Menuju konten utama

Serepih Kisah Perempuan di Grab Indonesia

Saat ini sudah banyak karyawan dan pimpinan perempuan di Grab Indonesia, tidak hanya di middle management melainkan juga di top level.

Serepih Kisah Perempuan di Grab Indonesia
Tirza R. Munusamy, Director of Central Public Affairs at Grab Indonesia. (tirto.id/Gery)

tirto.id - Kalau kita bekerja keras, pasti bisa sukses. Hasil tidak akan mengkhianati usaha.

Ini yang selalu saya lihat dari ibu. Agak personal memang, saya dibesarkan oleh ibu tunggal yang harus bekerja keras sekaligus berjuang membangun keluarga. Itulah mengapa saya lebih percaya meritokrasi atau kemampuan. I don’t believe in birth lottery because I don’t have that. Sistem meritokrasi memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan dan pencapaian yang ditunjukkannya.

Kerja keras kemudian menjadi moto hidup saya. Saya itu “anak beasiswa”, ya harus cari beasiswa supaya bisa terus sekolah. Kalau tidak, mustahil bisa tamat SMA dan lanjut kuliah di FISIP UI. Saya sempat bekerja dulu di konsultan kebijakan publik. Baru kemudian lanjut kembali kuliah Master of Public Administration di Harvard Kennedy School, Amerika Serikat. Setelah pulang, saya bergabung dengan Grab dan sekarang menjabat sebagai Director of Central Public Affairs at Grab Indonesia, bertanggung jawab mewakili Grab untuk membina hubungan baik dengan berbagai pihak di pemerintahan. Jika dianalogikan, saya itu ibarat “jembatannya”.

Jujur, jika ditanya secara spesifik apa yang saya pelajari saat kuliah, agak susah mengingatnya. Ilmu pengetahuan kan terus berkembang, kontennya terkadang juga bisa berubah. Bagi saya, hal yang utama adalah I learn how to learn.

Belajar Caranya Belajar

Ya, dimulai dari belajar cara berpikir, tepatnya kerangka berpikir yang lebih terstruktur. Ini membantu untuk menemukan akar masalah, kemudian pendekatan apa yang sebaiknya dipilih untuk mengatasinya secara efektif. Ini bisa diaplikasikan ke berbagai hal, topiknya memang bisa saja berbeda tetapi struktur dan metodenya akan sama.

Selanjutnya, belajar bagaimana caranya me-manage stakeholder. Di Harvard, saya harus berkolaborasi dengan teman-teman kuliah yang karirnya sudah menengah ke atas dengan latar belakang yang berbeda-beda, baik dari segi umur, industri, negara, maupun budaya. Suatu pembelajaran yang insightful, bagaimana supaya bisa berjalan dengan efektif tetapi kerjasama tetap harus dijaga. Jadi ada seninya sendiri dan ini penting di pekerjaan saya saat ini.

Saya selalu percaya jika semua orang itu pada dasarnya baik. Namun seperti peribahasa kalau tak kenal maka tak sayang, mulailah dengan mendengarkan dahulu. Penting untuk mengetahui apa sweet spot atau titik temunya. Pasti ada saja yang dibutuhkan, apa yang menjadi prioritas, kemudian apa yang menjadi gap-nya. Gap itu yang kami coba bantu lewat apa yang Grab punya, baik dari sisi teknologi, fitur, maupun program yang sudah berjalan. Dengan demikian, kolaborasi menjadi keniscayaan.

Seperti sekarang misalnya, di masa pandemi, banyak UMKM yang harus cari cara baru untuk bisa mencapai konsumen mereka yang sekarang belanjanya dari rumah. Lewat apa? Ya pasti lewat digital. Bagi pemerintah, ini suatu pain point karena masih banyak UMKM yang jualannya masih offline. Ketemu nih sweet spot-nya, Grab bisa jadi “jembatannya”, sebagai open ecosystem platform yang bisa mengakomodasi UMKM-UMKM yang tertarik bergabung, sejalan dengan misi kami: GrabforGood—memanfaatkan teknologi untuk kebaikan.

Saya pribadi berharap Grab bisa merangkul masyarakat lebih luas lagi, terutama kalangan UMKM dan pelaku bisnis, untuk bisa lanjut mengembangkan usaha dengan bantuan teknologi digital. Jangan sampai ada yang tidak terangkul sehingga tertinggal, karena semua orang berhak mendapat kemudahan dari teknologi.

Women at Grab

Beberapa orang mengajukan pertanyaan yang sama kepada saya, bagaimana dengan kultur kerja dan suasana kerja di Grab itu sendiri? Apakah women empowerment sudah menjadi bagian dari budaya kerja perusahaan?

Pertama, saya beruntung tempat kerja saat ini sejalan dengan minat dan konsep yang saya percaya. Grab mengusung konsep meritokrasi dan open collaboration. Walaupun beda divisi, beda tingkat, tetapi spiritnya tetap sama, bisa saling mengobrol dan bisa berkolaborasi untuk saling dukung. Dari kerja sama yang baik maka akan tercipta sinergi, dan kalau sinergi itu kan analoginya 2+2 hasilnya bukan sekadar 4, melainkan bisa belasan bahkan puluhan karena bentuknya sinergi. Itu yang menjadi prinsip kalau di Grab.

Kemudian, kami di Grab bekerja berlandaskan 4H: Honour, Humility, Hunger, dan yang paling penting yaitu Heart. Kerja harus pakai hati, kalau hati senang karena passion kita memang di situ niscaya hasilnya akan lebih optimal. Menurut saya empat nilai ini sangat bisa diaplikasikan ke semua hal dan kalau keempat nilai ini dimiliki, artinya kita berada di tempat yang tepat.

Bagaimana dengan women empowerment di Grab?

Infografik Advertorial Grab Inception

Infografik Advertorial Grab Inception. tirto.id/Mojo

Saat ini sudah banyak karyawan dan pimpinan perempuan, tidak hanya di middle management melainkan juga di top level. Menurut saya ini penting karena bisa menginspirasi karyawan perempuan di Grab. Lebih mudah membayangkannya, kan? Kalau kita bisa lho, dan ada kesempatannya karena sudah ada leader-leader perempuan di Grab saat ini.

Dari pihak manajemen pun mendukung penuh. Kami memiliki internal platform Women at Grab. Ini merupakan wadah bagi karyawan perempuan Grab untuk saling bantu dan saling mendukung, termasuk bisa mencari mentor perempuan yang levelnya lebih senior. Beragam hal dapat dilakukan di sini, dari mencari advice, forum diskusi, bahkan untuk tempat curhat.

Konsisten dalam menjalankan pemberdayaan perempuan disertai kebijakan-kebijakannya yang women-friendly, berhasil mengantarkan Grab ke peringkat 96 secara global the world's top female-friendly companies versi Forbes. Bagi kami, pencapaian ini menjadi kebanggaan tersendiri sekaligus apresiasi atas kampanye-kampanye yang telah dilakukan Grab dalam mengakomodasi kepentingan karyawan perempuan.

Beberapa di antaranya bisa saya ceritakan, misalnya, cuti melahirkan selama empat bulan (sebulan lebih lama ketimbang yang diatur oleh pemerintah), suami mendapatkan cuti 15 hari kerja jika istrinya melahirkan (paternity leave). Kemudian ada fasilitas nursing room di kantor supaya pekerja perempuan bisa tetap menjalankan peran sebagai ibu, ini pas saat sebelum pandemi ya, kalau sekarang mayoritas karyawan Grab masih bekerja remote dari rumah. Ini semua membuat Grab menjadi tempat kerja yang nyaman bagi perempuan untuk tetap memiliki aspirasi keluarga sambil mengejar karir.

Dengan kepentingan perempuan yang terwakili secara sehat di Grab, suara-suara perempuan bisa terdengar dengan jelas. Akhirnya, isu-isu dan hal-hal yang sehari-hari dihadapi oleh perempuan jadi bisa lebih terangkat dan membantu kami dalam mengembangkan fitur-fitur berikutnya yang diperlukan.

Zero Tolerance, Bukan Zero Incident

Bila dirunut kembali, Grab pun lahir dari rutinitas salah satu co-founder kami, seorang perempuan yang mesti menggunakan jasa taksi umum setelah kerja lembur di malam hari. Setiap kali Hooi Ling Tan perlu menjalankan prosedur “manual GPS tracking”, yaitu dengan menginformasikan kepada ibunya via SMS mengenai plat nomor kendaraan, nama pengemudi berikut nomor identifikasinya, hingga memberi kabar secara berkala apabila sudah melewati lokasi-lokasi tertentu.

Karena itu, kami selalu mengutamakan dan menginvestasikan kembali pendapatan yang kami terima untuk pengembangan fitur-fitur inovatif demi meningkatkan faktor keamanan dan keselamatan, baik bagi penumpang maupun mitra pengemudi kami, keduanya sama-sama penting.

Namun, meski kami terus memprioritaskan untuk meminimalkan risiko, tidak serta merta menjamin tidak adanya insiden. Di Grab, kami menyebutnya zero tolerance, bukan zero incident. Misalkan sampai ada kejadian, kami sudah punya standar kebijakan, perangkat, dan sistem sehingga bisa segera diputuskan tindakan apa saja yang diperlukan, terutama untuk memberi dukungan terhadap korban, baik mitra pengemudi ataupun penumpang.

Saat ini aplikasi Grab sudah dilengkapi fitur-fitur terkait safety. Apa saja? Kalau saya hafal di luar kepala karena saya juga seorang pengguna. Pertama, bisa membagikan (share) perjalanan, misal ke suami, jadi kalau terjadi sesuatu, bisa langsung diketahui. Kedua ada penyamaran nomor telepon. Kemudian ada proses verifikasi wajah mitra pengemudi untuk memastikan yang menjemput sesuai dengan yang di aplikasi. Dan terakhir, ada emergency button yang akan langsung terhubung dengan Grab, ada unit tim respons cepat yang sudah dilatih secara khusus untuk menangani keadaan darurat.

Selain fitur safety di aplikasi, wajib bagi calon mitra pengemudi mengakses platform pelatihan GrabAcademy saat proses onboarding untuk mempelajari berbagai materi video pelatihan Grab, termasuk pelatihan terkait anti-kekerasan seksual. Kami melibatkan Komnas Perempuan dan beberapa LSM sebagai konsultan dalam proses pembuatannya agar materi-materinya lebih sesuai dan lebih relevan dengan budaya di Indonesia. Konten-konten video ini dikemas dalam bentuk role playing atau ada adegan peraganya dengan harapan menjadi lebih mudah untuk dipahami, misalnya bagaimana cara membangunkan penumpang yang tertidur saat perjalanan sudah selesai.

Kami percaya, keamanan dan keselamatan yang lebih terjamin yang lebih terjamin saat menggunakan transportasi umum, bisa membantu kaum hawa mengurangi rasa cemas saat tetap perlu beraktivitas di malam hari demi mengejar mimpi dan tujuan masing-masing.

Momen kuliah acapkali menjadi awal sebuah mimpi. Hooi Ling Tan dan Anthony Tan pun pertama kali menggagas aplikasi Grab pada saat kuliah pascasarjana. Bagi saya pribadi Harvard merupakan titik awal tempat saya bisa belajar caranya belajar. Tapi ingat, be flexible; impian itu bisa berubah seiring beranjak dewasa. Namun, saya percaya kalau kita mau terus usaha dan bekerja keras pasti nanti akan ada hasilnya. Bak pepatah lama mengatakan "Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai".

Demikian pun dengan saya, Tirza Reinata Munusamy, motivasi utama saya adalah bisa terus berusaha untuk mendukung keluarga sekaligus bisa tetap memberikan yang terbaik untuk Grab dan Indonesia.[]

Artikel ini adalah hasil kerjasama dengan Grab Indonesia.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis