Menuju konten utama

Selama 2022, Kapolri: Kasus Jalur Keadilan Restoratif Meningkat

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan tahun lalu jumlah kasus yang diselesaikan kepolisian melalui jalur keadilan restoratif meningkat. 

Selama 2022, Kapolri: Kasus Jalur Keadilan Restoratif Meningkat
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta.

tirto.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan tahun lalu jumlah kasus yang diselesaikan kepolisian melalui jalur keadilan restoratif meningkat.

"Keadilan restoratif pada 2022 sebanyak 15.809 perkara. Ini meningkat 1.672 perkara atau 11,8 persen jika dibandingkan dengan tahun 2021 yakni 14.137 perkara," ujar Sigit dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Rabu, 12 April 2023.

Penyelesaian kasus melalui keadilan restoratif berpedoman pada Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Meski ada ketentuan dasar, tak seluruh kasus dapat diselesaikan secara keadilan restoratif, seperti kejahatan yang mencederai rasa keadilan masyarakat, kejahatan yang menjadi atensi publik, serta kejahatan perempuan dan anak. "Itu akan ditindak secara tegas sesuai peraturan yang berlaku," kata Sigit.

Jangan Obral Hukuman

Polri pun pernah menerapkan keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus dugaan pencurian tandan buah segar kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu.

Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto menyatakan kepolisian menjadi mediator antara petani dan perusahaan. “Telah dikeluarkan (dibebaskan) 40 orang tahanan kasus tindak pidana pencurian tandan buah segar kelapa sawit," ujar Agus, dalam keterangan tertulis, Selasa, 24 Mei 2022.

Para petani ditangkap pada 12 Mei 2022 secara paksa oleh polisi lantaran dituduh mencuri buah sawit perusahaan. 40 petani itu ditelanjangi setengah badan kemudian tangannya diikat menggunakan tali plastik. Lantas para petani digelandang ke Polres Mukomuko, mereka diperiksa tanpa pendampingan kuasa hukum.

Namun, ada kalanya keadilan restoratif ini jadi blunder. Contohnya, kasus dugaan kekerasan seksual di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang terjadi pada penghujung tahun 2019. Kasus ini disebut melibatkan empat pegawai Kemenkop UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN. Sementara korbannya adalah pegawai non-PNS Kemenkop UKM berinisial ND.

Kasus ini sempat diproses Polresta Bogor. Lantas kasus ini dihentikan dengan alasan korban menyepakati usulan damai dan karena korban dan ZP menikah pada Maret 2020. Korban pun membantah klaim kementerian, serta mengatakan usul pernikahan datang dari pihak kepolisian. Bahkan keluarga korban tak pernah tahu polisi setop perkara tersebut.

Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, berpendapat kebijakan keadilan restoratif ditempuh untuk memenuhi hak korban dan bisa juga untuk menekan kelebihan kapasitas tahanan di lembaga pemasyarakatan.

“Oleh karena itu pemerintah bersikap terhadap perkara-perkara ringan, misalnya pencurian sandal, pencurian untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,” terang dia kepada Tirto, Rabu, 23 November 2022.

Hibnu menilai penerapan keadilan restoratif adalah langkah bijak bagi aparat penegak hukum untuk mengantisipasi bahwa semua perkara tak berakhir dengan persidangan, tapi tidak semua perkara bisa lolos pengajuan restoratif.

Bahkan ia mendorong pemerintah untuk mengakomodasi penerapan keadilan restoratif. Karena Indonesia belum memiliki payung hukum perihal hal tersebut. “Perlu juga dirumuskan bahwa keadilan restoratif dijadikan undang-undang tersendiri,” sambung dia.

Tujuan undang-undang itu agar para penegak hukum tak berjalan sendiri-sendiri soal penerapannya.

Baca juga artikel terkait KEADILAN RESTORATIF atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri