Menuju konten utama
4 April 1983

Serial Oshin yang Menguras Air Mata dan Dinantikan Pemirsa

Oshin terinspirasi dari pengusaha Jepang yang bernama Katsu Wada. Ia adalah pemilik toserba Yaohan yang pernah membuka gerai di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Serial Oshin yang Menguras Air Mata dan Dinantikan Pemirsa
Ilustrasi Mozaik Serial Oshin. tirto.id/Nauval

tirto.id - Shin Tanokura bukannya hadir dalam pembukaan tokonya yang ke-17, ia malah melakukan perjalanan jauh dengan kereta api. Cucunya menyusul dan menemukan Shin Tanokura di sebuah tempat yang baginya penuh nostalgia.

Perempuan sepuh itu hendak mengenang masa lalunya yang tidak hanya penuh liku, tapi juga menguras air mata. Itulah kisah pada episode awal dari serial Oshin yang mulai tayang pada 4 April 1983, tepat hari ini 37 tahun lalu, di stasiun televisi Jepang Nippon Hōsō Kyōkai (NHK). Serial itu berakhir pada 31 Maret 1984.

Oshin yang Selalu Kerja, Kerja, Kerja

Oshin adalah panggilan kecil Shin Tanokura. Ia lahir di awal abad XX sebagai anak petani miskin yang begitu susah menyediakan nasi untuk makan keluarga. Oshin tumbuh sebagai anak yang rajin, penurut, serta mengerti kesulitan orangtua.

Demi membantu kebutuhan pangan keluarganya--yang terdiri dari ayah, ibu, adik, kakak, serta nenek--ia rela bekerja jadi pelayan di rumah seorang saudagar kaya. Meski baru berusia tujuh tahun, namun Oshin berusaha bekerja sebaik mungkin.

Seorang guru sekolah dasar yang simpati padanya, membujuk majikan Oshin agar bocah tersebut diperbolehkan ikut belajar sambil mengasuh bayi majikannya. Oshin sempat ikut belajar sebentar, sebelum akhirnya mundur karena teman sekelasnya.

D rumah majikannya, Oshin kerap dikasari oleh pembantu yang lebih tua. Namun, Oshin mampu menahan diri. Kesabarannya baru habis ketika ia dituduh mencuri uang, yang membuat Oshin pergi jauh melewati badai salju yang hampir membunuhnya. Dalam perjalanan yang berat, Oshin ditolong oleh seorang desersi Tentara Kekaisaran Jepang yang bernama Shunsaku.

Oshin yang tak sadarkan diri dibawa ke pondok persembunyian. Tak hanya dapat makan dan tempat tinggal, ia juga diajari membaca dan menulis selama musim dingin. Setelah salju mencair, Oshin disuruh pulang.

Sepeninggal Oshin, Shunsuka dihabisi tentara Jepang. Sementara Oshin bisa sampai ke rumahnya dan tinggal sebentar bersama keluarga. Setelah itu, ia pergi lagi untuk kembali bekerja di rumah keluarga kaya yang lain, yakni keluarga Kagaya.

Di keluarga tersebut, Oshin bekerja cukup lama hingga berusia 16 tahun. Ia sempat dimusuhi oleh Kayo, anak perempuan keluarga itu yang seumuran dengannya. Namun, Kayo akhirnya menjadi kawan dekat Oshin. Di keluarga ini, Oshin bernasib lebih baik. Majikannya menyayanginya dan mengajarinya banyak hal.

Setelah berhenti bekerja dari keluarga Kagaya, Oshin sempat dipaksa ayahnya untuk bekerja di bar. Berkat bantuan ibu serta kakaknya, ia kemudian bisa pergi ke Tokyo untuk belajar jadi penata rambut.

Menikah dan Bekerja Lagi

Oshin sempat terlibat cinta segitiga dengan Kayo dan Kota Takakura. Namun Oshin akhirnya menikah dengan Ryuzo Tanokura. Setelah menikah, seharusnya perempuan Jepang tidak boleh bekerja lagi, tapi kondisi keuangan suaminya seret yang membuatnya harus kembali bekerja.

Suami Oshin sebetulnya berasal dari keluarga yang cukup kaya. Hal ini kemudian membuat mertuanya bersikap dominan karena tidak suka kepada Oshin yang berasal dari keluarga miskin.

Berkat bantuan Kayo, kawan dekatnya, dengan susah payah Oshin akhirnya mampu membuka restoran. Namun nasib malang belum usai menimpanya. Restoran Oshin kerap dikunjungi para pemabuk sake dan gangguan anggota Yakuza.

Di tengah kejayaan militer Jepang, suami dan anak Oshin adalah pendukung setia militerisme. Sementara Oshin, sebagaimana dulu pernah diajarkan oleh Shunsaku sang desersi, berusaha tidak ikut-ikutan dan menjadi diri sendiri.

Anak Oshin ikut jadi bagian armada Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Hal itu membuat Oshin merana. Di akhir perang, di saat Jepang kalah, suaminya bunuh diri. Oshin sengsara lagi dan harus melawan keterpurukan ekonomi keluarganya. Kerja kerasnya berbuah manis: ia berhasil menjadi pengusaha sukses.

Dalam serial tersebut, dari kecil hingga tua, secara berurutan Oshin pernah diperankan oleh Ayako Kobayashi, Yuko Tanaka, dan Nobuko Otowa. Peran Ayako Kobayashi sebagai Oshin kecil amat berkesan dan terus diingat orang.

Pada Oktober 2013, Oshin versi film dirilis. Film ini hanya fokus pada masa kecil Oshin yang diperankan oleh Kokone Hamada. Kisah Oshin si pekerja keras rupanya menarik minat banyak penonton. Serial sepanjang 297 episode—yang tiap episode berdurasi 15 menit ini—berkali-kali ditayangkan di Jepang dan negara-negara berkembang di Asia dan Amerika latin.

Di Indonesia, Oshin ditayangkan sejak November 1986. Para pemirsa TVRI selalu menanti penayangannya. Orde Baru menggunakan serial ini untuk mendidik rakyat Indonesia agar tegar dalam menghadapi penderitaan hidup dan tak kenal menyerah, serta maju seperti Oshin.

Infografik Mozaik Oshin

Infografik Mozaik Oshin. tirto.id/Nauval

Oshin dalam Kehidupan Nyata

Kisah Oshin terinspirasi dari sosok nyata dalam dunia bisnis Jepang. Majalah Asia Week volume 19 (14/04/1993) menyebutkan bahwa Oshin adalah gambaran kehidupan Katsu Wada yang wafat pada 28 Maret 1993.

Kisah asli Katsu Wada sebetulnya tidak semenderita Oshin, meski sama-sama pekerja keras. Peter B. Clarke dalam Japanese New Religions in Global Perspective (2013:51) menyebut Katsu Wada lahir pada 1906 dari pasangan pedagang sayur.

Orangtuanya menjalankan warung sayur kecil bernama Yaohan di Odawara, sebuah kota kecil di Prefektur Kanagawa—100 km dari Tokyo. Mereka hendak menikahkan Katsu Wada dengan pegawai warungnya yang bernama Wada Ryohei. Katsu tak suka rencana orangtuanya, dan hendak ke peramal terlebih dahulu.

“Aku diberitahu bahwa laki-laki ini, Wada Ryohei, mungkin terlihat seperti kerikil yang kusam dan kasar, tetapi itu istimewa, dan pada saatnya ia akan bersinar seperti salah satu berlian di jari saya,” ujar Katsu Wada seperti dikutip Japan Times (15/12/1991).

Katsu lebih tertarik menjadi guru ketimbang melanjutkan bisnis keluarga. Namun, ia akhirnya meneruskan bisnis orangtuanya. Majalah Asia Week volume 19 (14/04/1993) menyebutkan bahwa Katsu dan Wada Ryohei membuka toko kelontong pertama pada 1930. Setelah itu, bisnis mereka berkembang menjadi salah satu pengecer asal Jepang yang paling aktif di Asia.

Majalah Tempo (24/10/1992) menyebut Yaohan pernah membuka department store di Indonesia, tepatnya di kawasan Senen pada September 1992. Bondan Winarno pun menyebut dalam Kiat Menjadi Konglomerat: Pengalaman Grup Jaya (1996:65) bahwa toserba Yaohan menjadi penyewa besar di pusat perbelanjaan Senen.

Pada tahun 1996, seiring bergulirnya krisis moneter, toserba Yaohan tak mampu bertahan dan akhirnya angkat kaki dari Indoneisa.

Baca juga artikel terkait SERIAL TV atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Film
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh