Menuju konten utama
Tiga Tahun Jokowi-JK:

Seno Gumira Ajidarma: Seni Tak Hanya Bicara Soal Keindahan

Seno menegaskan bahwa seniman harus membela orang-orang yang tersingkir dari keadilan struktur sosial.

Seno Gumira Ajidarma: Seni Tak Hanya Bicara Soal Keindahan
Sastrawan Seno Gumira Ajidarma. ANTARA FOTO/Agus Bebeng.

tirto.id - Rektor Institute Kesenian Jakarta (IKJ) Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa, sebagai produk budaya, kesenian tidak hanya membicarakan soal keindahan.

Hal itu disampaikannya dalam seminar bertemakan “Refleksi, Evaluasi dan Rekomendasi Bidang Kebudayaan Tiga Tahun Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla” di Jogja Plaza Hotel, Yogyakarta, Sabtu (21/10/2017).

“Kesenian itu tidak hanya distereotipkan dengan indah, jika demikian bagaimana kita bisa punya Rendra dan Wiji Thukul yang membongkar kebobrokan penguasa,” kata Seno.

Seno menceritakan, sebuah karya seni Opera Kecoa pernah dilarang pada masa Orde Baru, argumen soal pantasnya pelarangan karya itu dinyatakan oleh pihak kepolisian di sebuah artikel surat kabar nasional.

Dalam artikel itu, kata Seno, mereka mengutip dari ensiklopedia yang menyatakan bahwa seni itu sebuah “keindahan”. Sementara kecoa, menurut pihak yang melarang, bukanlah sebuah sesuatu hal yang indah.

Dalam pandangan sempit itu, pihak yang melarang juga menilai bahwa Opera Kecoa tidak memenuhi syarat sebagai karya seni dan karena itu patut di larang.

Padahal, kata Seno, apabila mereka menyaksikan pertunjukkan yang dibikin oleh Teater Koma itu, bisa jadi mereka akan berpikir ulang, karena sumber inspirasi dari N. Riantiarno itu sangat sering membicarakan orang-orang yang terpinggirkan seperti pelacur, pengemis, gelandangan, orang-orang kriminal kelas teri.

Mereka yang tersingkir dari keadilan struktur sosial itu, kata Seno, tidak pernah akan dijadikan objek lukisan Basuki Abdullah karena tidak indah. Namun kata Seno, seharusnya orang-orang seperti itulah yang patut dibela oleh seniman.

Di sisi lain, Sosiolog Ignas Kleden juga mengatakan bahwa sistem kebudayaan di Indonesia sedang berhadapan dengan pertanyaan 'apakah pendidikan hanya mendidik siswa agar taat kepada tradisi, kekuasaan dan otoritas atau justru bisa menciptakan kemandirian akal sehat dan bertanggung jawab berdasarkan hati nurani'.

Pasalnya, menurut dia, sejak Orde Baru, pendidikan di Indonesia telah menjadi sarana mental untuk mendidik ketaatan kepada kekuasaan dan bukan kemandirian berdasarkan akal sehat dan tanggung jawab.

Ia juga mempertanyakan, apakah sistem pendidikan formal di sekolah mendidik rasa ingin tahu siswa ataupun mahasiswa dalam mencari pengetahuan?

“Albert Einsten konon pernah berkata: saya tidak pernah mempunyai bakat istimewa, tetapi hanya mempunyai semangat ingin tahu,” kata Ignas Kleden dalam kesempatan yang sama.

Untuk diketahui, seminar yang digagas oleh Pusat Kajian Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia (Pusdema) dan penerbit Galang Press itu juga dihadiri oleh mantan Ketua PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, Abdul Munir Mulkhan, Baskara T Wardaya dan Muhammad Sobari.

.

Baca juga artikel terkait KINERJA JOKOWI-JK atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto