Menuju konten utama

Sentilan Politik dalam Dialog Teater di Peringatan Harlah Megawati

Materi dialog dalam pagelaran teater saat peringatan Harlah Megawati Soekarnoputri memuat banyak sindiran politik, dari isu mahar politik hingga program Presiden Joko Widodo.

Sentilan Politik dalam Dialog Teater di Peringatan Harlah Megawati
Pertunjukkan teater berjudul Satyam Eva Jayate di perayaan ulang tahun Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ke-71 di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (23/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Acara peringatan hari lahir ke-71 Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, menampilkan gelaran teater kebangsaan yang digelar pada Selasa (23/1/2018).

Teater dengan judul 'Satyam Eva Jayate' itu terilhami dari ucapan raja pertama Majapahit, Raden Wijaya, yang berarti 'kebenaran yang akan menang'. Teater yang disutradarai oleh Agus Noor ini bercerita tentang perjuangan menegakkan kebenaran di tengah bermacam kegilaan yang terjadi di tengah masyarakat yang korup dengan pola alur cerita Ramayana.

Namun, yang menarik dari pentas teater ini adalah adanya sentilan politik pada dialog para tokoh di sepanjang jalannya cerita, mulai soal isu mahar politik sampai program Presiden Joko Widodo.

Sentilan isu mahar politik muncul dalam percakapan antara Inayah Wahid yang berperan sebagai putri kerajaan dengan Gareng yang berperan sebagai prajurit kerajaan.

Dalam satu adegan, Gareng diceritakan merayu Inayah. "Mbak Yenny Wahid bukan, calon gubernur Jawa Timur?," tanya Gareng mengawali rayuannya.

Mendengar itu, Inayah yang mengenakan gaun dengan sepatu kets berwarna sama tersebut, langsung menjawab.

"Bukan. Itu kakak saya yang enggak jadi nyagub. Bugdetnya cuma cukup sampai Camat," kata Inayah.

"Emang pakai begituan ya?," tanya Gareng.

"Iya ada," kata Inayah singkat.

Penonton tergelak mendengar percakapan itu, tak terkecuali Presiden Jokowi yang turut hadir sebagai undangan. Terlihat Jokowi sampai setengah berdiri dari duduknya mendengar banyolan politik ala Inayah dan Gareng.

Banyolan politik Inayah tak cukup sampai di situ. Dalam dialog yang lain, ia membuat banyolan soal usaha martabak Gibran Rangkabumi, anak Presiden Jokowi.

Kali ini Inayah berdialog dengan Shoimah yang juga berperan sebagai putri raja. Shoimah mencemooh Inayah tak pantas menjadi putri raja karena postur tubuhnya yang gembrot.

"Iya, saya memang cuma penjual lumpia," kata Inayah.

"Loh kirain martabak?", kata Shoimah.

"Kalau itu sudah ada juragannya. Anaknya bapak itu," balas Inayah sembari menunjuk ke arah Presiden Jokowi yang disambut dengan tawa penonton.

"Eh, tapi cuma saya loh yang boleh bikin banyolan begini," lanjut Inayah yang membuat penonton semakin tergelak. Presiden Jokowi pun tampak ikut tertawa dan santai saja dengan banyolan tersebut.

Selanjutnya, sentilan datang dari dialog antara Happy Salma yang berperan sebagai permaisuri dengan Susilo Nugroho yang berperan sebagai tumenggung.

Happy diceritakan mengalami mimpi buruk selama tujuh hari tujuh malam. Lalu, ia meminta pendapat kepada Susilo terkait mimpinya yang kemudian memberikan tafsirannya secara panjang lebar.

Singkat cerita, Happy tak puas dengan penjelasan Susilo. "Penjelasanmu tidak mencerahkan," kata Happy.

"Susilo memang tidak pernah mencerahkan," kata Susilo yang lantas mengundang tawa penonton. "Eh, tapi Susilo yang ini loh. Bukan Susilo yang lain," tegasnya kemudian.

Tak cukup sampai di situ, Wisben yang berperan sebagai prajurit kemudian menyambar dialog keduanya. "Tenang saja. Sekarang tidak gelap lagi. Sudah ada program 35.000 megawatt," kata Wisben yang kemudian disambut dengan tepuk tangan penonton.

Tak ketinggalan, Sudjiwo Tedjo yang berperan sebagai raja pun memberikan sentilan dalam dialognya dengan Inayah. Ia menyambar omongan Inayah yang menyatakan dirinya bukan anak mantan presiden, tapi yang benar anak presiden ke-4 Indonesia.

"Bedanya pejabat sama rakyat itu, rakyat takut lapar, tapi pejabat takut pensiun," kata Tedjo.

Pagelaran teater ini berjalan selama lebih kurang tiga jam. Selain aktor-aktor yang telah disebut di atas, bermain juga Butet Kertaredjasa sebagai resih, Andy Sri Wahyudi sebagai pendamping resih, Cak Lontong sebagai maling 1, Akbar sebagai maling 2, dan Srutti sebagai putri kerajaan.

Pagelaran teater ini juga menggunakan jasa Ong Hari Wahyu sebagai penata artistik dan Jaduk Feriyanto sebagai penata musik. "Cerita ini untuk menunjukkan bahwa akhirnya kebenaran selalu menang," kata Megawati dalam sambutannya sebelum pentas dimulai.

Baca juga artikel terkait MAHAR POLITIK atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom