Bareng! Gempi yang Jadi Coachnya”.

Sementara itu, Gisella membagikan lebih dari 50 foto yang menampilkan dirinya, suami, berikut Gempi selama 6 bulan terakhir sejak Mei hingga Oktober 2018 di akun Instagramnya. Demikian juga Gading yang mengunggah foto kedekatan ia bersama keluarga dengan jumlah unggahan yang kurang lebih sama dalam kurun waktu serupa. Tak heran jika publik beranggapan hubungan Gisella dan Gading akur-akur saja.

Bahagia di Media Sosial

Menurut Gwendolyn Seidman, masuk akal menganggap bahwa foto atau video yang diunggah pasangan di media sosial mencerminkan relasi yang bahagia.

“Bayangkan pasangan yang menjalin hubungan penuh kebahagiaan dan berkomitmen. Mereka cenderung menghabiskan waktu berdua, berekreasi atau berlibur bersama. Jika keduanya adalah pengguna media sosial yang cukup aktif maka mereka akan membagikan foto diri beserta pasangan saat melakukan kegiatan bersama. Sehingga tak mengherankan jika unggahan ini dihubungkan dengan kepuasan dan komitmen,” ujar Associate Professor pada Jurusan Psikologi Albright College ini.

Namun, Seidman mengatakan tak semua aktivitas membagi unggahan di media sosial menunjukkan tanda kebahagiaan dan komitmen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Seidman bersama Amanda Havens dan Michael Langlais, ada perbedaan antara relasi yang bahagia dan yang tidak terkait aktivitas mengunggah foto serta video pasangan di media sosial.

Lewat riset yang berjudul “Romantic Relationship-oriented Facebook Activities and the Satisfaction of Belonging Needs (2017) tersebut, Seidman, Havens, dan Langlais meneliti 348 pengguna Facebook berusia dewasa. Mereka bertanya seberapa sering responden menampilkan unggahan soal hubungan yang bersifat umum, seperti membagikan status serta foto relasi atau pasangan.

Selain itu, responden juga ditanya tentang aktivitas yang menunjukkan relasi berlebihan di media sosial namun tak dilakukan di dunia nyata. Seidman, dkk menggali data terkait tiga poin, yakni unggahan informasi yang memalukan hubungan atau pasangan, unggahan di dinding akun pasangan berisi pesan yang tak nyaman jika disampaikan secara langsung, serta konten yang menampilkan afeksi lebih dari biasanya.

Hasil analisis Seidman, Havens, dan Langlais lantas menunjukkan bahwa unggahan soal hubungan yang bersifat umum punya hubungan positif dengan tingkat kepuasan yang lebih besar. Dalam hal ini, kepuasan dirasakan oleh mereka yang menggungah foto atau status tentang hubungan romantis, juga oleh pasangan yang mengunggah foto bersama sebagai foto profil.

Sebaliknya, aktivitas menunjukkan relasi berlebihan menghasilkan tingkat kepuasan yang lebih sedikit. Dengan demikian, responden yang membagikan informasi memalukan atau menunjukkan afeksi lebih dari yang dianggap normal apabila bertemu merasa kurang puas akan hubungannya.

Infografik Relationship Visibility

Infografik Relationship Visibility

Dari sisi frekuensi unggahan foto berikut video di media sosial, Lydia F. Emery, dkk mengatakan seseorang yang merasa tak nyaman dengan perasaan pasangannya cenderung membuat hubungannya menonjol di media sosial dengan cara membagikan lebih banyak unggahan. Kesimpulan ini didapat setelah mereka meneliti 108 pasangan heteroseksual (216 individu) di universitas kecil di Kanada.

Lewat riset yang berjudul “Can You Tell That I’m in a Relationship? Attachment and Relationship Visibility on Facebook” (2014) tersebut, Emery, dkk meneliti lebih dalam soal relationship visibility atau visibilitas hubungan di media sosial. Visibilitas hubungan merupakan istilah yang merujuk pada pentingnya relasi dalam citra diri yang disampaikan individu pada orang lain.

Lebih lanjut, relationship visibility dipengaruhi oleh dimensi kelekatan (attachment) antar orang dewasa. Menurut Emery, dkk, hubungan antara kedua hal tersebut tercipta karena dorongan untuk mengatur kesan yang melekat pada diri, misalnya usaha untuk meningkatkan kepercayaan diri, memperoleh status sosial, atau membentuk identitas tertentu.

Dari analisis data, mereka menjelaskan bahwa keinginan visibilitas hubungan individu yang mempunyai kelekatan cemas (anxious) lebih tinggi daripada mereka yang cenderung memiliki kebiasaan menghindar (avoidant). The Huffington Post menjelaskan bahwa orang yang memiliki kelekatan cemas cenderung khawatir akan kemampuan pasangannya untuk mencintai dirinya. Ia juga tak konsisten dalam hal memberikan perhatian.

Sementara itu, individu dengan kelekatan menghindar adalah pribadi independen yang takut berkomitmen. Baginya, membiarkan seseorang mendekat akan menimbulkan kekecewaan serta rasa sakit.

Dalam hal ini, seseorang dengan kelekatan cemas percaya bahwa visibilitas hubungan di media sosial membuat mereka merasa lebih baik. Sebaliknya, individu yang mempunyai kecenderungan menghindar justru menilai hal tersebut bukanlah ide baik karena membuat mereka menilai buruk diri sendiri.

Tapi, ketika kegelisahan akan perasaan pasangan muncul, baik individu dengan kelekatan cemas maupun yang punya kecenderungan menghindar sama-sama tak bisa mengurangi efek tersebut. Yang bakal dilakukan justru membikin hubungan mereka kelihatan di media sosial dengan cara mengunggah foto atau video lebih banyak dari biasanya.

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Windu Jusuf