Menuju konten utama

Serangan Balik Orang Demokrat yang Dipecat AHY

Mereka yang dipecat oleh AHY tidak berdiam diri. Kekuatan tetap digalang agar KLB terealisasi.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berjalan usai memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.

tirto.id - Keputusan Partai Demokrat untuk memecat sejumlah kader di berbagai level menuai perlawanan. Apa yang dihindari fungsionaris, yaitu dilengserkannya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi ketua umum lewat kongres luar biasa (KLB), justru nampak makin menguat.

Hingga naskah ini selesai ditulis, Selasa (2/3/2021) siang, sudah ada sembilan kader yang dipecat karena dituding terlibat dalam gerakan yang ingin mengkudeta AHY.

Pemecatan pertama dilakukan terhadap dua kader di level cabang pada 23 Februari lalu: Ketua DPC Blora Bambang Susilo dan Ketua DPC Tegal Ayu Palaretin. Kedua dipecat karena dituding menyetujui KLB yang diinisiasi sejumlah pihak.

Pemecatan gelombang kedua terjadi pada 26 Februari. Tak tanggung-tanggung, tujuh orang sekaligus ditendang dari partai: Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, Ahmad Yahya, dan Marzuki Alie. Kebanyakan dari mereka adalah kader senior dan anggota DPR RI.

Pada awal Februari lalu Ketua DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan Ni’matullah Erbe telah menyebut beberapa nama di atas sebagai pihak yang berusaha mendongkel AHY. Mereka adalah Jhoni Allen Marbun, Darmizal, Muhammad Nazaruddin, dan Marzuki Alie. Khusus Marzuki, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan itu menyebutnya masih “terindikasi”—karena dekat dengan Jhoni dan Darmizal.

Ia mengatakan itu dalam acara bincang politik dengan seorang influencer asal Makassar, Rijal Djamal, 5 Februari lalu atau jauh sebelum pemecatan.

Marzuki Alie, salah satu kader yang dipecat, bilang pemecatan menunjukkan sisi arogansi pengurus Partai Demokrat dan hal tersebut justru merugikan partai yang elektabilitasnya menurun dari tahun ke tahun. “Bisa-bisa partai ini tinggal sejarah,” kata Marzuki saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa (2/3/2021) sore. Karena berbahaya bagi partai, ia menilai tak heran jika banyak pihak yang ingin mengadakan KLB agar AHY diganti.

Ia juga mendukung KLB itu. “Saya dukung KLB sepanjang itu kehendak kader dan memenuhi kuorum,” kata dia.

Sementara terkait tudingan dari Ni’matullah tersebut, dia mengaku sudah dengar “Tapi enggak ada yang bisa dibuktikan,” katanya.

Keadaan semakin memanas saat Jhoni Allen Marbun, salah satu yang dipecat dan berstatus anggota DPR RI, menyebut bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)—ayah kandung AHY-bukanlah pendiri Partai Demokrat. Ia malah menuding SBY mengkudeta Anas Urbaningrum.

Jhoni juga bilang bahwa SBY tak pernah “berkeringat” untuk kemenangan partai dan hanya mengeluarkan dana sebesar Rp100 juta saat Pemilu 2004.

Kemarin, Jhoni bahkan melaporkan AHY ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gelombang dukungan untuk sesegera mungkin menyelenggarakan KLB diklaim semakin meningkat. Salah satu pendiri dan senior Partai Demokrat, Hengky Luntungan, mengatakan bahwa KLB akan diselenggarakan sesegera mungkin pada pekan pertama atau kedua bulan Maret ini.

“70-80 persen kader di akar rumput sudah sepakat untuk KLB,” kata Hengky saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Selasa sore. “Kita tinggal persiapan tempat yang baru 80 persen. Tetapi pesertanya sudah oke. 80 persen akan terlaksana ini. Pasti.”

Ia mengaku tak takut jika ada intimidasi atau pembubaran dari DPP Partai Demokrat saat pelaksanaan KLB. Hengky mengaku sudah berkoordinasi dengan kepolisian.

Lantas siapa calon mereka? Hengky bilang semua akan ditentukan oleh forum. “Kita lihat nanti bursa ketua umum. Internal atau eksternal juga bisa. Sangat memungkinkan eksternal,” kata dia.

Kubu AHY: Yang Dipecat Jangan Baper

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai kritik dari beberapa eks kader adalah bentuk kekecewaan belaka. Ia bilang seharusnya mereka “jangan terlalu baper.”

Merespons tudingan Jhoni Allen mengenai kiprah SBY yang tidak “berkeringat” dan “tidak berdarah-darah” di internal Partai Demokrat, Herzaky menilai tudingan itu hanya omong kosong belaka. Ia bilang apa yang diucapkan Jhoni Allen tak lebih dari upaya manipulasi sejarah Partai Demokrat.

“Kalau dibilang SBY tidak berdarah-darah membangun Partai Demokrat, mungkin yang bilang begitu tidak tinggal di Bumi. Tinggal di mars kali,” kata Herzaky lewat keterangan tertulis, Senin (1/3/2021) lalu.

Ia menjelaskan bahwa gagasan membentuk Partai Demokrat dimulai ketika SBY kalah dari Hamzah Haz untuk menjadi calon Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan di Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2001. Kata dia, saat itu Ventje Rumangkang menyarankan SBY mendirikan partai. “Bapak Ventje menyampaikan bahwa banyak orang yang menginginkan SBY menjadi pemimpin nasional, termasuk menjadi wakil presiden. Namun realitas politik tak memungkinkan lantaran SBY ketika itu tak mempunyai partai,” kata Herzaky.

Setelah SBY berdiskusi dengan istrinya, ia pun setuju dengan usulan tersebut. SBY membikin nama, logo, bendera, mars, hingga manifesto politik Partai Demokrat. Partai didirikan pada 9 September 2001, mengambil tanggal yang sama dengan hari ulang tahun SBY pada tanggal 9 bulan sembilan.

“Begitu pula dengan pemilihan jumlah deklarator pendiri partai sebanyak 99 orang. Di antara deklarator itu, bahkan ada nama staf pribadi SBY. Setelah partai terbentuk, Ani Yudhoyono, istri SBY, juga didapuk menjadi wakil ketua umum. Hal-hal tersebut demi meyakinkan publik dan menjadi representasi SBY di Demokrat,” kata dia.

Ia juga menepis tudingan bahwa SBY pernah melakukan kudeta kepada Anas Urbaningrum. Apa yang dilakukan oleh Partai Demokrat itu justru ingin melindungi Anas, kata Herzaky. Kata dia, saat itu seluruh DPD dan DPC ingin melaksanakan KLB dan menggantikan Anas agar haknya dilindungi oleh Majelis Tinggi Partai (MTP).

“Meskipun elektabilitas Partai Demokrat turun terus waktu itu karena kasus Anas. Karena Anas baru diterpa isu dan belum menjadi tersangka. MTP lakukan penyelamatan hak Anas sebagai ketua umum sampai akhirnya Anas sulit diselamatkan karena posisi tersangka. Itu ada dalam AD-ART,” kata dia.

Ia menilai langkah para eks kader yang ingin ngotot melaksanakan KLB sebagai cara yang inkonstitusional dan ilegal. “Lalu, ada pula syarat dua per tiga dari seluruh 34 DPD dan setengah dari 514 DPC, yang semuanya sudah menyatakan setia kepada Ketum AHY dan menolak KLB. Ilegal karena kalau ada KLB, pasti yang hadir bukan pemilik suara sah. Alias KLB Bodong ini namanya,” kata dia.

Selain itu juga tak mungkin karena kata dia KLB harus disetujui MTP, sedangkan SBY adalah Ketua Umum MTP dan AHY adalah Wakil Ketua Umum MTP.

Masak Mas AHY mau mengkudeta diri sendiri?”

Baca juga artikel terkait KONFLIK INTERNAL DEMOKRAT atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino
-->