Menuju konten utama

Sel Surya Anta di Mako Brimob Diperiksa Usai Aduan ke Kompolnas

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono mengklaim cukup baik perlakuan terhadap Surya Anta dan aktivis Papua lain di Mako Brimob.

Sel Surya Anta di Mako Brimob Diperiksa Usai Aduan ke Kompolnas
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono. FOTO/Antaranews

tirto.id - Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengunjungi sel tahanan aktivis Papua di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jumat (20/9/2019).

Kunjungan berlangsung setelah ada pengaduan Tim Advokasi Papua ke Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), Rabu (18/9/2019) terkait kendala akses advokat ke aktivis.

Usai mengunjungi sel aktivis Papua, Argo memberikan pernyataan ke wartawan yang telah menunggungunya.

Ia juga mengatakan, kondisi sel keenam aktivis mahasiswa Papua yang ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok memenuhi prosedur dan tidak menyiksa para tahanan yang sedang berperkara.

"Saya sudah ke sana tadi, sudah tanya-tanya semuanya. Mereka tidak tersiksa kok, karena mereka merasa bersalah melakukan satu tindak pidana," ujarnya di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Menurut Argo, masing-masing tersangka ditempatkan dalam sel berukuran 7 x 5 meter dengan kondisi yang baik. Ia menyebutkan dalam sel itu terdapat ventilasi udara, toilet di dalam dan kasur busa.

"Ukuran itu sudah gede. Beda dengan sel di Polda Metro Jaya. Satu kamar bisa 15 sampai 20 orang," ujarnya.

Ia juga mendaku para tahanan yang membutuhkan kitab suci semacam Alkitab akan disediakan oleh penyidik. Begitu juga jenis buku bacaan lainnya.

"Bahkan merokok pun dikasih. Misalnya dia ingin merokok di jam besuk, dia keluar boleh. Ditungguin oleh anggota. Kita memberikan keleluasaan," ujarnya.

Ia mengklaim, jika para tahanan mereka membutuhkan rohaniwan, pihak kepolisian akan menyediakan. Para tahanan nantinya akan diperbolehkan untuk berdoa secara bersama-sama.

"Aturan tetap kita lakukan di sana dan juga semua sudah kita fasilitasi," ujarnya.

Semula, polisi menangkap delapan aktivis Papua yakni Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Wenebita Wasiangge, Surya Anta, Naliana Lokbere dan Norince Kogoya.

Penangkapan terjadi pada 30-31 Agustus 2019 lalu setelah mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara dua hari sebelumnya, 28 Agustus.

Polisi lalu melepaskan Naliana Lokbere dan Norince Kogoya, karena dianggap tidak ikut aksi pengibaran itu. Keenam tersangka dijerat Pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP.

"Dengan dokumen dokumen yang kita temukan, sudah jelas semuanya. Dan ahli pidana. Semuanya sudah kami proses semua. Berkas sudah siap sejak tanggal 18 September kemarin, kita menunggu dari jaksa nanti," tutupnya.

Sebelumnya, Tim Advokasi Papua mengadukan ke Kompolnas terkait penahanan aktivis Papua meliputi dugaan pelanggaran menghalangi akses bantuan hukum; pelanggaran prosedur penangkapan tersangka dan saksi; pelanggaran perlakuan dan penempatan tahanan; pelanggaran prosedur penggeledahan; dan pembatasan akses pada berita acara pemeriksaan.

Argo mengakui, ada sejumlah pembatasan akses hukum, karena pasal disangkakan terkait kemanan negara.

Ia mengacu pada pasal 115 ayat 2 KUHAP yang menyatakan penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka bila kejahatan menyangkut keamanan negara.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali