Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Sekolah Tatap Muka Terbatas di DKI, Bagaimana agar Minim Risiko?

Sekolah tatap muka terbatas di Jakarta akan dimulai pada 30 Agustus 2021. Apa yang perlu dilakukan agar minim risiko penularan Covid?

Sekolah Tatap Muka Terbatas di DKI, Bagaimana agar Minim Risiko?
Seorang Guru mengukur suhu tubuh murid pada hari pertama uji coba pembelajaran tatap muka di SD Negeri Kenari 08 Pagi, Jakarta, Rabu (7/4/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.

tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan memulai pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada Senin, 30 Agustus 2021. Keputusan tersebut dilakukan karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di DKI kini dilonggarkan menjadi Level 3. Namun, epidemiolog menilai PTM terbatas di tengah pandemi masih berisiko penularan hingga munculnya varian baru.

Anies menjelaskan, pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan dapat dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.

"Pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui pembelajaran tatap muka terbatas atau pembelajaran jarak jauh," kata Anies melalui keterangan tertulis, Rabu (25/8/2021).

Humas Dinas Pendidikan DKI, Taga Radja Gah mengatakan PTM terbatas akan dilakukan di sekolah yang sebelumnya sudah menggelar uji coba pada beberapa bulan lalu. Dia menyebut, sekitar 610 sekolah yang akan melaksanakan belajar tatap muka terbatas, mulai dari jenjang SD hingga SMK selama tiga gelombang.

Pada uji coba terbatas pembelajaran campuran pada 7 April 2021 sebanyak 85 sekolah, uji coba tahap 1 pembelajaran campuran 9 Juni 2021 sebanyak 138 sekolah, dan PTM terbatas Agustus 2021 sebanyak 372 sekolah. Lalu, ditambah lagi 15 sekolah madrasah yang sudah dinyatakan lulus pelatihan dan asesmen.

Taga mengatakan, dari 610 sekolah, itu akan bertambah lagi yang diberi kesempatan sekolah tatap muka. Pihak sekolah nanti akan diasesmen lebih dulu sebelum dapat izin PTM terbatas.

"Jadi kami akan fokus ke sana [yang sudah diuji coba], beri kesempatan kepada mereka, sambil simultan, kami siapkan asesmen ke sekolah lain," kata Taga kepada wartawan, Selasa (24/8/2021).

Mekanisme Sekolah Tatap Muka Terbatas

Taga menjelaskan, mekanisme yang akan diterapkan tidak jauh berbeda dari pembelajaran tatap muka terbatas yang diterapkan pada April-Agustus 2021. Sebagai gambaran, sekolah tatap muka akan berlangsung seminggu sekali untuk satu jenjang kelas tertentu. Durasi pembelajaran setiap harinya dibatasi antara 3 sampai 4 jam. Pembelajaran yang dilakukan hanya materi yang esensial saja.

Pembelajaran tatap muka terbatas dari tingkat SD sampai SMP bisa diselenggarakan dengan kapasitas maksimal 50 persen, kata dia.

Sementara untuk sekolah luar biasa seperti SDLB, MILB, SMPLB, SMLB, dan MALB maksimal 62 persen sampai dengan 100 persen dengan menjaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima peserta didik per kelas. Kemudian PAUD maksimal 33 persen dengan menjaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal lima peserta didik per kelas.

"Masih pola seperti kemarin, selang-seling, jadi Senin, Rabu, Jumat. Selasa dan Kamis semprot disinfektan. Kapasitas maksimal 50 persen. Terus durasi belajar maksimal sampai jam 12," kata dia.

Berdasarkan SKB 4 Menteri tidak jauh berbeda dengan yang akan diterapkan DKI. Pembelajaran tatap muka terbatas hanya diizinkan di zona hijau.

Selama berkegiatan di sekolah, tenaga pengajar, karyawan, dan siswa wajib menggunakan masker kain tiga lapis atau sekali pakai (bedah). Cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, atau menggunakan cairan pembersih tangan. Menjaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak melakukan kontak fisik misal salaman atau cium tangan dan menerapkan etika batuk atau bersin.

Kemudian dalam kondisi sehat. Jika mengidap penyakit penyerta (komorbid) harus dalam kondisi terkontrol dan tidak memiliki gejala COVID-19, termasuk orang yang serumah dengan warga satuan pendidikan.

Lalu, kantin tidak boleh beroperasi pada dua bulan pertama penerapan PTM terbatas, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak boleh dilakukan di sekolah.

Selanjutnya kegiatan selain pembelajaran di lingkungan sekolah tidak dibolehkan selama dua bulan masa transisi dan kegiatan pembelajaran di luar lingkungan satuan pendidikan dibolehkan dengan tetap menjaga protokol kesehatan.

Kendati demikian, Taga menyatakan yang diizinkan mengikuti PTM terbatas hanya tenaga pengajar dan siswa yang telah melakukan vaksinasi saja. Mereka yang belum divaksin diimbau agar belajar di rumah secara daring.

"Karena ini juga menjadi catatan penting, karena kalau kita mentoleransi yang belum divaksin ikut PTM, justru yang dikhawatir yang sedikit itulah yang menjadi penyebar Covid yang baru," ucapnya.

Merujuk pada data Disdik DKI, total peserta didik usia 12-17 tahun yang menjadi sasaran vaksinasi COVID-19 sebanyak 716.739 orang. Saat ini, sekitar 659.684 siswa atau 92,5 persen yang sudah disuntik vaksin. Sedangkan yang belum divaksinasi 50.836 atau 7,15 persen.

Sementara itu, total pelajar target vaksinasi melalui data Kementerian Agama mencapai 71.348 orang. Pelajar yang sudah divaksinasi 63.729 atau 89.18 persen. Sedangkan yang belum 7.734 atau 10,82 persen.

Wilayah Kepulauan Seribu tercatat menyelesaikan seluruh vaksinasi pelajar atau sudah 100 persen. Jakarta Timur I menyusul dengan penyelesaian vaksinasi hingga 98,85 persen; Jakarta Utara I 95,22 persen; dan Jakarta Pusat II 94,77 persen.

Vaksinasi Covid-19 di Jakarta Selatan I sudah 94,69 persen. Penyuntikan di Jakarta Pusat I sudah 93,58 persen; Jakarta Utara II 92,56 persen; Jakarta Barat I 91,79 persen; Jakarta Barat II 90,22 persen; Jakarta Selatan II 87,45 persen; dan Jakarta Timur II 87,24 persen.

Berisiko Penyebaran Virus

Epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Mouhamad Bigwanto menilai jika PTM terbatas digelar cukup berisiko dan masih terlalu dini. Sebab, cakupan vaksinasi remaja per hari ini di DKI untuk dosis 2 baru 44,4 persen.

Artinya, masih jauh dari harapan, sebaiknya ditunggu agar angkanya sudah di atas 70-80 persen untuk dosis kedua. "Ini juga bukan tanpa risiko, karena vaksin untuk anak di bawah 12 tahun belum ada," kata Bigwanto kepada reporter Tirto, Rabu (25/8/2021).

Selain itu, berdasarkan data Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, total kasus tiga varian baru virus corona yaitu Alpha, Beta, dan Delta di DKI Jakarta mencapai 666 orang hingga 21 Agustus 2021. Dari jumlah tersebut, varian Delta paling mendominasi sebanyak 617 kasus, disusul varian Alpha 37 kasus dan varian Beta 12 kasus.

Namun apabila Gubernur Anies memaksa menggelar PTM terbatas, Bigwanto meminta kegiatan belajar mengajar tersebut dilakukan secara bertahap dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Kemudian gencar melakukan vaksinasi kepada pelajar usia 12 tahun ke atas. Disarankan menggunakan vaksin Pfizer yang saat ini telah diizinkan penggunanya. Namun, apabila terjadi klaster penyebaran COVID-19, Bigwanto meminta kepada Pemprov DKI agar menutup sementara sekolah tersebut untuk dilakukan disinfektan.

"Penutupan ini salah satunya untuk memberi ruang dan waktu petugas melakukan tracing dan testing," ucapnya.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta kepada Dinas Kesehatan dan Disdik DKI kembali melakukan asesmen kepada 610 sekolah untuk memastikan kesiapannya dalam menggelar PTM terbatas.

Para tenaga pengajar sekolah tersebut juga diberikan pelatihan mengenai penerapan protokol kesehatan sesuai dengan standar sebelum PTM terbatas diselenggarakan.

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo menyarankan pihak sekolah membuat aplikasi disertai pertanyaan seputar gejala COVID-19 kepada karyawan, tenaga pengajar, dan siswa untuk mencegah penularan virus.

Pertanyaan tersebut seperti apakah dalam kondisi sakit, suhu tubuh, tenggorokan bermasalah, mengalami batuk, hingga apakah mengalami gangguan penciuman dan perasa. Dari pertanyaan tersebut, responden dapat memberikan jawaban "Ya" atau "Tidak."

"Jika mengalami gejala, sebaiknya tidak datang ke sekolah," kata Heru kepada Tirto, Rabu (25/8/2021).

Selanjutnya pada saat masuk kelas, guru juga mengabsen kembali para muridnya. Apabila ditemukan murid yang mengalami gejala, tapi masuk kelas, sebaiknya dipulangkan atau dilarikan ke puskesmas.

Murid yang memiliki gejala COVID-19 tersebut sebaiknya disarankan agar melakukan pembelajaran secara daring. "Jadi kalau ini dilakukan dengan baik, maka dapat mencegah penyebaran COVID-19 di sekolah," ucapnya.

Heru juga meminta kepada Dinkes dan Disdik DKI selalu melakukan monitoring untuk mengawasi agar sekolah menerapkan protokol kesehatan sesuai standar. "Harapannya setelah pembelajaran 1-2 minggu ada evaluasi, jangan sampai pemantauan lengah dan jangan sampai jadi penyebaran Covid," kata dia.

Baca juga artikel terkait SEKOLAH TATAP MUKA atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz