Menuju konten utama

Sejarah Victor Frankenstein Tercipta Gara-gara Gunung Tambora

Sejarah cerita Victor Frankenstein dalam novel karya Mary Shelley secara tidak langsung tercipta gara-gara dampak letusan Gunung Tambora di Sumbawa.

Sejarah Victor Frankenstein Tercipta Gara-gara Gunung Tambora
Poster Film Frankenstein (1931) yang disutradarai James Whale. FOTO/wikipedia/public domain

tirto.id - Sejarah terciptanya Victor Frankenstein ternyata berawal dari meletusnya Gunung Tambora di Pulau Sumbawa pada 1815 silam. Kini, Frankenstein menjadi salah satu ikon sekaligus legenda horor dunia, terutama bagi masyarakat Eropa, juga Amerika Serikat.

Selama ini banyak orang yang salah kaprah. Frankenstein bukanlah nama makhluk mengerikan yang melegenda itu, melainkan nama ilmuwan penciptanya yakni Victor Frankenstein. Namun, orang terlanjur lebih suka menyebut monster itu sebagai Frankenstein.

Viktor Frankenstein maupun makhluk ciptaannya memang tidak benar-benar ada. Mereka adalah karakter dalam novel karya penulis wanita kelahiran Inggris, Mary Shelley, berjudul Frankenstein; or The Modern Prometheus.

Novel ini pertamakali diterbitkan di London pada 1818 tanpa nama pengarang. Nama Mary baru muncul pada terbitan kedua tahun 1831. Yang menarik, secara tidak langsung, cerita Frankenstein tercipta gara-gara efek letusan Gunung Tambora.

Dampak Letusan Tambora

Mary Shelley atau yang bernama asli Mary Godwin (1797-1851) mulai terinspirasi kisah Frankenstein saat usianya baru 18 tahun. Awal terangkainya novel ini pun cukup unik lantaran berawal dari mimpi.

Kala itu, Mary dan bersama kekasihnya yang kelak menjadi suaminya yakni Percy Bysshe Shelley, serta saudari tirinya, Claire Clairmont, diundang oleh Lord Byron, sahabat Percy, liburan ke Swiss. Lord Byron dan Percy sama-sama berkutat di lingkungan sastra kala itu.

Lord Byron punya vila di tepi danau di Jenewa dan mereka berniat menghabiskan musim panas di sana. Turut pula dokter pribadi Lord Byron yang bernama John William Polidori.

Namun, dampak erupsi Gunung Tambora yang meletus pada 1815 masih terasa. Gunung ini terletak jauh di belahan dunia lain, tepatnya di Pulau Sumbawa, kini termasuk Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Indonesia. Letusannya sangat dahsyat dan berdampak luas, hingga ke Eropa.

Richard B. Stothers lewat The Great Tambora Eruption in 1815 and Its Aftermath (1984) menceritakan, dalam periode beberapa bulan setelah letusan gunung api terbesar dalam sejarah dunia itu, langit Eropa terkadang gelap tertutup abu.

Inilah masa-masa yang disebut sebagai Year Without Summer di benua biru.

Liburan Mary dan kawan-kawan di Jenewa menjadi sedikit berantakan. Lantaran langit gelap dan berdebu, mereka akhirnya menghabiskan waktu di perpustakaan milik Lord Byron dengan membaca buku-buku misteri.

Lord Byron kemudian menantang tamunya untuk menuliskan cerita horor yang menarik dan menakutkan. Namun, tidak ada kisah yang benar-benar mengerikan dan membuat Lord Byron puas. Semua orang di situ pun beranjak tidur.

Terinspirasi dari Mimpi

Saat tidur itulah Mary bermimpi. Ia melihat seorang ilmuwan dan sesosok makhluk besar yang berdiri tepat di sebelahnya. Mary pun terbangun dan segera mencatat apapun yang ia ingat dalam bunga tidurnya tersebut.

Esoknya, Mary menceritakan mimpinya kepada Lord Byron dan lainnya. Mereka tertarik dan mimpi Mary pun dikembangkan menjadi sebuah cerita kelam dengan sentuhan mistis dan fiksi ilmiah. Butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan kisah seram itu.

Menurut Charles Robinson dalam The Frankenstein Notebooks: A Facsimile Edition (1996), Mary menuntaskan naskahnya pada pertengahan tahun 1817.

Tanggal 1 Januari 1818, dengan bantuan dari Lord Byron, novel dari mimpi Mary itu diterbitkan di London dengan judul Frankenstein; or The Modern Prometheus. Namun, yang dicantumkan sebagai penulis adalah Lord Byron yang memang sudah punya pamor di Eropa.

Pertimbangan lainnya, Mary kala itu masih berusia remaja, dan tentunya tidak terlalu menarik minat pembaca jika namanya yang dicantumkan. Frankenstein; or The Modern Prometheus di bawah nama Lord Byron mendapat sambutan bagus.

Novel Frankenstein; or The Modern Prometheus diterbitkan ulang pada 1831, kali ini nama Mary Shelley tercantum sebagai pengarangnya.

Ternyata, kisah Frankenstein melegenda, dan sosok monster dalam cerita itu perlahan menjadi salah satu ikon horor di Eropa, bahkan dunia. Frankenstein pun dijadikan inspirasi oleh para pelaku seni dan banyak ditampilkan dalam berbagai rupa, seperti buku, pementasan teater, film, komik, dan lainnya.

Sebenarnya, bukan hanya Frankenstein milik Mary Shelley saja yang tercipta berkat pengalaman di vila tepi Danau Jenewa itu. John William Polidori, dokter pribadi Lord Byron, juga menghasilkan karya bertajuk The Vampyre.

Allan Asbjorn Jon dalam Vampire Evolution (2003) menyebut kisah Polidori ini sering dianggap sebagai nenek moyang genre vampir romantis fiksi fantasi. Seperti diketahui, vampir alias drakula juga menjadi salah satu ikon horor Eropa, seperti halnya Frankenstein.

Baca juga artikel terkait FILM HOROR atau tulisan lainnya dari Wisnu Amri Hidayat & Iswara N Raditya

tirto.id - Film
Kontributor: Wisnu Amri Hidayat
Penulis: Wisnu Amri Hidayat & Iswara N Raditya
Editor: Iswara N Raditya