Menuju konten utama

Serikat Pekerja Tetap Tolak Penetapan UMP yang Mengacu PP 78/2015

Said mengklaim penolakan tersebut telah muncul di DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Banjarmasin, Semarang, Jepara, Cilegon, Tuban, dan beberapa daerah lain.

Serikat Pekerja Tetap Tolak Penetapan UMP yang Mengacu PP 78/2015
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (kanan). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 yang masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015. Adapun KSPI menekankan bahwa para buruh akan tetap menggelar aksi untuk melawan penggunaan PP tentang pengupahan tersebut.

“Aksi-aksi menolak UMP/UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) yang ditetapkan berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 sudah berlangsung dan akan terus berlangsung di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan resmi yang diterima Tirto pada Kamis (1/11/2018).

Lebih lanjut, Said mengklaim penolakan tersebut telah muncul di sejumlah kota, seperti DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Banjarmasin, Semarang, Jepara, Cilegon, Tuban, dan beberapa daerah lain.

Said lantas menyinggung tentang penetapan UMP DKI Jakarta untuk 2019 yang sebesar Rp3.940.973,96. Berdasarkan perhitungan KSPI, UMP bagi para buruh di ibukota semestinya di kisaran Rp4,2 juta. Dengan demikian, masih ada selisih sekitar Rp300.000,00 antara angka yang diharapkan dengan realitanya.

Menurut Said, upah sebesar Rp3,94 juta itu tidak layak untuk hidup di ibukota. KSPI menghitung kebutuhan makan tiga kali sehari bagi buruh setidaknya mencapai Rp1,35 juta setiap bulannya. Lalu untuk sewa rumah, biaya listrik, dan air dalam sebulan diperkirakan mencapai Rp1,3 juta, belum lagi ditambah kebutuhan transportasi sebesar Rp500.000.

“Dari tiga item tersebut, sudah menghabiskan anggaran Rp3.150.000. Ini adalah biaya tetap yang tidak bisa diutak-atik,” ucap Said.

Apabila anggaran sebanyak Rp3.150.000 itu sudah dipastikan habis untuk tiga kelompok kebutuhan utama, maka KSPI menyebutkan seorang buruh tinggal memiliki sisa upah sebesar Rp790.972. Said pun menilai uang sisa tersebut tidak akan cukup apabila harus memenuhi sejumlah kebutuhan penunjang, seperti biaya beli pulsa, belanja baju, memberi uang jajan kepada anak, serta biaya pendidikan.

“Karena itu buruh mengusulkan UMP untuk 2019 sebesar Rp4,2 juta. Nilai Rp3,9 juta itu hanya memasukkan unsur inflasi 2018. Padahal, upah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pada 2019,” kata Said.

Sebagai solusinya, Said meminta agar penetapan UMP dapat ditambah dengan elemen pertumbuhan ekonomi nasional. “Wajar memasukkan pertumbuhan ekonomi sebagai perhitungan karena ekonomi yang tumbuh harus dinikmati kaum buruh. Hasilnya adalah sekitar Rp4,2 juta,” ujar Said.

Baca juga artikel terkait UMP 2019 atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto