Menuju konten utama

Serial Humans di Mola TV: Robot AI dan Masa Depan Manusia

Serial Humans lebih dari sekadar fiksi ilmiah tentang kemajuan teknologi robot dan AI. Serial ini kini bisa ditonton di Mola TV.

Serial Humans di Mola TV: Robot AI dan Masa Depan Manusia
Serial Humans. Foto/Dok. Mola TV

tirto.id - Para penggemar fiksi ilmiah, terutama topik tentang masa depan relasi robot dan manusia, dapat menyaksikan serial Humans di Mola TV.

Humans tayang perdana pada pertengahan 2015 di Channel 4, salah satu kanal televisi di Inggris. Serial Humans lantas diproduksi hingga 24 episode dalam 3 seri dan ditayangkan oleh Channel 4 sampai Juli 2018.

Produksi serial Humans melibatkan 11 sutradara. Empat episode pertama Humans adalah garapan Lewis Arnold, sutradara yang belakangan terlibat dalam produksi mini seri Dark Money (2019) dan Des (2020). Setelah itu, 10 sutradara bergantian menggarap masing-masing 2 episode Humans. Di antara mereka ada Samuel Donovan, China Moo-Young, Daniel Nettheim, Mark Brozel dan lainnya.

Sebanyak 12 penulis skenario turut serta di produksi serial ini. Dari 12 orang itu, Lars Lundström mengambil peran paling besar dalam produksi 24 episode Humans.

Lundström sebelumnya merupakan penulis skenario Real Humans, serial fiksi ilmiah yang tayang di Swedia pada 2012-2014, dan sumber utama cerita Humans versi Channel 4. Dalam Real Humans, Lundström menjadi penulis naskah satu-satunya untuk serial yang sempat tayang 20 episode itu.

Sementara di antara pemeran yang terlibat dalam ketiga seri Humans adalah Katherine Parkinson; Gemma Chan; Lucy Carless; Tom Goodman-Hill; Colin Morgan; Theo Stevenson; Toby Hawkins.

Katherine Parkinson pernah menerima penghargaan Best Female Performance in a Comedy Role melalui The IT Crowd di ajang BAFTA Awards 2014. Sedangkan Gemma Chan, belakangan berhasil menyabet penghargaan dalam kategori Best Fight melalui Captain Marvel (2019), dalam ajang MTV Movie + TV Awards 2019.

Tema Besar Fiksi Ilmiah dalam Serial Humans

Humans bercerita tentang kehidupan manusia ketika teknologi industri robot sudah dalam tahap beberapa langkah lebih maju dari era sekarang. Masa itu ditandai dengan "booming" Synth, robot humanoid bermata hijau yang bisa menjadi asisten serbaguna bagi semua orang.

Sebagaimana ketika smartphone hadir dalam kehidupan kebanyakan warga bumi sejak awal abad 21, kehadiran robot yang dibekali dengan kecerdasan buatan (AI) tersebut juga segera mengubah banyak hal: budaya, cara orang hidup, relasi sosial, hingga psikologi manusia.

Robot Synth memiliki kemampuan layaknya para pembantu dan asisten pribadi manusia. Mereka bisa memasak dengan hasil makanan tetap menggoyang lidah, menyeterika baju serapi hasil kerja para buruh penatu, hingga menemani anak-anak belajar. Mesin dengan rupa manusia itu juga bisa meredakan dahaga mereka yang kesepian dan tak punya keluarga, atau bahkan pasangan.

Dengan hanya membeli produk di toko-toko penyedia robot Synth, semua orang dapat mempunyai asisten yang berguna untuk urusan rumah tangga, keperluan pribadi, hingga tukang pukul. Tentu sulit mencari manusia dengan fungsi selengkap itu.

Bahkan, dalam perkembangannya, robot Synth membikin kehadiran manusia pada beragam sektor pekerjaan seolah-olah mubazir. Mesin-mesin itu tak hanya bekerja sebagai asisten rumah tangga, mereka pun bisa menyapu jalanan, menjadi loper koran, pekerja seks. Dan, kemampuan adaptasi kecerdasan buatan membuat robot-robot tersebut tidak butuh waktu lama untuk mengambil jatah posisi sebagai dokter, pengacara, hingga pengancam kehidupan manusia.

Demikianlah, saat di satu titik, kecerdasan buatan melampaui kapasitas manusia. Apalagi, muncul kasus dalam serial Humans yang mungkin saat ini dianggap mustahil, bahwa robot dapat memiliki perasaan dan kesadaran.

Humans menawarkan pertanyaan moral yang rumit mengenai bagaimana manusia akan hidup dan memaknai keberadaan mereka ketika mesin dengan kecerdasan buatan menjejali seluruh aspek kehidupan. Pernyataan ini rumit karena bukan sekadar tentang persoalan sederhana: apakah robot AI harus diterima atau diusir dari hidup manusia.

Di sisi lain, fenomena yang diusung dalam serial Humans bukan benar-benar fiksi. Kehadiran robot humanoid dengan kecerdasan buatan yang menyamai kepintaran manusia merupakan proses yang sedang berjalan pada masa sekarang.

Pada Juli lalu, The Independent mewartakan tim peneliti di Universitas Liverpool berhasil membikin robot yang mampu melakukan eksperimen di laboratorim kimia. Hasil riset pengembangan robot cerdas sudah terbit di Jurnal Nature pada 8 Juli 2020.

Mirip dengan para peneliti manusia, robot humanoid itu bisa menggunakan peralatan laboratorium dengan anggota tubuhnya, sekaligus mengambil keputusan dalam kegiatan eksperimen. Berbobot 400 Kg, robot itu bisa berpikir dalam 10 dimensi, sekaligus bekerja selama 21,5 jam dalam sehari.

Dan, kabar terbaru adalah robot ini telah membuat penemuan pertamanya setelah melakukan 688 eksperimen selama 8 hari. "Strategi kami adalah mengotomatiskan peneliti, bukan instrumennya," kata Profesor Andrew Cooper, ahli dari Departemen Produksi Inovasi Bahan dan Kimia Universitas, Liverpool.

Kecerdasan buatan atau AI, dalam penjabaran paling sederhana, adalah algoritma super-cerdas, yang istilahnya dicetuskan pada 1956 oleh seorang ilmuwan bernama John McCarthy. Technopedia menjelaskan AI sebagai "bidang ilmu komputer yang menekankan pembuatan mesin cerdas yang bisa bekerja dan bereaksi seperti manusia."

Merujuk penjelasan Tom Simonite, kolumnis teknologi di situs Wired, AI merupakan sistem yang menggabungkan algoritma supercerdas dengan machine learning. Apabila dipasang di robot atau mesin, ia membuat robot atau mesin bekerja secara mandiri, tanpa campur tangan manusia.

Robot atau mesin itu bisa bekerja dengan inisiatif sendiri, jika teknologi AI telah diberi sekumpulan data super besar (big data) untuk mempelajari jutaan sampai miliaran pola sehingga terlatih untuk membuat keputusan.

Serial Humans secara gamblang mengajukan pertanyaan mendasar tentang peran teknologi dalam kehidupan manusia, dan problem kemanusiaan sendiri. Ia pun menyodorkan refleksi, bagaimana manusia sebaiknya menyikapi teknologi robot dan AI?

Bagaimana Manusia Hidup Bersama Robot?

Humans menceritakan bagaimana kehidupan banyak orang, termasuk keluarga di rumah-rumah, berubah setelah robot Synth dilepas sebagai produk massal di pasar. Produksi robot ini dilakukan atas dasar pertimbangan sederhana: memudahkan aktivitas orang saat dunia semakin sibuk.

Maka, dengan seabrek fungsi yang bisa menggantikan pekerja manusia, banyak rumah tangga membeli robot Synth, baik yang menyerupai perempuan maupun laki-laki. Namun, seiring dengan semakin massalnya pengunaan robot ini, mulai muncul beragam persoalan, termasuk robot yang menjadi tidak terkendali. Para kreator robot Synth juga akhirnya menyadari bahwa ciptaan mereka memiliki kapasitas melebihi perkiraan semula.

Selain itu, banyak orang menggunakan robot Synth untuk tujuan-tujuan yang berbahaya, seperti mencederai manusia lain, memukul, hingga membunuh. Residu negatif ini diiringi maraknya kasus pencurian robot Synth. Robot-robot aset pribadi dicuri, dihapus memory-nya dan lalu diinstal-ulang untuk disalahgunakan.

Alkisah, sebuah robot Synth dengan paras cantik bernama Anita (Gemma Chan) dibeli Joe Hawkins (Tom Goodman-Hill untuk membantu urusan rumah tangga keluarganya. Istri Joe, Laura Hawkins (Katherine Parkinson) memang terbantu oleh kehadiran robot di tengah kesibukan pekerjaannya. Namun, ia segera menemukan ada yang aneh dengan robot Anita. Selayaknya manusia, robot itu seolah-olah memiliki perasaan sehingga bisa menyukai dan membenci.

Sedangkan dari sudut cerita lain, pemilik Synth, Leo Elster (Colin Morgan) sedang membantu robot Max (Ivanno Jeremiah) untuk mencari teman-temannya. Max ialah robot Synth yang mempunyai kesadaran dan perasaan. Dengan dibantu Leo, Max mencari teman-temannya sesama robot Synth yang diculik segerombolan orang.

Karakter utama lain di Humans, Dr. George Millican (William Hurt) sangat ingin mempertahankan robot Synth miliknya. Robot itu ia beli untuk menemani hidupnya pada usia senja. Namun, robot itu dinilai telah rusak. Meskipun seharusnya sudah diganti karena rusak, Millican merasa memiliki ikatan batin dengan robot yang bernama Odi miliknya. Padahal, robot itu sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk merawat sang pemilik.

Kemampuan robot-robot Synth memiliki kesadaran memicu malapetaka besar, tidak hanya bagi umat manusia, melainkan juga mesin-mesin berperasaan tersebut. Permusuhan antara robot-robot Synth dengan manusia pun terjadi. Jika semula robot-robot Synth begitu digandrungi, di kemudian hari mereka dimusuhi, diburu, ditahan, hingga hidup dalam pengasingan dalam kondisi sekarat.

Dalam situasi kacau, robot Max berkembang dengan jiwa kepemimpinan. Dia berusaha memimpin dan mengarahkan robot-robot Synth agar memilih perdamaian dan tak membalas dendam kepada manusia. Namun, Max harus menghadapi banyak robot lainnya yang marah, militan, dan menolak dilupakan sebagai mesin rongsok.

Simpati juga datang dari manusia. Laura Hawkins belakangan memimpin sebuah organisasi yang memperjuangkan hak para robot Synth. Ia berusaha membendung gelombang kebencian ke robot Synth, meskipun itu usaha hampir mustahil. Hal yang "aneh" pun muncul karena di sedikit tempat, robot Synth berbaur dan berhubungan dengan manusia secara setara.

Serial Humans bergerak dari kisah perayaan akan kemajuan teknologi robot AI, perkembangan tak terduga dari robot-robot Synth, konflik mesin-mesin itu dengan manusia, dan dunia yang tidak lagi sama. Humans juga merefleksikan persoalan yang mengakar di kehidupan manusia: ketidakadilan, rasisme, dan prasangka kebencian.

Sebanyak total 24 episode dari Humans season 1-3 sudah disediakan platform hiburan yang bisa diakses melalui perangkat streaming full HD Mola Polytron, aplikasi mobile, dan situs Mola TV tersebut.

Baca juga artikel terkait SERIAL MOLA TV atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Film
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH