Menuju konten utama

Selain Konsesi, Korupsi HGU Juga Harus Jadi Perhatian

Kasus korupsi terkait pemberian izin HGU ini banyak terjadi di Indonesia, seperti kasus yang menyeret Amran Batalipu, pada 2012.

Selain Konsesi, Korupsi HGU Juga Harus Jadi Perhatian
Ilustrasi lahan perkebunan. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

tirto.id - Problem terkait hak guna usaha (HGU) lahan jadi bahan pembicaraan dua kubu calon presiden dalam beberapa hari terakhir. Isu ini mencuat dalam debat kedua Pilpres 2019 antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Jokowi kemudian mengulang masalah HGU ini saat berkampanye di Sentul, akhir pekan lalu. Namun, masalah HGU sebenarnya tak cuma soal konsesinya. Ada masalah korupsi yang laten membayangi pemberian izin HGU ini dan dibalut kongkalikong politik. Masalah korupsi HGU ini sepertinya luput dari perhatian Jokowi.

Menurut pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas, kasus korupsi terkait pemberian izin HGU ini banyak terjadi di Indonesia. Penyebabnya, kata dia, salah satunya karena miskomunikasi antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Miskomunikasi ini kerap kali digunakan para penyuap buat memberi sogokan supaya dapat izin HGU.

“Celah ini yang masih dipakai sehingga banyak sekali tumpang tindih dalam pemberian perizinan dan itu rata-rata pemberian suap.” kata Firdaus kepada reporter Tirto, Selasa (26/2/2019).

Selain miskomunikasi antarlembaga, Firdaus menyebut, celah lain adalah kepentingan politik yang melibatkan kepala daerah di level kabupaten/kota atau provinsi di luar Jawa.

Menurut Firdaus, kondisi seperti ini sangat dimungkinkan terjadi karena kepala daerah pernah mendapat bantuan dana dari para pemilik kepentingan atau si kepala daerah memang menyetujui izin ini dengan diiming-imingi rupiah. Ini seperti terjadi pada kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu yang disuap Hartati Murdaya lewat anak buahnya di PT Hardaya Inti Plantation (HIP) pada 2012.

Korupsi perizinan HGU ini, kata Firdaus, selain menyebabkan kerugian negara juga menyebabkan masalah lingkungan dan merugikan masyarakat. Banyak konflik lahan yang melibatkan warga salah satunya dipicu masalah HGU ini.

“Ketika dia [perusahaan penerima HGU] mencemari lingkungan, dia membuat konflik sosial atau tidak membayar kewajiban kepada negara. Ketika itu dikejar, dia sudah hilang,” kata Firdaus.

Perlunya Kebijakan Satu Peta

Namun, masalah korupsi terkait perizinan HGU ini tak bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan KPK. Menurut Firdaus, ada masalah ketidaksesuaian data di tiap kementerian terkait soal HGU ini yang juga jadi kendala.

Untuk itu, Firdaus memandang perlunya diberlakukan one map policy untuk membuat penindakan terhadap perusahaan atau pengusaha yang melanggar mudah dilakukan. Selain itu, pemerintah juga mudah menentukan kebijakan terkait apakah lahan tersebut boleh digunakan atau tidak tanpa harus ada perbedaan pandangan.

“Jadi kalau misalnya daerah hijau tidak boleh digunakan, ya, tidak boleh digunakan, disepakati bersama,” kata Firdaus.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang sepakat dengan ide one map policy. Ide tersebut bakal memudahkan KPK untuk menindak koruptor yang menyuap pemangku kebijakan buat mendapat izin HGU atau perizinan sejenis terkait penggelolaan lahan.

“Kelanjutan one map policy sudah lama dicanangkan agar dipercepat [diberlakukan] dengan batas-batas, yang jelas [KPK] akan lebih muda mengawasinya,” kata Saut kepada reporter Tirto.

Saut mengatakan, KPK sudah menaruh perhatian terkait izin HGU ini. KPK pun sudah mengeluarkan program penyelamatan sumber daya alam terkait masalah HGU ini sejak 2015. Bahkan, KPK beberapa kali menangkap tangan pejabat terkait HGU ini, salah satunya operasi tangkap tangan di Kalimantan Tengah terhadap anggota DPRD yang disuap petinggi PT Binasawit Abadi Pratama, anak usaha Sinar Mas.

“OTT (operasi tangkap tangan) di Kalimantan Tengah itu, kan, dimulai dari isu amdal/limbah lalu muncul peran legislatif lokal di situ,” kata Saut.

Selain akan mendorong one map policy segera diberlakukan, Saut menyebut, KPK akan memberlakukan pidana tambahan buat mereka yang melakukan korupsi di sektor pertanahan. Upaya ini sebagai bagian dari efek jera.

“Nanti dipelajari dulu. Kalau yakin akan lebih progressive,” kata Saut.

Baca juga artikel terkait HGU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Mufti Sholih