Menuju konten utama

Serangga Menjadi Alternatif Makanan Manusia di Masa Depan

Serangga diprediksi akan menjadi pangan alternatif untuk manusia di masa depan.

Serangga Menjadi Alternatif Makanan Manusia di Masa Depan
Belalang goreng dan ulat sutra, makanan lokal Thailand. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Tahun 2050 mendatang populasi manusia diprediksi meningkat menjadi 9 miliar orang yang akan memaksa peningkatan ketersediaan makanan. Maka, berbagai jenis serangga kemungkinan besar bakal dijadikan sebagai salah satu alternatif pakan untuk manusia di masa depan.

Populasi manusia yang meningkat bakal berimbas terhadap lingkungan. Kelangkaan lahan pertanian, air, hutan, perikanan, dan sumber daya keanekaragaman hayati, serta nutrisi dan energi, menjadi permasalahan yang akan dihadapi puluhan tahun ke depan.

Kaum ilmuwan kemudian menemukan salah satu solusinya. Serangga yang dapat dimakan seperti jangkrik, belalang, juga ulat dan cacing bisa menjadi solusi pangan. Kandungan yang dimiliki serangga juga sangat baik untuk pertumbuhan manusia seperti protein, vitamin, dan asam amino.

Tak hanya itu, pembudidayaan serangga dinilai bakal lebih hemat ketimbang hewan-hewan ternak lainnya. Sebagai contoh, pakan untuk jangkrik enam kali lebih sedikit dari sapi, empat kali lebih sedikit dari domba, dan dua kali lebih sedikit dari babi dan ayam broiler untuk menghasilkan jumlah protein yang sama.

Selain itu, jenis serangga yang bisa dibudidayakan mengeluarkan lebih sedikit gas rumah kaca dan amonia daripada ternak konvensional. Serangga juga dapat hidup di limbah organik. Ini tentunya bakal jauh lebih aman bagi lingkungan.

Food and Agriculture Organization of the United Nation menjelaskan bahwa serangga adalah sumber potensial untuk produksi konvensional (ternak mini) protein, baik untuk konsumsi manusia langsung, atau secara tidak langsung dalam makanan yang dikomposisi ulang dengan protein yang diekstraksi dari serangga.

Ternyata, dalam beberapa tahun belakangan, pasar penjualan serangga sebagai makanan sudah marak, bahkan meningkat secara signifikan. Peningkatan ini disebabkan berkurangnya sumber makanan dengan mulai meningkatnya populasi manusia di dunia.

Global Market Insigts menyatakan bahwa pasar serangga yang dapat dimakan manusia secara global akan meningkat sebesar 23,8 persen dari tahun 2018 hingga 2023.

Laporan ini juga memberikan analisis mengenai jenis serangga yang bisa dikonsumsi oleh manusia, seperti jangkrik, ulat makan, ulat sutera, lalat prajurit hitam, belalang, kumbang, semut, dan lain-lain.

Varian produknya pun tidak selalu dalam wujud serangga utuh, melainkan dapat dijadikan dalam bentuk lain semisal tepung serangga, serbuk serangga, batang protein serangga, berbagai jenis camilan dan minuman dari serangga, minyak serangga, dan lainnya.

Serangga sebagai bahan utama juga dapat diaplikasikan untuk nutrisi hewan, sebagai bahan kosmetik, bahkan untuk kepentingan farmasi.

Asia Pasifik Paling Berpotensi

Secara geografis, wilayah Asia Pasifik memiliki potensi terbesar terkait populasi serangga yang dapat dimakan oleh manusia. Kawasan ini mempunyai keanekaragaman berbagai jenis serangga, selain populasinya yang besar.

Orang-orang Asia Pasifik juga punya sikap positif dalam menyikapi penyajian serangga sebagai makanan manusia. Bahkan, di beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Thailand, atau Vietnam, ada beberapa jenis serangga yang sudah dikonsumsi, bahkan dijual sebagai penganan.

Tak hanya itu, sejauh ini, aturan dari pemerintah negara-negara di Asia Pasifik mengenai penggunaan serangga sebagai makanan belum menemui hambatan berarti.

Di belahan dunia lainnya yakni di Amerika Utara, potensi juga mulai muncul dengan meningkatnya permintaan akan serangga. Biasanya, serangga atau varian produknya digunakan sebagai alternatif makanan bagi mereka yang sdang menjalankan program diet.

Di antara jenis serangga, jangkrik merupakan serangga yang paling banyak diminati di pasar global. Beberapa alasannya adalah karena Pertumbuhan nilai gizinya yang tinggi, pembudidayaan dan prosesnya yang mudah, serta tidak terlalu sulit untuk dijadikan berbagai varian produk.

Baca juga artikel terkait KONSUMSI SERANGGA atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Febriansyah
Penulis: Febriansyah
Editor: Iswara N Raditya

Artikel Terkait